Jun menghela napasnya berulang kali. Cowok itu tampak kesal sendiri namun ia tak tahu karena apa. Mungkin karena jalanan hampa di depannya, atau karena hawa dingin angin sore yang menusuk kulit tangannya yang tak tertutupi itu. Menghela napasnya sekali lagi, cowok itu kemudian menatap ke samping kirinya, di mana seharusnya ada Jena di sana. Namun kini hanya lah kosong. Tak ada siapapun di sana.
Jena yang biasanya selalu pulang bersama dengannya itu hari ini tak bisa pulang bersama dengannya. Hari ini ia harus pulang ke rumah dengan berjalan kaki sendirian.
Semuanya gara- gara Bayu.
"Jena!"
"Lo mau pulang bareng sama gue, Jena?"
Padahal wajah Jena tadi tampak bingung. Gadis itu terlihat bimbang untuk memilih akan pulang bersama dengan Jun atau Bayu. Wajah gadis itu tampak bingung , mungkin merasa bersalah jika meninggalkan Jun dan memilih Bayu atau sebaliknya. Entah mengapa sekarang Jena terlihat memikirkan perasaan keduanya.
Tidak seperti sebelumnya, di mana Jena akan dengan senang hati memilih Bayu dibanding Jun. Kini Jena terlihat lebih memperhatikan perasaan keduanya.
Kalau saja tadi Jun tidak mengatakan bahwa ia akan pulang bersama dengan Rehan, dan mendorong Jena agar pulang dengan Bayu, mungkin saja Jena akan memihaknya. Mungkin saja Jena ... lebih memilih untuk pulang bersama dengannya.
Nyatanya bukannya pulang bersama Rehan, Jun justru pulang sendirian. Dan mendadak ia merindukan Jena yang biasanya selalu pulang bersamanya itu.
"Okey! Sudah lah Jun. Anggep aja lo ngalah sekali ini aja. Besok- besok lagi, lo gak boleh ngalah buat Bayu," ucap Jun pada dirinya sendiri sembari tersenyum yang dipaksakan. Ia menendang dedaunan kering di aspal jalan.
Jun mendongakkan kepalanya. Cowok itu menatap langit sore yang tampak mendung itu. Sepertinya akan hujan. Maka ia harus bergegas dan mempercepat langkah kakinya itu, jika tidak ingin pulang dalam keadaan basah kuyup nanti.
Jena pasti saat ini telah pulang ke rumahnya bersama Bayu. Dan Jun jamin, pasti gadis itu akan bahagia karena bisa pulang bersama dengan si Ketua OSIS sore ini.
°°°°°°
Bayu memarkir motornya di depan halaman rumah Jena. Ia tersenyum dengan lebar ketika menerima helm yang Jena berikan dengan senyum tak kalah lebar. Setelah meletakkan helmnya ke stang motornya, cowok itu kembali tersenyum menatap Jena.
"Makasih ya, Bayu." Jena tersenyum dengan lebar. Gadis itu menyampirkan rambutnya yang berterbangan itu ke telinganya.
Bayu yang masih mempertahankan senyumannya itu pun menganggukkan kepalanya. "Iya, sama- sama," jawab cowok itu.
Cowok itu menatap Jena yang tampak tak biasanya itu. Jika biasanya Jena akan tersenyum cerah dan terlihat bahagia saat bersama Bayu, kini gadis itu lebih diam. Pun ketika tadi mereka berboncengan motor. Jena tak banyak berbicara, justru Bayu yang paling aktif membuka topik obrolan.
Jena seperti tengah memikirkan sesuatu. Namun Bayu tak tahu pasti apa yang dipikirkan gadis itu.
"Lo hati- hati di jalan, ya." Jena akhirnya kembali tersenyum lebar. Gadis itu menatap ke motor Bayu yang terparkir di sampingnya sembari melanjutkan kalimatnya. "Jangan ngebut- ngebut." Setelah mengucap itu, Jena terkekeh pelan.
Bayu menganggukkan kepalanya. Meskipun ia merasakan ada yang aneh dengan Jena hari ini, namun tetap saja ia memilih mengabaikan hal itu. Ia tersenyum. "Oke," ucapnya.
Setelah melihat Bayu menjawab, Jena pun membalik badannya hendak melangkah memasuki rumahnya. Namun Bayu mencegah langkah kakinya lebih dalam memasuki rumahnya.
"Jen."
Jena sontak menghentikan langkahnya. Gadis itu membalik badannya. Kembali menatap Bayu dengan kerutan di dahinya.
"Heum?"
Bayu mengulum bibirnya ketika memikirkan apa yang akan ia katakan kepada Jena. Ia menunduk menatap sepatunya sebentar. Sebenarnya ia bingung hendak mengatakan apa kepada Jena, hanya ingin lebih lama bersama gadis itu.
"Ya, Bay?" tanya gadis itu lagi ketika Bayu hanya diam.
Berikutnya Bayu tersenyum sembari mengangkat kepalanya lagi. "Gue boleh tanya sesuatu?" tanyanya.
Ya, ada yang mengganjal di benaknya sedari tadi. Ada yang membuat Bayu sampai kepikiran seharian ini. Tentang Jena dan Jun.
"Boleh. Mau tanya apa?" tanya Jena lagi. Gadis menanti pertanyaan yang akan Bayu katakan itu.
Bayu sejenak terdiam, sebelum akhirnya cowok itu membuka suaranya.
"Tentang lo dan Jun ..." Ia menjeda sebentar untuk melihat ekspresi wajah Jena. Namun selanjutnya langsung melanjutkan kalimatnya.
"... kalian berdua itu gak mungkin saling suka, 'kan?"
Akhirnya Bayu berhasil menanyakan kalimat itu. Meskipun susah payah.
Jena tampak terkesiap begitu mendengar Bayu menanyakan hal itu. Random. Pertanyaan itu sangat random, dan tak pernah Jena duga akan Bayu tanyakan.
Tanpa sadar, Jena meremas tali tasnya. Ia terdiam sejenak sembari memikirkan jawaban dari pertanyaan Bayu itu.
"Ahaha, pertanyaan gue random banget, ya?" Bayu tiba- tiba terkekeh sendiri. Cowok itu merasa malu sekarang.
"Lo lupain pertanyaan gue aja, Jen," sambung cowok itu lagi. Ia mengibaskan tangannya.
"Enggak." Jena menggeleng. "Gue sama Jun gak akan bisa saling suka."
Bayu terdiam dan terkekeh lagi begitu mendengar jawaban gamblang dari gadis di depannya itu. Kemudian menunggu kelanjutan kalimat gadis itu.
Jena tersenyum lebar memandang Bayu. Selanjutnya ia terkekeh. "Gue sama Jun saling suka? Gak mungkin, lagi!" serunya sambil mengibaskan tangannya. "Gue sama Jun itu udah sahabatan sejak masih kecil, kita udah kayak keluarga malah. Jadi gak mungkin gue dan dia bersama," sambungnya lagi.
Bayu masih terdiam di tempatnya. Ia sengaja diam, agar Jena dapat leluasa memberi jawaban.
"Lagipula, lo tahu 'kan kalau gue suka sama lo? Satu sekolah pun tahu itu, kalau gue suka sama lo. Jadi kenapa bisa gue suka sama Jun?" Jena tertawa renyah di akhir kalimatnya. Ia menatap Bayu dengan geli.
Bayu membuka bibirnya. "Ah, iya."
Jena mengangguk berulang kali. "Iya." Gadis itu menekankan kalimatnya. Seolah bertindak agar Bayu mau percaya kepadanya.
Mendengar penekanan dari Jena, Bayu pun hanya bisa tersenyum. Namun dalam hatinya, ia masih bertanya- tanya.
Benar, 'kan? Bayu benar tidak perlu khawatir dengan hal itu bukan?
Melihat diamnya Bayu, Jena pun langsung menginterupsi semua pikiran cowok itu.
"Gue masuk dulu, ya. Udah sore." Jena menatap ke dalam rumahnya sembari melirik jam tangannya. "Lo hati- hati di jalan." Ia melambaikan tangannya pada Bayu.
Bayu hanya menggumam pelan dan menganggukkan kepalanya.
Tepat setelah itu, Jena akhirnya benar- benar melangkah pergi ke dalam rumahnya, dan meninggalkan Bayu sendirian di halaman rumahnya.
Bayu hanya bisa memandangi jejak Jena di sana, pun saat akhirnya Jena memasuki rumahnya itu tanpa pernah menoleh lagi.
Benar. Bayu seharusnya tidak perlu khawatir dengan hal itu.
"Tetapi kenapa gue khawatir, ya, Jen?"
°°°°
Bayu tak pernah tahu bahwa Jena sebenarnya sedari tadi berdiri di balik pintu masuk. Gadis itu bersandar pada pintu kayu itu, sembari terus memegangi d**a kirinya.
Sebenarnya, sama seperti Bayu, Jena pun menanyakan kalimat yang sama di dalam hatinya.
Benar, 'kan, kalau memang ia masih menyukai Bayu?
Benar, 'kan, Jena tidak beralih dan malah menyukai Jun secepat itu?
°°°°