"Karena gue gak suka lo suka sama dia, Jena."
"Karena gue gak suka lo suka sama dia, Jena."
"Karena gue gak suka lo suka sama dia, Jena."
Ucapan Jun terus terngiang-ngiang di ingatan Jena. Gadis itu sampai tidak bisa tidur malam ini. Bahkan akhirnya Jena berakhir dengan terus membolak-balikkan tubuhnya di atas kasur dengan membuat bed cover-nya berantakan.
"Karena gue gak suka lo suka sama dia, Jena."
"Aaaaaa!!!! Cukup!" Jena berseru sembari bangkit dari tidurannya itu yang akhirnya tak kunjung berhasil untuk membuatnya benar-benar tidur. Gadis itu menepis keringat di pelipisnya yang terus saja mengalir. Dengan posisi duduk sekarang, Jena memandang pada deretan foto dirinya dan Jun di atas nakasnya.
"Tunggu, maksud kalimat Jun tadi sore itu ... gak ada maksud lain, 'kan?" tanya Jena dengan gusar. Ia masih mengarahkan pandangannya pada salah satu bingkai foto dirinya dan Jun yang diambil sewaktu kelulusan SMP.
Di dalam foto itu Jun dan Jena tersenyum cerah dengan dua jari yang diarahkan ke kamera. Foto itu adalah foto yang bagus di antara foto yang lainnya saat hari kelulusan, karena Jun tidak suka berfoto dan selalu menghindari kamera saat itu.
"Jun ..." Jena menggumam lagi.
Matanya kini benar-benar menatap pada sosok sahabat masa kecilnya itu.
"Ya, gue yakin Jun gak punya maksud lain dari kalimat tadi sore itu." Jena kini mengalihkan tatapannya dan beralih dengan menatap udara kosong di hadapannya.
Gadis itu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Paling Jun cuma gak suka biasa doang, 'kan, seperti biasanya. Iya, semua orang juga tahu kalau Jun dan Bayu itu rival, semua orang juga tahu kalau mereka berdua gak pernah akur dan gak menyukai satu sama lain."
Jena terus saja meracau sendirian di atas kasur dalam kamarnya. Tak menghiraukan jam yang sudah menunjuk pukul satu dini hari, di mana ia harus secepatnya untuk tidur.
Jena mencoba untuk terus meyakinkan dirinya sendiri akan semua kemungkinan-kemungkinan tentang Jun.
Cowok itu .... tidak mungkin menyukainya, 'kan?
"Apa?! Apa barusan aja gue mikir Jun suka sama gue?!" Jena berseru pada dirinya sendiri sembari menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Gila lo, ya, Jen! Jun gak mungkin suka sama lo!" Jena terus merutuki dirinya sendiri.
Namun semakin gelengan kepalanya itu, ia semakin ragu. Pasalnya ketika mengingat lagi tatapan yang diberikan Jun sore tadi, Jena pun akan berpikiran lain. Tatapan mata yang Jun berikan pada Jena itu benar-benar berbeda dari biasanya. Bahkan Jena tak pernah melihat tatapan itu sebelumnya dari diri Jun.
Cowok itu seolah mengucapkan kalimat itu bersamaan dengan menyatakan perasaannya.
Tadi sore saja, Jena sampai harus berjalan cepat mendahului Jun setelah cowok itu mengucapkan kalimat itu. Jena mendadak merasakan ada yang aneh dengan jantungnya. Jantung di balik seragamnya itu berdetak kencang ketika melihat tatapan mata Jun dan mendengar kalimat yang diucapkannya. Sangat aneh. Sebelumnya ia tak pernah seperti ini karena Jun.
"Tunggu! Kenapa pas mikirin kejadian sore tadi, sekarang jantung gue juga berdetak cepat?" Jena berujar lagi sembari meraba sesuatu di balik baju tidurnya.
Gadis itu menelan ludahnya susah payah sekarang. Mendadak ia mulai merasakan kekhawatiran.
"Apa gue yang mulai suka sama Jun, dan bukan Bayu lagi?" Jena menggumam lirih.
Sekelebat bayangan wajah Jun yang tersenyum tiba-tiba hinggap di ingatannya. Namun detik berikutnya, Jena menggelengkan kepalanya. Lagi-lagi ia berseru heboh di tengah malam.
"Enggak! Enggak mungkin! Gue sukanya sama Bayu, bukan Jun!"
"TIDUR, JENA! UDAH MALEM!"
***
Jena terus saja membalut kedua belah matanya dengan kapas yang ia basahi dengan air dingin. Kapas itu sengaja ia bawa ke sekolahnya karena Jena tahu bahwa akan terjadi pembengkakkan yang parah pada kedua belah kelopak matanya itu.
"Mata lo kenapa?"
Jena melepas kapas di atas kelopak mata sebelah kanannya dan mendapati bahwa Fina tengah berada persis di depan wajahnya. Fina tengah mengamati matanya yang meembengkak itu.
"Sampai bengkak begitu, lo abis nangis? Atau begadang semalem?" tanya Fina lagi. Ia masih penasaran akan mata Jena.
Mendengar pertanyaan itu sontak Jena pun melepaskan kapas di mata yang sebelah kiri. Kemudian menatap Fina. "Oh, gak apa-apa. Semalem gue gak bisa tidur." Jena menjawab dengan asal.
Kemudian Fina hanya bisa mengangguk-anggukkan kepalanya itu berulang kali sembari membulatkan bibirnya. Ia kembali fokus kepada buku paket di atas meja di depannya itu. Lalu mengedarkan tatapannya kepada deretan rak buku berbagai macam judul itu sembari mencari buku lain.
Ya, saat ini mereka tengah berada di perpustakaan. Mencari sumber untuk tugas kelompok pelajaran Sejarah. Fina, Jena dan Karina berada dalam satu kelompok, sedangkan para cowok di kelompok lain.
Sebenarnya malah bagus seperti itu, karena Jena masih mencoba untuk menenangkan hati dan pikirannya itu. Tidak bagus jika ia satu kelompok dengan Jun.
"Kenapa lo begadang? Kita 'kan gak ada tugas atau PR kemarin?"
Tiba-tiba Karina yang berada di samping Jena itu ikut penasaran. Gadis itu memandang Jena dari samping sembari terus menatap pada kedua mata Jena yang membengkak.
Sebelum Jena menjawab kalimat pertanyaan dari Karina itu, gadis itu sempat menarik napasnya sesaat. "Gara-gara Jun," gumam Jena dengan lirih. Ia menundukkan kepalanya untuk mencoba memahami teks kalimat dalam buku Sejarah yang ia ambil itu, namun tak masuk-masuk ke otaknya.
"Jun?" Karina mengulang kembali jawaban Jena. Gadis itu kebingungan memandang Jena.
Bagaimana bisa Jena begadang semalaman hingga membuat matanya membengkak seperti itu karena seorang cowok yang tak lain dan tak bukan adalah Jun?
Jena sontak mendongak. Ia terkesiap sesaat. Tak menyadari bahwa ia tidak sengaja menggumamkan nama Jun.
"Ee- Itu- maksud gue ..." Jena kebingungan mencari alasan. Dan ketika ia mengedarkan tatapannya untuk mencari alasan, ia malah melihat cowok yang tengah menjadi bahan pembicaraan mereka itu kini sedang bersandar pada rak besar sembari membaca sebuah buku.
Jun yang fokus membaca sebuah buku di tangannya dengan menyandarkan tubuhnya ke rak buku, benar-benar pemandangan surgawi. Pantas saja sedari tadi banyak siswi dari kelas lain yang mencuri pandang pada cowok itu.
Jena sontak mengalihkan tatapannya dan langsung memandang Karina lagi.
"Kemarin Jun abis ngomong kalimat serem ke gue, makanya gue gak bisa tidur jadinya." Jena akhirnya berhasil mencari alasan. Dan bernapas lega ketika Karina akhirnya hanya menganggukkan kepalanya.
Karina tampak memaklumi alasan Jena itu. Lalu gadis itu kembali fokus ke bukunya.
"Iya, ngomong serem." Jena membatin dalam hatinya. Ia kembali fokus pada buku paketnya. "Ngomong tentang perasaannya itu, serem 'kan?"
***