13

1044 Kata
SUDAH beberapa hari Rhea jalani dengan segala gosip yang semakin menyebar di segala penjuru sekolah. Sebenarnya tidak ada yang spesial mengenai gosip tersebut. Masalahnya ini mengenai dirinya. Tentu saja Rhea merasa risih saat berpapasan dengan orang-orang yang menatapnya penasaran. Rhea mengedarkan pandangannya. “Ini beneran rumah lo?” Laskar yang baru memarkirkan motornya mendengus pelan. “Bukan. Rumahnya si Bambang.” Mendengar tuturan Laskar membuat Rhea mencibir pelan lalu segera mengekori cowok itu masuk ke rumah yang terlihat mewah tersebut. Seperti kesepakatan mereka sebelumnya, hari Sabtu dan Minggu Rhea akan mengajari Laskar. Jam baru saja menunjukkan pukul empat sore, namun Rhea sudah berada di dalam rumah Laskar yang besar ini. Harusnya Rhea tidak kaget mengetahui bahwa rumah ini adalah miliknya Laskar. Sebab yang pernah Rhea dengar kalau Saka itu sangatlah kaya. Tapi Rhea masih heran saja, sekaya inikah seorang Laskar? “Laskar! Kok ada tamu gak disuruh duduk?” Rhea tersentak pelan lalu menoleh ke arah suara. Didapatinya seorang wanita paruh baya yang berdiri di depan Laskar sambil menggeleng pelan. “Sore, Tante.” Rhea mengulas senyuman tipis. Kinan yang melihatnya pun langsung bergegas mendekat sambil tersenyum lebar. “Ayo duduk dulu.” Laskar memerhatikan interaksi itu sesaat, lalu melangkah pergi sembari berkata, “Laskar ke kamar dulu.” “Gak usah canggung sama Tante.” kata Kinan saat Rhea duduk di ruang keluarga yang dibalas senyuman canggung oleh cewek itu. “Nama kamu siapa?” “Rhea, Tan.” “Dari kelas berapa? Atau kalian berdua sekelas?” Rhea langsung tersenyum kikuk. “Saya dari angkatan yang sama dengan Laskar, tapi dari jurusan yang beda, Tan.” “Dari jurusan yang beda ya....” Kinan terlihat berpikir. “Berarti antara IPA atau Bahasa, ya?” “Kebetulan saya jurusan IPA, Tan.” Kinan mengangguk mengerti dengan senyuman penuh arti. Apa lagi saat melihat cewek cantik ini masuk bersama putranya ke rumah. Sungguh pemandangan yang menggembirakan. “Kamu ini temannya Laskar, atau pacarnya?” Kinan kembali bertanya dengan menggebu-gebu. Matanya pun berbinar berharap jawaban cewek itu sesuai ekspektasinya. Pupil mata Rhea melebar. Baru akan membuka mulut untuk menjawab, suara Laskar yang baru saja datang menyela terlebih dahulu. “Jangan jadi wartawan dulu, Ma. Dia jadi gak santai tuh.” ujar Laskar cuek sambil meletakkan buku yang dia ambil di kamar dan duduk di samping Rhea. Teguran Laskar itu membuat Kinan mendengus. “Kalau gitu Tante bikinin cemilan dulu ya, Rhea.” Rhea membalas perkataan Kinan dengan senyuman. Setelah Kinan pergi, Rhea langsung melirik Laskar yang sedang menyandarkan punggungnya dengan tatapan lurus ke depan. Rhea berdeham pelan, lalu mengeluarkan bukunya dari tas dan menaruhnya di atas meja kaca berkaki pendek di hadapannya. “Lo belum mengerti di bagian mana?” tanya Rhea pelan sembari membuka bukunya. “Semua.” Pandangan Rhea langsung tertuju pada Laskar yang menjawab pertanyaannya dengan santai. Tak menyangka jawaban tersebut akan keluar dengan mudah dari mulut cowok itu. “Kalau gak salah di semester dua ini, kalian dapet materi fungsi limit, kan?” Anggukan tak acuh Laskar berikan karena sejujurnya, dia tidak bersungguh-sungguh untuk belajar. Rhea menghela napas pelan sebelum menjelaskan. “Oke, jadi limit itu....” Bukannya memperhatikan penjelasan Rhea, Laskar malah memusatkan pandangannya pada wajah Rhea yang tengah menatap buku dan