Semua pikiran buruk hinggap di otak Jena. Gadis itu terus memikirkan banyak hal seiring langkah kakinya yang berjalan dengan cepat menuju ruang OSIS. Gadis itu sudah berpikir yang tidak-tidak tentang Jun dan Bayu yang tengah berseteru saat ini. Entah karena apa, namun yang jelas Jena tahu ini ada kaitannya dengan dirinya.
"Jun gak mungkin mukul Bayu, 'kan?" Jena bertanya pada dirinya sendiri.
"Enggak! Yang ada bisa aja Bayu yang mungkin mukul Jun, 'kan?!" tanyanya lagi.
Ia mengabaikan tatapan murid-murid lain yang masih ada di sekolah jam segini.
Gadis itu kemudian menggelengkan kepalanya dan mengusir semua pikiran buruk itu. "Enggak-enggak! Jun maupun Bayu gak akan saling mukul terlebih dahulu karena mereka harus memikirkan imej masing-masing! Iya! Gue yakin itu!"
Jena kemudian menatap koridor di depannya yang menghubungkan dengan ruang yang ia tuju itu. Rasanya sangat lama sekali untuk sampai ke sana. Benar-benar terasa jauh padahal ruang OSIS masih berada di lantai satu. Lantai yang sama dengan ruang ekskul Teater.
"Jena!"
Ketika Jena tengah memfokuskan dirinya pada papan penunjuk ruang OSIS yang sudah terlihat itu, ia melihat Rehan tengah melambaikan tangan kepadanya. Seolah memanggilnya untuk datang secepatnya, eh tunggu, atau ... mengusirnya?
Rehan tidak mungkin mengusirnya jika tadi malah cowok itu yang menyuruhnya untuk datang 'kan?
"Iya!"
Jadi Jena dengan cepat bergegas mendekati ruang OSIS itu.
Ketika gadis itu telah berada tepat di samping pintu ruang OSIS dan hendak menanyakan apa yang terjadi kepada Jun juga Bayu pada Rehan, Jun tiba-tiba muncul dari dalam ruangan. Cowok itu terkejut melihat Jena yang bahkan ada di sana.
"Jena?" Jun mengubah raut wajahnya yang tadi serius itu dan kini tersenyum menatap Jena. "Lo kenapa bisa ada di sini?" tanyanya lagi.
Jena yang sedang mengatur napasnya itu pun langsung memegang tangan Jun. "Lo .... Bayu ... kalian ..." Ia terbata-bata sembari panik.
Jena langsung menelan ludahnya susah payah dan menarik napasnya sebelum akhirnya membenarkan kalimatnya. "Lo sama Bayu gak kenapa-napa, 'kan?" tanya gadis itu pada Jun.
Jun terkekeh. Kemudian mengacak rambut Jena. "Lo pikir gue sama Bayu kenapa?" tanyanya. Cowok itu terkekeh lagi hingga menyipitkan matanya sendiri. "Gak apa-apa, Jen."
Jena mengerut dahinya. Namun saat ia baru saja hendak menanyakan kalimat lain lagi, Bayu tiba-tiba ikut ke luar dari ruangan itu. Kini berkumpullah kelima orang itu di depan ruang OSIS.
"Bay, lo gak apa-apa?" Zaldi adalah orang yang menanyakan kalimat itu pertama kali.
Ia tadi sudah sangat khawatir ketika hanya bisa mengintip dari balik pintu. Pun sangat khawatir saat melihat Bayu mencengkram kerah seragam Jun, takut-takut jika sampai Bayu akhirnya kehilangan kendali emosinya dan memukul Jun.
Seorang Ketua OSIS tidak boleh terlibat masalah kesiswaan apalagi berkaitan dengan pertengkaran atau pemukulan.
"Gak apa-apa, kok. Gue pikir lo udah pulang dari tadi." Bayu yang gantian mengerut dahinya. Ia menatap Zaldi dengan bingung dan ketika ia mengalihkan tatapannya, ia tak sengaja melihat Jena.
"Jena?" Mata Bayu langsung berbinar, dan sebuah senyum langsung terbit di sana. "Ngapain lo di sini?"
Jena mengerjapkan matanya berulang kali. Ia pun bingung saat ini. Karena nyatanya yang dikatakan oleh Rehan tentang Jun dan Bayu itu tidak ada benarnya. Nyatanya Jun dan Bayu saat ini baik-baik saja.
Mendapati kenyataan bahwa ia tadi dibohongi oleh Rehan, Jena langsung menatap si tersangka. "Ih, gue ke sini karena Rehan!" Jena menggeplak lengan Rehan dengan keras.
Rehan langsung mengaduh kesakitan. "Ya abis, tadi kalian berdua benar-benar bikin was-was. Bukan salah gue!" Ia melempar alibi.
Jun langsung menggelengkan kepalanya. "Han, Han."
"Gue sampai ninggalin rapat Teater dan izin balik duluan demi ke sini." Jena mencebik bibirnya. Jalan kakinya yang cepat tadi sia-sia. Ia bahkan sekarang merasa sangat bersalah karena meninggalkan rapat dengan semena-mena.
Semua kekhawatirannya sia-sia. Jadi untuk apa tadi Jena mengkhawatirkan banyak hal?
"Lo emang bilang apa tadi sampai Jena buru-buru ke sini?" Jun gantian mencubit lengan Rehan satunya.
Rehan mengusap cubitan Jun itu dan langsung menyengir kuda. "Gue bilang kalau bakalan ada perang dunia ketiga."
Jun dan Bayu langsung bersitatap dan terkekeh bersamaan. Mereka bersamaan tertawa.
Mungkin mereka bermusuhan di belakang Jena, namun di depan Jena, mereka harus baik-baik saja. Mereka tidak bisa membuat Jena khawatir yang akan berdampak pada kesehatan gadis itu.
"Jalan cepat gue kesini jadi sia-sia dong. Gak enak juga gue pulang duluan. Gara-gara Rehan!" Jena mengangkat tangannya berpura-pura hendak memukul cowok itu.
Rehan pun hanya bisa terkekeh. Sedangkan Jena justru masih mencebik bibirnya.
"Ya maap!" Rehan berseru sembari menyengir kuda.
"Tapi bener 'kan kalian berdua gak berantem?" tanya Jena lagi memastikan untuk ke sekian kalinya. Gadis itu menatap Jun dan Bayu bergantian.
Dan kedua cowok itu langsung menggelengkan kepala masing-masing.
"Gak kok."
"Enggak, Jen."
Keduanya justru saling bersahutan. Dan ketika mereka tak sengaja bersitatap, keduanya justru langsung mengalihkan tatapan masing-masing sembari masih tertawa sumbang.
"Syukur deh kalau gitu." Jena mengelus d**a. Gadis itu kini dapat tersenyum dengan lebar.
Yang tanpa Jena sadari, Jun sedari tadi memelototi Rehan yang sudah sembarangan bertindak itu. Sedangkan Rehan malah mengangkat kedua tangannya ke atas sebagai simbol rasa bersalahnya.
"Ya udah, karena lo udah terlanjur pamit pulang, gimana kalau kita pulang bareng aja yuk. " Jun memandang Jena dengan senyum lebarnya. Sesaat kemudian cowok itu dengan cepat membalik badan Jena agar berjalan mendahuluinya.
Jena tentu saja sempat menoleh ke belakang terlebih dahulu untuk menatap Bayu dan melambaikan tangannya pada cowok cowok itu. "Dah, Bayu!"
Sesudah itu Jena dan Jun kembali melangkahkan kaki masing-masing diikuti Rehan di belakang mereka.
Bayu hanya bisa melihat punggung ketiganya dengan tatapan sendu. Tidak seperti dirinya, Jun bisa setiap hari berangkat dan pulang sekolah bersama dengan Jena. Dan entah mengapa, mendadak ia merasa iri.
"Yuk, Bay. Kita juga balik." Zaldi yang sedari tadi sudah menunggu Bayu, pun akhirnya bisa bernapas lega dan hendak melangkah untuk pulang ke rumah.
Namun sebuah seruan membuat langkah kaki Zaldi itu terhenti.
"Jena!"
Dan ketika Zaldi menoleh, ia melihat Bayu masih tak beranjak dari tempatnya. Seruan di depan pintu OSIS itu adalah seruan dari Bayu. Cowok itu terlihat memandangi punggung Jena yang setelah dipanggil, gadis itu sontak membalik badannya. Pun dengan Jun dan juga Rehan yang ikut membalik badan.
Jena mengerutkan dahinya bingung ketika ia membalik badannya untuk menatap Bayu. Namun meski begitu, gadis itu tetap tersenyum. "Ya, Bayu?" tanyanya.
Ada senyum yang terpancar dari wajah Bayu sebelum cowok itu mengucapkan kalimat selanjutnya.
"Lo mau pulang bareng sama gue, Jena?" tanya cowok itu.
Dan semua orang yang ada di sana pun terkejut.
***