"Laskar, lo yakin gak pa-pa kita ke sini?"
Rhea mengedarkan pandangannya. Taman permainan anak-anak ini sangat sepi, mungkin karena waktu sudah menunjukkan petang. Langit pun sudah mulai berubah warna, dari biru cerah, menjadi kuning keoranyean.
Laskar tetap menarik Rhea membawanya ke sebuah ayunan. Rhea menatap Laskar sebentar, lalu duduk di sana. Cowok itu mengikutinya dengan duduk di ayunan sebelah.
Sesekali Rhea mengayunkan badannya, sehingga membuat ayunan itu bergerak. "Makasih,"
Laskar menatap Rhea lekat. Gadis itu mengulas senyum lalu melirik Laskar. "Makasih karena udah ngajak gue ke sana."
Kening Laskar mengerut. "Lo gak pernah ke sana?"
"Hm," Rhea mengangguk. "Papa gue gak izinin. Selama ini gue cuma belajar, belajar, dan belajar. Demi kebahagian orang tua gue."
"Terus lo dapet kebahagian lo dengan rajin belajar juga?"
Rhea terdiam sesaat. Dia menunduk. "Gue... gak tahu."
Laskar menatap langit. "Kebahagiaan orang tua ada pada kebahagiaan anaknya juga." Rhea tertegun mendengarnya. Laskar lalu menatap Rhea lagi. "Selain belajar, lo suka apa?"
Tanpa beban Rhea menjawab, "Gue suka main voli." Rhea menatap langit. "Yah, seperti yang bisa lo duga, Papa gue juga gak izinin. Mau gimana lagi?"
"Gue ahlinya voli. Percaya gak?"
Gadis itu tertawa. "Masa sih? Kalau lo ahlinya, gue juga dong."
Laskar tersenyum miring. "Mau buktikan itu nanti?"
Rhea menoleh menatap Laskar dengan senyuman lebar. "Siapa takut?"
Cowok itu terkekeh, lalu berdiri dan berjalan ke arah Rhea membuat gadis itu mengernyit bingung. "Lo mau apa?"
"Bersenang-senang. Pegangan."
"Aaaa! Laskar!!" Rhea menjerit begitu Laskar mendorong punggungnya sehingga badannya terhuyun ke depan bersama ayunannya. Semakin lama, dorongan Laskar semakin kuat. Dan Rhea pun menikmatinya.
***
"Thanks untuk hari ini,"
Laskar menatap Rhea lekat. "Lo yakin gak perlu gue antar sampai depan rumah?"
Rhea mengangguk pasti sembari melepaskan seatbeltnya. "Bisa berabe kalau Papa gue lihat gue pulang bareng lo. Gue aja tadi izinnya mau pertemuan sama Bu Indah."
"Nakal ya lo sekarang."
"Demi siapa gue gini?" Rhea mendengus lalu membuka pintu mobil Laskar. "Hati-hati di jalan." Laskar mengangguk lalu melajukan mobilnya.
Rhea tersenyum tipis, kemudian berjalan menuju rumahnya. Dia memang meminta Laskar untuk menurunkannya di depan komplek perumahannya saja. Dia tidak ingin Laskar dalam masalah. Papanya sangat tidak mentolerir dia bermain-main seperti tadi.
Gadis itu berjalan sembari menunduk. Senyuman kecil terbit di bibirnya mengingat kejadian sore ini. Sungguh menyenangkan.
Saat sampai di depan rumah, mata Rhea langsung disuguhkan dengan sebuah mobil yang familier. Rhea bergeming sesaat, lalu segera masuk ke dalam rumah. Benar saja, di ruang tamu Gio, pacarnya, duduk bersama Mamanya.
"Loh, Rhea? Baru selesai pertemuan?" Renata tersenyum mendapati sang anak.
Rhea mengangguk sembari duduk di salah satu sofa. "Iya." Pandangannya tertuju pada Gio. "Sejak kapan kamu di sini?"
"Sejak sejam yang lalu." Bukan Gio yang menjawab, melainkan Renata. "Temanin Gio gih, dia bela-belain nunggu kamu pulang. Tante ke dalam dulu ya,"
"Iya, Tan." Gio tersenyum.
Setelah Renata pergi, Gio menatap Rhea lembut. "Kamu baru pulang dari sekolah? Kenapa gak kasih tahu aku biar aku jemput?"
"Gak pa-pa, kok. Aku gak mau kamu kerepotan. Lagian, bukannya kamu juga lagi sibuk?"
"Sesibuk-sibuknya aku, gak mungkin bisa lupain pacar aku ini." Gio kembali mengulas senyum. "Rasanya udah lama gak bertemu kamu, aku kangen."
Rhea membalas senyuman Gio. "Aku juga."
"Kapan-kapan aku minta izin sama Om Dimas supaya kita bisa nge-date. Perpustakaan atau dinner mungkin?"
"Hm, ide yang bagus." Rhea memilin jemarinya yang berada di atas pahanya. Kencannya bersama Gio memang tidak jauh-jauh dari belajar. Hubungan keduanya datar. Tidak ada yang spesial dari setahun yang lalu.
"Oh, ya. Untuk olimpiade, selain kamu, ada anggota lain juga gak? Cowok mungkin?" Pertanyaan tiba-tiba Gio membuat Rhea mengernyit samar.
"Anggota lain? Enggak ada kok, cuma aku. Kenapa?"
"Mungkin aku salah lihat."
Rhea semakin penasaran. "Lihat apa?"
Gio menatap Rhea lekat. "Tadi di mall, sepintas aku lihat cewek mirip kamu. Gak begitu jelas sih karena ada cowok di sampingnya, nutupi ceweknya. Mereka pergi ke game center."
Rhea terdiam. Gio kembali mengulas senyum. "Tapi kayaknya penglihatanku salah. Mungkin saking kangennya sampai aku lihat cewek lain adalah kamu. Gak mungkin, kan, pacar aku ini pergi ke tempat seperti itu."
Rhea tersenyum tanpa membalas ucapan Gio. Lalu ada yang mengganjil dari ucapan cowok itu. "Buat apa kamu ke mall?"
Alis Gio terangkat sebelah diiringi senyuman. "Belanja kebutuhan acara yang akan datang. Kamu tahu sendiri kan, aku mau acara ini berjalan sesuai dengan rencana. Aku harus memastikan peralatan dan perlengkapannya dengan baik."
Gadis itu mengangguk mengerti sembari tersenyum. "Semangat, ya, ketos idaman." Gio pun terkekeh mendengar ucapan sang pacar.