17

718 Kata
Jaga jarak. Mungkin memang harus Rhea lakukan sejak bertemu dengan Laskar. Ucapan Bu Indah membuatnya kepikiran. Tapi percuma saja, ia tidak mampu menjaga jarak di antara mereka. Laskar benar-benar mampu membuat sisi di dalam dirinya hidup. Seperti saat ini. "Satu tambah satu, berapa?" Rhea menghela napas. "Dua." Laskar yang sedang bertopang kepala sambil menatap Rhea yang berada di sampingnya tersenyum kecil. "Salah. Jawabannya sebelas." "Ngaco, ah." "Kan gue gak bilang satu tambah satu sama dengan berapa. Gue tanya satu tambah satu berapa." "Laskar, itu pertanyaan terbodoh yang pernah gue denger." Rhea mendengus lalu kembali membaca novelnya. "Oh, ya?" Laskar menaikkan sebelah alisnya. Dia semakin bersemangat menganggu Rhea. Suasana perpustakaan yang selalu sepi dimanfaatkan mereka. Sebenarnya hanya Rhea yang berada di sana jikalau saja Laskar tidak datang dan merecokinya. Tiba-tiba Rhea bangun. Dia berjalan ke rak-rak buku lalu balik membawa beberapa buku. "Laskar, dari pada lo gak ada kerjaan kayak sekarang, mending lo belajar. Sebentar gue ngadain tes buat lo." Laskar terkekeh. "Gue dapet apaan kalau nilai tes gue bagus?"  Tantangan Laskar kembali mengambil atensi Rhea. Rhea menaikkan sebelah alisnya, lalu tersenyum tipis. "Gue akan kabulin satu permintaan dari lo." "Hm," Laskar mengangguk. Cowok itu bersedekap d**a sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. "Setuju." Rhea tidak konsen membaca novelnya lagi. Dia melirik Laskar yang nampak masa bodoh dengan buku-buku yang dia berikan. Gadis itu lalu mengedikkan pundak tidak acuh. Tidak mungkin Laskar bisa mendapat nilai yang bagus pada tesnya kali ini jika tingkah masa bodoh cowok itu masih seperti sekarang. *** "Lo udah belajar?" tanya Rhea saat tiba di rumah Laskar. Seperti biasa, dia disambut hangat oleh mama cowok itu. Laskar tidak menjawab pertanyaan Rhea membuat gadis itu yakin Laskar belum belajar. Maka dari itu dia ikut terdiam sembari mengeluarkan buku-buku dari dalam tasnya. "Gue kasih waktu satu jam buat lo." Rhea mengeluarkan LKS dan menaruhnya di hadapan Laskar. "Soalnya ada 30 nomor. Mm, atau lo mau tambah waktunya?" Laskar menyugar rambutnya lalu melirik Aureya. "Gak perlu." Katanya lalu mulai mengerjakan. Rhea menatap Laskar yang mengerjakan soal-soal itu dengan lekat. Dia ingin bertanya apakah Laskar bisa mengerjakannya atau tidak, tapi dia mengurungkannya sebab Laskar terlihat fokus. Akhirnya gadis itu memilih lanjut membaca novel sembari menunggu Laskar mengerjakan soal-soal tersebut. "Udah," Laskar melempar LKS tersebut ke Rhea, membuat gadis itu tersentak kaget. "Hah? Udah beneran?" Rhea segera mengecek jam. Baru 25 menit. Gadis itu jadi tidak yakin. Dengan cepat ia memeriksa jawaban Laskar satu persatu. Rhea langsung tertegun, sementara Laskar menunggu Rhea berbicara. "Gimana? Ada yang salah?" Rhea mendongak, menatap Laskar lekat. "Lo... gak nyontek, kan?" "Lo curiga gue curang?" Laskar menaikkan satu alisnya, yang dengan cepat dijawab Rhea dengan gelengan. Dia kembali meneliti cakaran Laskar. Cara cakarnya berbeda dengan apa yang dia ajarkan, tetapi tidak salah. "Gue tagih janji lo." Laskar tersenyum miring melihat perubahan ekspresi Rhea. "P-permintaan lo apa?" Laskar menyandarkan punggungnya pada sofa sambil tersenyum puas. "Kita nge-date." *** Rhea menatap sekelilingnya takjub. Dia jarang datang ke sini, ralat, tidak pernah. Game center adalah tempat di mall yang tidak pernah bisa dia jangkau walaupun mau. Sebab seperti biasa, papanya melarang. Saat asyik-asyiknya melihat sana-sini, Laskar menarik tangannya mendekati sebuah permainan bola basket, yakni street basketball. Laskar menatap Rhea. "Kita tanding, gimana?" Sontak Rhea menatap Laskar kaget. "T-tapi, gue gak pernah main." Laskar tersenyum sembari mengacak rambut Rhea. "Kalau gue kalah, gue bakal teraktir lo. Kalau lo kalah," Rhea melayangkan tatapan penasaran sebab Laskar menggantung ucapannya. Laskar pun kembali melanjutkan perkataannya, "Lo mesti ajarin gue dua hari dalam seminggu." Rhea mengangguk mengerti. Dia menatap permainan itu lalu Laskar bergantian. Sekarang mereka berdiri bersampingan dengan masing-masing mesin di hadapan mereka. Rhea menelan salivanya dengan bola yang sudah dia pegang, lalu mengambil ancang-ancang melempar bola. "Satu... dua..." Rhea menatap ring dengan fokus. "Tiga!" Tepat saat hitungan ketiga oleh Laskar, Rhea melempar basket-basket tersebut dengan cepat dan bersemangat. Menyenangkan, dia tidak menyangka hal yang selama ini tidak pernah dia sentuh semenyenangkan ini. Mereka berdua sampai di level ke 4. Bola yang hanya terdapat 4 itu terus Rhea lemparkan satu-persatu hingga waktu habis. Gadis itu menghela napas lelah, lalu menatap Laskar yang juga sudah selesai. Cowok itu mendekat lalu mengacak rambutnya. "Ayo pergi, lo menang." Mata Rhea berbinar. "Beneran?" Laskar terkekeh lalu mengangguk. Rhea yang melihat permainan lain seperti pump it up. Kemudian, keduanya tanpa sadar kembali menghabiskan banyak waktu di sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN