60- Berangkat Lebih Dahulu

1212 Kata
"Jena udah berangkat sekolah, Tante?" Jun terkesiap selagi ia menanyakan kalimat tersebut kepada Marlina, Mama Jena itu. Cowok itu kebingungan mendengar pernyataan dari Marlina tentang berangkatnya Jena ke sekolah seorang diri. "Jena sendirian, Tante? Atau dia sama Bayu?" Jun kembali bertanya. Cowok itu mengerutkan dahinya dalam-dalam. Selanjutnya cowok itu menatap ke sekeliling rumah Jena, dan memang tak ada tanda-tanda Jena di sana. "Bayu?" Marlina mengerutkan dahinya. Lalu detik berikutnya wanita itu menepuk tangannya sendiri. "Oh, iya kali. Soalnya tadi pagi Jena buru-buru. Malah Tante kira dia yang nyamper ke rumah kamu duluan, Jun." Marlina menjawab pertanyaan cowok berusia tujuh belas tahun itu. Jun mendadak diam. Ia tak menanyakan apa-apa lagi. Mungkin memang benar Jena berangkat bersama dengan Bayu. "Eh, tapi ...." Jun yang menundukkan kepalanya tadi, kini mendongak menatap Mama Jena itu. Kemudian menunggu kelanjutan kalimatnya. "... tapi kok Tante gak ngelihat motornya Bayu sama sekali, ya? Kalau misalkan Bayu jemput Jena, seharusnya 'kan Tante tahu," sambung Marlina lagi. Ia kini menatap Jun dengan bingung. Mendadak menjadi bingung sendiri. "Nah, pasti ini Jena diam-diam ketemuan sama Bayu di gang depan!" Kemudian wanita berambut panjang yang telah melahirkan Jena itu mengumpat dengan matanya. Jun yang melihat dan mendengar semua perkataan Marlina itu tiba-tiba terkekeh. Ia tak mungkin membuat Mama Jena itu malah bingung, dan menjadi kepikiran. Jadi Jun segera membuka suara lagi. "Ya udah, Tante. Kalau begitu Jun berangkat dulu, ya." "Eh, enggak sarapan dulu, Jun? Kamu belum makan, 'kan?" Marlina sontak tersentak dan tersadar bahwa sedari tadi ia dan Jun berada di depan pintu masuk. Bahkan ia sedari tadi belum mempersilakan cowok berseragam pramuka itu untuk duduk. Jadi tentu saja Marlina merasa bersalah, dan kembali berujar, "Masuk dulu, yuk, duduk dulu." Jun sontak mengibaskan tangannya seraya menolak dengan halus. "Enggak usah, Tante. Jun mau langsung berangkat aja, takut telat." Ia berpura-pura melirik jam tangannya untuk memastikan waktu. Setelah mengucapkan kalimat itu cowok berponi rata itu pun segera menyalimi tangan Marlina dan bergegas pergi. Ia melambaikan tangannya kepada Marlina dan ke luar rumah. Ia harus segera berangkat ke sekolah. Jika memang Jena berangkat ke sekolah bersama dengan Bayu, mengapa gadis itu tak memberi tahunya sama sekali? Apa yang sebenarnya sedang direncanakan oleh Bayu? *** Rencananya, Jun hendak langsung bergegas menyusul Jena yang katanya sudah berangkat sejak tadi pagi itu. Awalnya ia ingin cepat-cepat masuk ke kelasnya. Namun hal yang tidak terduga malah menghampirinya. Adapun Zaldi yang tiba-tiba malah mencegatnya di depan gerbang sekolah. "Mau ke mana lo?" tanya Zaldi dengan panik, ketika melihat Jun hampir menerobos masuk begitu saja. Tangan cowok itu terentang lebar dan langsung menghalangi langkah kaki Jun agar tidak melangkah lebih jauh lagi. "Lo gak bisa masuk gitu aja, Jun!" seru Zaldi lagi. Jun berdecak kesal. Langkah kakinya dihalangi seperti itu, tentu saja ia sangat kesal. "Kenapa sih, Zal?" tanyanya. "Mending lo minggir, gue gak ada waktu lagi," sambungnya lagi sembari melirik jam tangannya yang menunjukkan bahwa lima belas menit lagi gerbang akan ditutup. Zaldi menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Gak bisa!" "Kenapa, sih?" Jun mendelik kesal pada Zaldi. Kemudian dengan cepat ia menunjukkan jam tangannya ke depan mata Zaldi. "Noh, lihat, gue udah mau telat." Dengan kasar Zaldi mendorong jam tangan Jun itu dari depan wajahnya itu. Lalu berseru dengan keras, "Lo piket, Jun!" Zaldi pun akhirnya mengeluarkan semua seruannya yang sejak tadi ia tahan itu. "Lo udah gue izinin buat telat, ya. Jadi cepetan kita harus jaga gerbang, atau gue ngelaporin lo ke Pak Keano!" ancam Zaldi dengan mendelik. Ia berkacak pinggang dan mengangkat dagunya seolah mengancam Jun dengan garang, padahal dari segi tinggi badan pun lebih tinggi Jun ke mana-mana. Jun yang mendengar ucapan Zaldi itu pun sontak menepuk jidatnya. "Ya ampun, iya! Gue lupa kalau ada piket jaga!" seru Jun dengan kedua tangannya yang ia usapkan ke pipinya. Zaldi pun kini merasa senang karena akhirnya Jun mengingat tugas mereka itu. "Lo sendiri yang kepengen piket hari Jum'at. Udah gitu dari tadi pagi gue telfon lo, gak diangkat sama sekali, lagi!" gerutu cowok itu dan menggumam sendiri. Akhirnya, Jun hanya bisa pasrah dan mengikuti tarikan tangan Zaldi yang menariknya untuk kembali mendekati gerbang, menyusul anggota OSIS lainnya. Cowok itu tersenyum menang karena berhasil membawa Jun. Sedangkan Jun, justru mencebik bibirnya sedari tadi. Pupus sudah harapannya untuk cepat-cepat ke kelasnya guna bertemu dengan Jena. Ia jadi harus mengulur waktu lagi untuk menginterograsi gadis itu. Padahal ia sudah sangat penasaran dengan siapa Jena berangkat tadi. Tidak mungkin juga menghubungi Jena sekarang karena Zaldi tadi langsung menariknya menuju gerbang, dan tak mengizinkan Jun untuk membuka ponselnya sedikit pun. Menyebalkan! *** "Lo tadi berangkat gak sama Jun, Jen? Tumben." Fina menatap Jena dengan raut penasarannya. Bel jam pelajaran pertama akan berdering lima belas menit lagi, dan sebagian murid di kelas Sebelas IPS 4 masih belum berangkat. Masih ada beberapa bangku yang kosong. Bangku-bangku yang kosong itu semuanya adalah milik para anak laki-laki di kelas Jena itu, sedangkan semua siswi telah duduk rapi di meja masing-masing. Jena menoleh menatap Fina di sebelahnya. Gadis itu tersenyum tipis. "Eum. Lagi pengen jalan kaki sendiri aja." "Terus ketemu gue deh di jalan," sambung Karina yang tiba-tiba ikut menimbrung itu. Gadis itu terkekeh kemudian diikuti oleh kekehan dari Jena itu. "Oh, iya, kalian berdua bareng ya, tadi." Fina ikut terkekeh. Lalu menepuk pundak Jena. "Bagus, sekali-sekali lo memang gak harus ketergantungan sama Jun. Jadi ibaratnya, lo buktiin ke Jun kalau lo itu bisa sendiri." Karina menganggukkan kepalanya. "Iya, bener tuh, Jen. Tadi pagi aja gue heran kenapa bisa Jena jalan kaki sendirian, gak sama Jun. Biasanya ke mana-mana, 'kan selalu bareng." Ia menyambung kalimatnya. Masih terlintas kejadian tadi pagi, di mana ia bertemu dengan Jena di persimpangan jalan menuju rumahnya, eum, rumah yang diakui Karina sebagai rumahnya itu. Jena berjalan kaki sendirian, kemudian gadis itu juga tampak murung. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Bahkan Karina pikir mungkin saja Jena sedang bertengkar dengan Jun. Bagus lah, kalau begitu. Beberapa saat kemudian bel masuk berdering dengan nyaring dan membuat para murid yang masih di luar kelas kini berhamburan memasuki kelas. Fina dan Karina yang tadinya berkumpul untuk merumpi itu kini berpisah dan menempati tempat duduk masing-masing. Jena pun melakukan hal yang sama. Gadis itu bergegas merapikan rambut yang hari ini ia ikat, seragam, juga seluruh peralatan tulisnya di atas meja. Ia bersiap menerima pelajaran dari guru Matematika. Bu Betty, guru Matematika mereka itu tampak berjalan di lorong kelas membuat semua murid tampak terbirit-b***t. Dan ketika guru Matematika itu memasuki kelas, ada siswa di belakangnya yang mengikutinya. Siswa itu adalah Jun. Jena yang tadinya tengah menatap pada guru Matematika itu pun sontak mengalihkan tatapannya ketika ia tak sengaja melihat Jun juga. "Siapkan buku paket kalian! Ingat, ya, kelas sebelas itu bukannya kalian habiskan dengan berpacaran atau main-main, tapi sebagai pengingat kalau tahun depan kalian sudah harus fokus ke Ujian Nasional." Bu Betty menatap ke sekeliling ruangan sembari terus berjalan menuju mejanya. "Contoh itu Jun, anggota OSIS yang aktif, tapi tetap ranking satu!" sambungnya lagi. Jun yang kini tengah melangkah menuju mejanya itu bukannya merasa tersanjung, justru tak peduli. Cowok itu bahkan seolah tak peduli akan hal atau pembicaraan apapun di sekitarnya. Mata cowok itu justru tertuju kepada Jena yang tampak mengalihkan tatapannya itu. Gadis yang hari ini rambutnya diikat itu terlihat menunduk. Entah benar-benar fokus membaca buku paketnya, atau justru melakukan hal lain. Hal lain seperti ... tengah menghindarinya? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN