Setelah mengantar Rhea, Laskar kembali ke rumah dengan wajah datarnya. Tanpa berbasa-basi dengan Kinan yang menatapnya penuh minat, langkah Laskar membawanya menuju kamar.
Sebelum merebahkan tubuh ke kasur, pandangannya kembali beralih pada meja belajar. Ada beberapa lembar kertas di sana yang berisikan gambar-gambar yang dia buat selama seminggu ini.
Mengurungkan niat untuk tidur, Laskar duduk di kursi depan meja belajar lalu mengumpulkan kertas-kertas tersebut dan merapikannya.
Dia terkekeh saat menatap lembar kertas tersebut satu-satu. Walau gambaran tersebut hanya menggunakan pulpen bertinta hitam, namun hasil gambaran tersebut cukup memanjakan mata.
Terlebih sosok yang berada dalam gambar tersebut. Di lembar pertama, terlihat seorang gadis berambut panjang sepunggung yang memegang setumpuk buku dengan mata yang menatap lurus ke depan tanpa adanya senyuman. Di gambar itu pun seragam sekolah gadis itu sangat lengkap dan rapi.
Di lembar kedua, wajah gadis tadi kembali terlihat. Namun dari sisi samping dengan poni panjang yang terurai di samping kiri, sedangkan rambut bagian kanannya yang dinaikkan ke daun telinganya. Kepalanya sedikit merunduk dengan senyuman tipis yang menghiasi.
Saat beralih ke lembar ketiga, bunyi decitan pintu yang terbuka diikuti suara yang memekak telinga berhasil mengalihkan perhatian Laskar.
“ABANG LASKAR! EFA RINDU!!!”
Seorang gadis berambut sebahu dengan poni yang menutupi kening masuk sambil merentangkan tangan.
Sontak Laskar mendengus pelan, lalu kembali memerhatikan gambar-gambarnya.
Tak mendapat reaksi dari Laskar, dengan wajah cemberutnya Efa mendekat lalu berdiri di samping cowok itu.
“Pacar Abang Laskar, ya?” Efa bertanya dengan menggebu lalu merebut kertas-kertas tersebut dari tangan Laskar.
“MAMA! ADA ORANG ASING MASUK KE KAMAR Laskar!” teriak Laskar keras membuat Efa langsung menutup telinganya.
Setelah merasa Laskar tidak berteriak lagi, Efa langsung memukul pundak cowok itu cukup keras.
“Abang apaan sih. Abang Laskar lupa sama Efa? Kan Efa baru pergi dua minggu.” cetus gadis itu tak terima. “Apa jangan-jangan Abang rindu juga sama Efa?” tanyanya lagi sambil memicingkan mata curiga.
Laskar bangkit dari duduknya lalu mendorong punggung Efa keluar dari kamarnya. Saat berada di depan kamarnya, Laskar menatap Efa datar lalu mendorong kening gadis itu.
“Masih inget rumah ternyata.” sindirnya lalu kembali masuk ke kamar, tak lupa mengunci pintu. Meninggalkan Efa yang masih berdiri di depan kamarnya sambil bersungut-sungut.
Mengingat tujuannya datang ke kamar Laskar, Efa menggedor-gedor pintu berwarna cokelat itu.
“Abang! Kata Bunda, Bang Laskar mesti anter Efa lagi ke sekolah besok.” katanya sedikit berteriak.
Beberapa detik kemudian pintu di hadapannya perlahan terbuka menampilkan wajah Laskar yang dingin.
“Gak ngambek sama Efa lagi, ya?” Efa menatap Saka berbinar.
Laskar menadahkan tangannya, membuat Efa yang melihat itu menatapnya bingung.
“Gambar gue.”
Dengan gerakan lambat, Efa memberikan kertas-kertas yang dipegangnya yang langsung dirampas Laskar dengan cepat lalu kembali menutup pintu dengan keras.
Bergeming sesaat, Efa langsung menghentakkan kakinya kesal. “ABANG NGESELIN!”
***
“Pagi, Bang.” sapa Efa sembari menarik kursi di hadapan Laskar.
Laskar meliriknya sekilas, lalu kembali melahap sarapannya.
Walau sapaannya tidak dibalas Laskar, Efa masih mengembangkan senyumannya. Kemudian dia menolehkan kepalanya. “Pagi, Ayah.”
Pria paruh baya itu mengulas senyuman. “Gimana liburannya?”
Efa langsung mengangguk semangat. “Seru banget, Yah. Rasanya Efa mau tinggal di sana aja.”
Mendengar respons antusias Efa, Fakri terkekeh. “Ayah senang dengernya.”
“Kalau Efa tinggal di sana, nanti di sini Bunda sama siapa dong?” sahut Kinan yang datang dengan segelas s**u putih lalu menaruhnya di hadapan Efa.
Efa melirik Laskar yang masih sibuk menyantap santapannya. “Tuh, ada Abang.”
Kinan duduk di samping Efa. “Gak mau. Laskar orangnya gak asyik.”
“Efa setuju!” kata Efa menyahut. “Abang orangnya dingin banget. Efa aja hampir membeku kalo deket Abang terus.”
“Ya kayak pepatah, Fa. Buah gak pernah jatuh jauh dari pohonnya.” Kinan ikut memanas-manasi sambil melirik sang suami.
Fakri berdeham. “Efa pulang sekolah Ayah jemput, ya?”
Efa yang kini sedang meneguk susunya mengangguk mengiyakan. Decitan kursi terdengar membuat semua mata tertuju pada Saka yang tiba-tiba bangun.
“Laskar berangkat dulu.” pamitnya sambil menggantungkan tasnya pada bahu kanan lalu melangkah pergi dari sana.
Dengan terburu-buru Efa mengambil tas yang dia simpan di kursi sebelahnya lalu menyalim tangan Fakri dan Kinan. Tak lupa mencium pipi kedua pasangan itu.
“Efa ke sekolah dulu ya, Yah, Bun.” pamitnya juga dan segera berlari kecil mengejar Laskar.
Melihat Laskar yang memasuki garasi, Efa menunggu cowok itu di depan. Saat motor Laskar berhenti di depannya, Efa menerima helm yang disodorkan lalu segera menaiki motor.
Dalam perjalanan menuju sekolahnya, Efa tidak mau berhenti berceloteh mengenai dua minggu dirinya menjalani pelatihan di Bogor.
“Terus kan waktu malam tuh ada acara api unggun. Seru banget loh, Bang. Di sana kita tanya-jawab, terus nyanyi sama-sama. Pokoknya Efa suka.” celetuk Efa lagi dengan suara yang agak besar karena suara kendaraan di sekitar mereka yang berisik.
Laskar hanya berdeham sebagai tanggapan. Dia sungguh tidak tertarik dengan cerita cewek itu.
Tak lama kemudian motor Laskar berhenti di depan sebuah gerbang yang sudah terbuka. Di atas gerbang tersebut terdapat tulisan SMA PANCASILA yang cukup besar.
Memang benar dirinya dan Efa tidak satu sekolah karena adik satu-satunya itu tidak mau satu sekolah dengannya lagi. Trauma saat mereka masih SMP.
Pada saat dirinya sekolah menengah pertama, semua siswi menyukai Laskar karena sifat dan tampangnya. Mengetahui Efa adalah adiknya Laskar, semua siswi-siswi itu pun memanfaatkannya untuk mendekati Laskar. Dan Efa tidak suka itu.
“Yah, Kakak-Kakak OSIS udah ada di depan lagi.” gerutu Efa sembari turun dari motor Laskar. “Gara-gara Abang Efa jadi terlambat.”
“Salah lo yang mau nebeng ke gue.” balas Laskar datar.
Efa merengut lalu menyodorkan helmnya. “Kalo gitu Efa masuk.”
Sesaat Laskar masih memerhatikan Efa yang kini berjalan mendekati dua orang pemuda yang berdiri di sisi gerbang yang tak jauh dari tempatnya.
“Pagi, Kak Gio dan Kak Pandu.” Sapaan Efa itu bahkan masih bisa Laskar dengar dengan jelas.
“Pagi, Fa. Ayo cepet masuk. Kamu terlambat lima menit.” cetus salah satu dari kedua cowok itu.
Tersadar, Laskar langsung menyalakan motornya lalu melajukannya menuju sekolahnya yang cukup jauh dari sana.
Bangke, gue juga terlambat. Rutuknya sambil mempercepat laju motornya.