sesekali meliriknya. Tak jarang cewek itu menggerakkan tangannya seolah menjelaskan lebih detail mengenai materi tersebut. “Di bab fungsi limit ini sebenarnya mudah kalau lo belajar dengan sungguh-sungguh. Lihat, limit menuju negatif tiga dari—” Rhea menghentikan penjelasannya begitu melihat Kinan datang sembari membawa nampan yang berisi dus gelas jus dan cemilan. “Ya ampun, gak perlu repot-repot, Tan.” kata Rhea langsung sambil berdiri mendekati Kinan dan mengambil alih nampan. Kinan mengibaskan tangannya pelan. “Ah, gak pa-pa kali. Kan calon mantu harus diistimewakan.” sahutnya sembari melayangkan senyuman guyon pada Laskar. Mengetahui kejahilan sang mama, Laskar mendengus lalu mencomot kentang goreng yang telah ditaruh Rhea di atas meja. “Maksud Tante?” Rhea menatap Kinan tak mengerti. Melihat Kinan hanya tersenyum seakan tak ingin menjawab, Rhea mengalihkan pandangannya ke Laskar. Berharap cowok itu mau menjelaskan. Saka berdecak pelan. “Gak usah dipikirin. Mama gue suka ngelantur.” Mengabaikan perkataan Laskar, Kinan menatap Rhea dengan wajah cerah. “Yaudah, lanjutin gih PDKT-nya. Tante ke belakang dulu.” Kening Rhea semakin mengerut mendengar perkataan Kinan itu. Dia menatap Laskar yang juga menatapnya, lalu di saat itu juga cowok itu membuang muka. Perlahan Rhea mendekati Laskar dan duduk di tempatnya. Sebenarnya Rhea mendengar dengan jelas perkataan Kinan. Tapi dia tidak mau mengambil kesimpulan terlebih dahulu. Mungkin Kinan sedang bercanda. Cewek itu berdeham lalu kembali menjelaskan, “Limit menuju negatif tiga dari 6-2x per 2x2-9x+9....” Sambil menjelaskan, Rhea pun tak lupa menulisnya di buku yang berada di tengah-tengah meja agar dapat dilihat Laskar. Posisi wajahnya dengan Laskar sangat dekat tanpa di sadarinya. Laskar terus memerhatikan wajah Rhea yang sedang serius, hingga cewek itu memanggil-manggil namanya. “Laskar, gue capek-capek jelasin dan lo malah bengong?” Rhea bertanya dengan nada tak percaya. “Gue dengerin. Lanjut.” Rhea menghembuskan napasnya pelan lalu kembali menjelaskan. Berharap penjelasan singkatnya ini dapat dipahami oleh cowok itu. “Walau kelihatan ribet, tapi gampang kok. Yang penting lo inget cara kerjanya aja.” katanya mengakhiri penjelasan lalu meraih jus yang dibawa Kinan tadi dan segera meneguknya. Laskar yang sedari tadi memerhatikan Rhea perlahan menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa lalu berpaling ke buku yang sedang dia pegang. Dengan pulpen, dia mulai mencoret-coret halaman buku yang masih kosong itu. Melihat Laskar yang sedang melakukan sesuatu pada bukunya, Rhea mengintip buku yang sedikit tertutupi tangan cowok itu. Laskar tiba-tiba menoleh padanya sambil menaikkan satu alisnya. “Kenapa?” “Lo bisa gambar?” Rhea berdecak kagum. Walau gambar yang dibuat Laskar masih dalam bentuk setengah wajah, namun itu sudah sangat bagus bagi cewek itu. “Iyalah. Kan gue punya tangan.” sahut Laskar datar. Mulut Rhea langsung terkatup rapat. Dalam hati dia mendumel mengenai perkataan sarkas cowok itu yang tidak berkurang. “Oh iya. Jadi, penjelasan gue hari ini apa yang kurang lo mengerti?” Tangan Laskar yang masih sibuk menyoret-nyoret halaman buku itu terhenti. Dia perlahan menatap Rhea. “Semuanya.” jawabnya tak acuh lalu kembali menggambar. Rhea yang berharap pengertian cowok itu seketika merasa kesal. “Udah gue duga.” gerutunya pelan sambil menatap Laskar cemberut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN