Sebenarnya, sejak semalam Jena telah memikirkan banyak hal. Gadis itu banyak memikirkan tentang perkataan Jun yang mengatakan bahwa cowok itu akan membuat Jena tak menyukai Bayu lagi.
Jun berkata dengan sungguh-sungguh dan seolah memberikan jaminan untuk Jena. Jaminan bahwa Jena akan mendapatkan orang lain jika tidak menyukai Bayu lagi.
Mungkinkah orang yang dimaksud Jun adalah cowok itu sendiri?
Semalaman Jena juga memikirkan pertanyaan random dari Bayu ketika mengantarnya pulang ke rumah. Pertanyaan tentang apakah Jena dan Jun mungkin bisa bersama. Jena masih ingat betul bagaimana Bayu menanyakan pertanyaan itu dengan raut yang sendu. Seperti tidak rela jika mungkin suatu saat Jena dan Jun bersama.
Atau hanya perasaannya saja?
Namun semakin Jena memikirkan tentang Jun ataupun Bayu, semakin dilema dirinya.
Karena sebenarnya ... Jena pun bingung kepada perasaannya sendiri.
Ia tak bisa memastikan bahwa ia menyukai Jun, tetapi ia juga tak bisa memastikan bahwa ia masih menyukai Bayu.
Serumit itu pikirannya semalaman.
Yang jelas, saat ini hal yang membuat Jena kepikiran lagi yaitu, bagaimana bisa perasaan seseorang berubah setelah setahun?
Maka untuk menenangkan pikirannya sejenak, Jena menghindari kedua cowok itu. Baik Jun ataupun Bayu, Jena menghindari kedua cowok itu mati-matian. Dengan tidak berangkat ke sekolah bersama Jun, maupun dengan tidak membalas semua chat Bayu.
Semuanya itu Jena lakukan untuk menenangkan hati dan pikirannya.
Tetapi, tentu saja semua itu gagal.
Jun menggagalkannya. Mencoba meraih dan mendekati Jena kembali, membuat Jena goyah untuk ke sekian kali.
Seperti saat ini.
"Jen, tungguin!"
Jun masih mencoba mengejar langkah kaki Jena yang lebih dulu ke luar dari perpustakaan. Cowok itu tak peduli seruannya akan mengundang perhatian dari seisi perpustakaan. Ia tak peduli apapun. Yang ia pedulikan yaitu saat ini mengejar Jena, dan mendapatkan jawaban dari gadis itu. Tentang pendengarannya, yang bisa saja salah, bisa benar itu.
Jena tak menggubris panggilan itu dan makin mempercepat langkahnya. Gadis itu dengan cepat ke luar dari perpustakaan dan terus menghindar dari Jun.
Namun ketika Jena sudah menginjak lantai di depan perpustakaan , ia tak sengaja hampir bertabrakan dengan seseorang hingga orang iu hampir terjatuh. Yang ternyata orang itu adalah Bayu.
"Jena?!" Bayu terkejut dan langsung berseru ketika melihat Jena yang secara ajaib muncul di hadapannya itu.
Kemudian cowok itu tersenyum lebar. "Lo habis dari perpustakaan?" tanyanya dengan senyum yang masih ia pertahankan itu.
Jena mengerjapkan matanya berulang kali ketika ia melihat Bayu yang ada di hadapannya. "Eh, Bayu?"
Ia melirik ke plang nama yang bertuliskan 'Perpustakaan' itu dan sontak mengangguk. "E- iya," jawab Jena dengan cengiran lebarnya. Ia pun sebenarnya terkejut melihat Bayu dan bertemu dengan cowok itu sekarang.
Benar, 'kan, ia memang sudah berfirasat bahwa prosesi menenangkan hati dan pikirannya akan gagal total hari ini. Jena pada akhirnya hanya bisa pasrah pada intuisinya.
"Lo sendirian ... atau sama-"
Bayu yang hendak menanyakan kalimat lain pun terhenti ketika ia mendengar langkah kaki yang terdengar berlari ke arahnya itu. Pun orang yang dengan santainya memanggil Jena.
"Jena, tungguin gue."
Jun muncul dari balik pintu dan menghampiri Jena. Cowok itu langsung menghentikan langkah kakinya begitu melihat Bayu di dekat Jena.
Ia langsung memutar bola matanya, ketika mendapati bahwa Bayu ada di sana.
"Lo lagi."
Bayu yang mendapati Jun menatapnya dengan ekpresi itu pun akhirnya hanya bisa mencebik bibir. "Harusnya gue yang bilang kayak gitu," ucap cowok itu sembari melirik Jun.
Rasanya enggan ia menyebut nama Jun sekali pun.
Jun yang mendengar hal itu pun diam-diam menyeringai. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk memanas-manasi Bayu. Cowok itu tentu saja tak akan melewatkan kesempatan ini.
Dengan cepat Jun menatap Jena dan berujar keras, "Jen, tadi lo bilang apa? Lo gak salah 'kan pas lo bilang gue itu bikin lo deg- Hmmpht!" Ucapan cowok itu langsung terputus karena Jena yang secara tiba-tiba membekap bibirnya.
Jena tadi sempat yakin bahwa Jun akan dengan senang hati membocorkan informasi tersebut kepada Bayu. Apalagi Jena tahu bahwa saat ini kedua cowok di hadapannya itu tengah berseteru.
Jun memberontak dan tampak hendak menarik tangan Jena yang menutupi bibirnya itu namun tenaga gadis itu cukup kuat. Jena bahkan dengan cepat menendang kaki Jun hingga membuat cowok itu menunduk, sehingga memudahkan tangan Jena mencapai tinggi sahabatnya itu.
Bayu yang melihat kejadian itu pun hanya bisa terkejut. Meskipun ia tak mengatakan apa-apa, namun cowok itu tahu ada yang tak beres sekarang ini.
"Ehehe, Bayu, gue sama Jun duluan, ya. Kita udah ditunggu sama temen-temen yang lain." Jena menyengir lebar sembari mengucapkan kalimat tersebut. Detik berikutnya ia melanjutkan, "Laper, mau ke kantin!"
Selang beberapa detik berikutnya, gadis itu melangkah untuk menjauhi Bayu dengan tangan yang masih membekap bibir Jun.
"Dah, Bayu!" Ia bahkan sempat melambaikan tangannya itu kepada Bayu sebelum benar-benar menjauh.
"Hhmmmpt!"
Jun masih memberontak namun ia tak bisa berkutik lagi dan akhirnya cowok itu hanya bisa pasrah mengikuti tarikan tangan Jena.
"Mereka berdua kenapa?" tanya Bayu dengan alis bertaut.
Bayu memperhatikan keduanya dengan tatapan aneh sekaligus penasaran. Ia sangat penasaran sekarang, apa yang sebenarnya dirahasiakan oleh sepasang sahabat itu?
***
"Lepasin!"
Jun melepas bekapan tangan Jena di bibirnya dengan paksa.
"Ih, kok lo main bekap-bekap gitu aja sih Jen? Emang gue apaan?!" serunya tidak terima diperlakukan seperti itu.
Padahal seharusnya Jun tidak boleh menyia- nyiakan kesempatan untuk memanas- manasi Bayu itu. Namun karena ulah Jena, semuanya gagal.
"Ih lagian lo pake mau cerita itu ke Bayu segala!" Jena mengibas-ngibaskan tangannya dan berulang kali menempelkannya ke seragam Jun. Banyak air liur Jun yang menempel di tangannya dan itu menjijikkan.
Jun sontak menarik pergelangan tangan Jena dan dengan sekali hentak, cowok itu sudah mendorong Jena ke dinding. Senyuman nakal terbit dari wajah Jun.
Mereka saat ini tengah berada di belokan yang sepi di dekat perpustakaan. Jarang ada orang yang melintasi belokan itu, karena ada jalan lain jika hendak menuju perpustakaan.
Di tempat yang sepi itu, Jun dan Jena sedang berada dalam posisi yang bisa meembuat semua orang salah paham.
Dengan perlahan Jun membisikkan kalimatnya. Sedangkan Jena hanya bisa membeku memandang cowok itu yang memerangkap tubuhnya ke dinding.
"Jadi benar ya .... kalau lo deg-degan karena gue?"
Glek
Susah payah Jena menelan ludahnya itu.
Jun lagi-lagi menyeringai.
"Jena, lo .... suka sama gue. Ya, 'kan?"
***