61- Saat Pelajaran Matematika

1191 Kata
Sepanjang pelajaran Matematika, Jun memperhatikan Jena yang berada di kursi sampingnya. Cowok itu masih penasaran kepada sahabat masa kecilnya itu. Ia masih penasaran siapa yang berangkat ke sekolah bersama dengan Jena, sedangkan sedari tadi Jena hanya diam saja. "Sstt ... sstt ..." Jun mencoba memanggil gadis yang duduk di sampingnya itu. Kemudian melirik ekspresi wajah Jena yang tampak menunduk itu. "Jen ... Jena," bisiknya lagi. Ia masih berusaha untuk mengalihkan perhatian Jena. Gadis yang sedari tadi dipanggil oleh Jun itu kini menoleh, meskipun tampak enggan. Hanya sekilas, dan selanjutnya gadis itu kembali mengalihkan tatapannya ke arah lain. Yang membuat Jun geram seketika. Cowok berponi rata itu menghela napasnya kasar. Jadi memang benar kali ini Jena tengah menghindarinya. "Baik, siapa yang ingin mengerjakan soal di papan tulis?" Bu Betty berseru di depan sembari menelisik ke seisi kelas itu. Matanya mengedar seolah mencari mangsa, namun tak jua menemukan sasaran yang tepat. Semua murid di kelas Sebelas IPS 4 itu sontak menundukkan kepalanya. Mereka juga mengalihkan tatapan masing- masing, tampak begitu menghindari tatapan guru Matematika mereka itu. Bu Betty yang tak jua mendapatkan mangsanya itu kemudian menggelengkan kepalanya dan mendecak. "Ini gak ada yang mau nilai keaktifan? Gak ada yang mau maju?" tanyanya sekali lagi. Ia berkacak pinggang sembari berjalan menuju kursinya. Beberapa detik kemudian, wanita berkepala empat itu pun menghela napas lagi. Ia pasrah. Kejadian seperti ini memang sering terjadi ketika kelasnya. Memang tak ada yang bisa diandalkan jika berhubungan dengan Matematika. Maka akhirnya Bu Betty tak memiliki pilihan lain. "Jun, kamu aja yang maju ke depan!" Ia pun memilih Jun yang notabene-nya satu-satunya siswa di kelas itu yang pintar. Bahkan di antara semua siswa di angkatannya. Namun siswa yang dipanggil namanya itu hanya diam. Ia malah masih sibuk menatap gadis di samping kursinya itu. Tak berganti posisi sedikit pun. "Jun?" Orang yang dipanggil namanya itu benar-benar tak bisa mendengar hal apapun di sekitarnya. Fokusnya hanya tertuju kepada Jena. Sampai akhirnya ia menjadi perhatian seluruh kelasnya, dan lengannya yang langsung disenggol oleh Rehan yang tak tahan dirinya ikut ditatap seisi kelas. "Lo dipanggil, Jun." Rehan membisikkan kalimat itu sembari menyenggol lengan sahabat yang duduk di sampingnya itu. Jun yang mendengar namanya terpanggil itu pun sontak terkesiap. Cowok itu terkaget. Yang lebih mengagetkan adalah bahwa ia kini menjadi perhatian seisi kelas, em, kecuali Jena yang masih menunduk itu. "Oh- iya, Bu." Jun tergagap. Ia seperti baru saja tertangkap basah memandangi Jena, dan yang menangkap basahnya adalah seisi kelas. "Maju dan kerjakan contoh soal di papan tulis." Bu Betty mengayunkan spidol di tangannya itu seakan memanggil Jun untuk mendekat padanya. Cowok itu pun menganggukkan kepalanya. Tak memiliki pilihan lain selain maju dan mengerjakan soal tersebut. Ia tak mungkin membantah. Jadi ia hanya bisa pasrah mengerjakan soal itu, dan berharap jawabannya benar. Yang mana sebenarnya sedari tadi cowok itu tak memperhatikan penjelasan Bu Betty sama sekali. Satu per satu rumus persamaan bilangan itu ia pecahkan. Yang meskipun semenjak tadi tak ia perhatikan, nyatanya ia masih bisa menyelesaikan soal tersebut. Berikutnya, Jun menunggu Bu Betty mengoreksi pengerjaannya. Bu Betty terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya ketika mengamati pengerjaan soal Jun itu. Dan hal itu membuat seisi kelas bahkan Jun sendiri pun deg-degan. "Ya, betul!" Bu Betty berseru tiba-tiba. Ia tersenyum kepada Jun dan mempersilakan cowok itu untuk duduk kembali ke kursinya. "Contoh itu pengerjaan soalnya Jun. Silakan ditulis." Jun tercengang sendiri di tempatnya. Ia bahkan beberapa kali membalik badan menatap papan tulis di mana tulisan tangannya tertinggal, sembari ia berjalan menuju kursinya. "Wah, gue memang benar-benar terlahir jenius kali, ya." Sama seperti Jun seluruh murid pun tercengang. "Gila lo, ya! Padahal dari tadi cuma lihatin Jena, tapi lo langsung mudeng pas disuruh buat kerjain soal." Rehan langsung menyambut Jun ketika cowok itu mendudukkan dirinya. Rehan mengacungkan jempolnya berulang kali pada teman sebangkunya itu. Bibirnya masih terbuka karena takjub dan tangannya yang masih bertepuk. "Lo memang terlahir jenius!" Ia bergegas menyalin jawaban yang Jun tulis di papan tulis itu ke dalam buku tulisnya. Jun terkekeh mendengar pujian dari Rehan itu. Kemudian ia kembali melakukan kegiatannya tadi yang sempat terinterupsi, yaitu memandangi Jena. Dengan cepat cowok itu mencondongkan tubuhnya ke samping, mendekati Jena dan langsung membisikkan sesuatu di dekat telinga gadis itu yang membuat gadis itu sontak menegang dan berdesir. "Istirahat nanti, kita berdua harus bicara." *** "Apa yang mau lo bicarain?" Jena menundukkan kepalanya dan terlihat sekali menghindari tatapan dari Jun. Gadis itu menunduk, menatap sepatunya, atau menatap lantai putih perpustakaan tempat mereka berada sekarang. Ke mana pun ia menatap, asal tidak menatap ke dalam mata Jun. "Jadi bener, Jen ..." Jun menggantung ucapannya. Cowok itu menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. Jena masih tak bergeming. Meskipun ia penasaran akan kelanjutan kalimat cowok di hadapannya itu, namun ia memilih untuk diam dan menunggu kelanjutannya. "... bener kalau lo hindarin gue seharian," sambung cowok bermata bulat itu. Ia menelisik ke dalam mata Jena, namun gadis itu masih mengalihkan tatapannya ke arah lain. Jena menggelengkan kepalanya. "Enggak. Siapa yang hindarin lo?" tanyanya. Kini ia berani mendongak dan menatap ke dalam mata Jun. "Lo barusan gak natap mata gue, itu namanya menghindar, Jena Mustika." Jun terkekeh di akhir kalimatnya. Cowok itu terlihat tak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk menanyai Jena ini. Jena mengerjap beberapa detik sebelum ia menjawab dengan garang. "Siapa yang hindarin lo? Pede banget!" "Terus lo kenapa? Lo takut sama gue?" Jun kembali bertanya. Ia melirik ekspresi Jena dan kembali menanyakan kalimat lain. "Tadi pagi juga lo tiba-tiba aneh, berangkat ke sekolah duluan. Gak ngabarin sama sekali lagi. Lo bener berangkat sama Bayu?" Ia memberondong Jena dengan berbagai pertanyaan. Hal itu membuat Jena merasa seperti sedang diinterogasi oleh Polisi. "Gue berangkat sama Karina, bukan sama Bayu." Jena menjawab dengan raut seriusnya. Ia mengangkat dagunya seolah tidak takut kepada Jun. "Udah, deh. Gue gak apa-apa, Jun. Yuk kita balik lagi ke kantin, bakso gue jadi adem nanti." Jun mengangkat sebelah alisnya. "Bener? Lo beneran gak berangkat sama Bayu?" tanyanya sekali memastikan. Entah mengapa rasanya Jun tidak akan pernah rela jika Bayu mulai menggantikan posisinya yang berangkat dan pulang bersama dengan Jena. Gadis di depan Jun itu pun menganggukkan kepalanya berulang kali seolah tak cukup membuat Jun puas. "Iya!" ucapnya penuh penekanan. Jun yang melihat dan mendengar jawaban Jena itu pun akhirnya bisa menghela napas lega. Cowok itu tersenyum lebar di hadapan Jena hingga menampilkan mata segarisnya. "Oke kalau gitu." Yang Jun tidak sadari, jantung dibalik rongga d**a Jena tiba-tiba berdebar dengan kencang. Dan akhirnya Jena tidak kuat lagi. Ia langsung mendorong Jun dengan keras sampai cowok itu mundur beberapa langkah. Dengan kesal Jena pun berjalan meninggalkan Jun setelah berucap tanpa sadar. "Berhenti senyum di hadapan gue, Jun. Lo bikin gue deg-degan!" Detik itu juga, Jun terkejut. Termasuk Jena sendiri yang ikut terkejut ketika mendengar ucapannya sendiri. Gadis itu menghentikan langkahnya tiba-tiba sembari mengumpat pelan. "Sial, gue keceplosan!" rutuknya pada dirinya sendiri. Dengan cepat dan tak menunggu perkataan dari Jun yang masih buffering itu, Jena segera melanjutkan langkah kakinya itu sembari masih mengumpati dirinya sendiri. "b**o! b**o banget sih, lo Jen!" Sedangkan Jun yang masih cengo itu mengerjap. "Apa gue salah denger ya?" tanya pada dirinya sendiri. Kemudian menggeleng lagi dan baru menyadari bahwa Jena telah meninggalkannya. Tergopoh, Jun menyusul gadis itu. "Jen, tungguin!" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN