53- Merah

1065 Kata
Jun menatap Jena dari tempatnya bersandar. Cowok itu melihat bahwa Jena sangat fokus pada buku di tangannya itu. Apalagi gadis itu katanya menjadi moderator dalam presentasi kali ini, maka tentu saja gadis itu harus fokus dan memahami tentang tugas kelompoknya. Sayang sekali Jun tidak satu kelompok dengan Jena. Cowok itu malah bersama Rehan berada di kelompok yang isinya semuanya anak laki-laki. Bahkan jika diibaratkan, Jun itu masuk ke sarang penyamun. Pasalnya, bukannya berkelompok dan membahas tugas, semua anak laki-laki di kelompok Jun malah sibuk membahas game. Kemudian semua tugas itu diserahkan kepada Jun yang notabene-nya adalah si Ranking Satu. Apalagi Rehan, yang bukannya memihak Jun, cowok itu malah ikut menyetujui ide tersebut. Benar-benar teman laknat. Jika sudah seperti ini, Jun lebih memilih untuk bergabung dengan kelompok Jena saja. Omong-omong tentang Jena, sejak pagi Jena bertingkah aneh. Gadis itu kentara sekali sedang menghindarinya. Namun entah karena apa. Padahal kemarin gadis itu masih baik-baik saja. Sebelum Jun mengatakan tentang ... "Karena gue gak suka lo suka sama dia, Jena." What! Cowok itu terkesiap dan seketika menutup yang tadi tengah dibacanya itu. "Tunggu! Apa gue salah bicara?" Jun bergumam sendiri. Padahal sebenarnya Jun tidak memiliki maksud lain dari kalimat yang diucapkannya kemarin sore itu. Ya, 'kan? Ia memandang kembali ke arah Jena berada, namun gadis itu sudah tidak ada di tempatnya tadi. Entah menghilang ke mana, namun yang jelas, sepertinya Jun harus menjelaskan kepada Jena saat ini juga tentang arti ucapannya. Namun baru saja selangkah ia hendak mencari Jena, tiba-tiba ia mengingat sesuatu. Sekelebat bayangan wajah kemenangan Bayu yang muncul itu mendadak membuat Jun menghentikan langkahnya. "Tapi gue harus bikin Jena mengalihkan perasaannya," batin Jun bergejolak. Maka dengan sekali hentak, cowok itu langsung mengembalikan buku yang tadi ia baca itu kembali ke tempatnya semula, dan segera pergi. Ia hendak mencari Jena. Seiring tapak sepatunya yang bersentuhan dengan lantai perpustakaan, Jun berpikir dalam hati. Jika memang itu adalah satu-satunya cara, maka Jun harus melakukannya. Ya, ia harus membuat Jena ... jatuh cinta padanya. Mata cowok itu mengedar. Ia mencari Jena dan menelusuri satu per satu lemari buku yang berjejeran itu. Dengan sebelah tangan yang ia masukkan ke dalam saku celananya, cowok itu memfokuskan dirinya untuk mencari keberadaan Jena. Dan ketika langkah Jun mendekati lemari buku yang bertuliskan "Peradaban Manusia" itu, akhirnya ia dapat tersenyum lebar. Ia berhasil menemukan Jena. Jena berada di depan lemari buku yang jaraknya cukup jauh dari tempat gadis itu duduk tadi. Dan gadis itu tampak kesusahan. Gadis itu tengah berusaha untuk menjangkau sebuah buku di bagian atas lemari. Namun sesuai tinggi badannya yang minimalis, tentu saja gadis itu tak bisa menggapai buku yang ia inginkan itu. Dan itu merupakan celah bagi Jun. "Ih, susah banget, sih!" Jena masih berusaha untuk mengambil buku bersampul coklat yang bertuliskan 'Sejarah dan Manusia' itu. Ia berulang kali berganti posisi agar tangannya dapat meraih buku itu, namun tetap saja tidak bisa. Maka kali ini, ia putuskan untuk mendekati menyerah. "Okey, kalau percobaan terakhir ini gak bisa keraih juga, gue ambil kursi aja buat ambil," putusnya sebelum ia kembali meraih buku tersebut. Namun baru saja tangannya terangkat, hendak meraih buku tersebut, ada sebuah tangan lain yang terjulur di atas kepalanya. Kemudian tangan itu dengan mudahnya mengambil buku tersebut dari rak di atas kepala Jena. Hingga membuat Jena tertegun untuk beberapa saat. "Lo emang bener-bener pendek, ya, Jen." Suara itu terdengar di atas kepala Jena. Suara yang familier, dan sangat sering ia dengar. Suara yang selalu terdengar di mana pun ia berada, meskipun si pemilik suara sedang tak ada bersamanya. Suara itu, adalah milik orang yang sangat dikenalnya. Sesaat Jena berdoa agar ia tak pingsan ketika membalik badannya. Gadis itu harus menunggu selama beberapa detik sebelum akhirnya membalik badannya, dan ketika Jena membalik badannya, ia bertemu pandang dengan si pemilik suara. Jun. "Ngambil buku ini aja gak bisa." Di hadapan Jena, Jun terkekeh hingga menampilkan garis di matanya. Ia lalu melambai-lambaikan buku itu ke hadapan Jena. Dari jarak yang sangat dekat itu, Jena dapat melihat wajah ganteng Jun yang dikagumi oleh seisi sekolah itu. Dan rasanya .... ia hampir terkena serangan jantung untuk sesaat. "Jantung gue!" *** Jena masih tertegun untuk beberapa saat, sebelum akhirnya Jun kembali melambai-lambaikan lagi buku itu ke hadapan wajah gadis di depannya itu. "Kenapa bengong, Jen? Lo gak mau bukunya?" Meski sempat tertegun untuk beberapa saat, namun akhirnya Jena berhasil mengumpulkan kesadarannya itu. Gadis itu mengerjapkan kedua matanya dan benar-benar sadar. Ia kini beralih menatap buku yang mengambang di depan wajahnya itu dan langsung merebutnya. "Sini!" serunya. Mendadak menjadi salah tingkah dan kebingungan sendiri apa yang harus ia lakukan. Hal itu lah yang tengah dirasakan oleh Jena sekarang. Jun yang mendengar seruan Jena itu tiba-tiba mencebik bibirnya. "Ih, kok lo sewot?!" Cowok itu berganti bersikap judes. Jena benar-benar salah tingkah. Entah apa yang dilakukan Jun kepadanya, tetapi yang jelas saat ini Jena merasa bahwa jantungnya sudah berdebar sangat kencang. Sampai membuatnya sesak. Ia ingin pergi dari tempat itu, namun rasanya kakinya tak bisa diajak berkompromi. Maka berakhirlah Jena dengan berdiri mematung di tempatnya kini. "Wajah lo kenapa jadi merah?" Jena yang tadi sedang melamun itu kini mendongak, dan sepenuhnya menatap Jun. Anehnya, entah kapan tepatnya Jena tidak tahu bahwa Jun sudah menundukkan kepalanya agar bersejajar dengan wajahnya. Cowok di depan Jena itu bahkan melangkah lebih dekat kepadanya. Yang langsung membuat Jena reflek memundurkan langkah kakinya itu dan punggungnya membentur lemari. Jun yang tadinya hanya memandangi Jena kini malah mengangkat tangannya, dan tanpa sadar menyentuh pipi Jena. "Wajah lo merah, apa lo sakit?" Blush Jena tak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Benar-benar tidak tahu. Namun yang jelas, sekarang pipinya yang memerah itu pasti karena ulah darah yang dipompa sangat cepat dari jantungnya itu. "Kita ke UKS, ya?" tanya Jun sekali lagi. Tangannya justru meraba ke kening Jena dan mencoba membandingkan suhu tubuh mereka itu. Jena akhirnya kembali ke kesadarannya itu. Kemudian gadis itu mengerjapkan matanya berulang kali sebelum akhirnya menepis tangan Jun dari wajahnya. "Apaan sih!" Jena berseru dengan galak. Kemudian dengan sekali hentak ia berhasil mendorong tubuh Jun menjauh darinya, dan dengan cepat gadis itu berjalan meninggalkan sahabatnya itu. Ia berjalan cepat sembari menundukkan kepalanya itu dan merutuki dirinya sendiri yang sudah memalukan. "Eh! Jena tunggu!" Jun mencicit agar suaranya tak terdengar oleh yang lainnya. Lalu sedetik kemudian cowok itu tersenyum senang. Ia sudah berhasil. Ia berhasil membuat Jena salah tingkah. Maka, artinya Jun hanya perlu melakukan cara yang lain lagi untuk mengalihkan perasaan Jena. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN