38- Menonton

1252 Kata
Jena berjalan mengekori Bayu di depannya. Gadis itu mengikuti setiap langkah Bayu yang akan membawanya menuju tempat di mana pementasan drama yang akan mereka tonton itu ditampilkan. Jena sesekali menatap sepatunya sendiri, takut- takut menginjak kaki Bayu di depannya atau bahkan sepatu orang lain. Gedung aula tempat pementasan drama sangat ramai, jadi ia harus berhati-hati dalam melangkah. Jena sesekali bahkan hampir tertinggal oleh Bayu yang sudah lebih dulu melangkah itu. Namun sebisa mungkin ia menyusul cowok berbadan tinggi itu. Bayu yang menyadari bahwa Jena tertinggal di belakangnya itu kini mulai menoleh ke belakangnya. Cowok itu menghentikan langkahnya, membiarkan orang lain berjalan mendahuluinya. Ia ingin menunggu Jena. Sebenarnya Bayu bisa saja menggandeng tangan Jena itu, menariknya dan menuntunnya agar tidak tertinggal lagi. Namun hal itu tak ia lakukan, karena ia takut dirinya akan dicap tak sopan sebagai pria. Jadi yang bisa ia lakukan saat ini adalah menunggu Jena. "Maaf, ya, langkah kaki gue emang pendek," ujar Jena dengan raut wajah bersalahnya. Ia merasa menyesal karena olehnya kini Bayu menungguinya. Hal itu menyebabkan orang-orang sudah mendahului mereka. Bayu terkekeh lalu menggeleng. "Gak apa-apa, kok," balasnya. Kemudian ia melirik jam tangannya yang menunjuk waktu ditampilkannya pementasan drama itu. "Yuk," sambung cowok itu lagi sembari mempersilahkan Jena agar berjalan di depannya. Sekarang keadaan berbanding terbalik. Jena kini berada di depan Bayu, dan dengan langkahnya itu ia yang kini memimpin arah. Bayu tentu saja memperpendek langkah kakinya seiring langkah kaki Jena di depannya. Cowok itu menatap sekitarnya yang benar-benar sesak. Pementasan drama oleh SMA Bunga Karya memang selalu ramai didatangi oleh pengunjung. Baik oleh siswa-siswi sekolah mereka sendiri atau bahkan oleh masyarakat umum. Ekskul Teater mereka bahkan pernah menjual habis tiket pementasan dramanya hanya dalam waktu sepuluh menit. Bukan hanya karena tema dan genre yang diangkat selalu menarik, melainkan juga karena pendalaman karakternya pun apik. Para tokohnya selalu pandai menampilkan akting yang bagus. Terkadang Jena iri pada ekskul Teater mereka itu. Ketika Jena masih sibuk mengantri di loket masuk, gadis itu merasakan getaran dari ponsel di tasnya. Segera gadis itu membukanya, dan ia mendapati banyak pesan di grup chat yang berisikan gengnya itu. Ia baru sempat memeriksa ponselnya sejak tadi dan mendapati sudah ada ratusan chat. Isi grup chat itu rata-rata membahas tentang Jena yang tengah pergi berdua dengan Bayu, juga pembahasan tugas Bahasa Inggris mereka. Mata gadis itu kini tertuju pada isi chat yang dilontarkan oleh Jun dan Karina. Mereka tampak berdiskusi banyak hal di grup itu, seperti sedang bertukar pesan hanya berdua saja. Jena mengangkat sebelah alisnya. Sebuah hal yang sangat terjadi pada dua orang itu. "Apa pulang bareng bikin mereka berdua jadi tambah dekat?" batin Jena. Jena tak ingin membalas apapun dalam grup chat itu, dan lebih memilih untuk sekadar menggulir pesannya saja. Dan betapa terkejutnya ia bahkan dalam grup chat itu memang benar-benar berisi chat dari Jun dan Karina yang paling dominan. "Jen?" Jena tersentak mendengar panggilan Bayu di belakangnya. Gadis itu menoleh ke belakangnya dan mendapati Bayu yang mengedik dagunya. Hal itu membuat gadis itu sontak menoleh ke depan. Jena tak sadar bahwa orang-orang di depannya itu sudah masuk ke dalam aula. Dengan segera gadis itu mengeluarkan dua buah tiket dari sakunya dan ia serahkan pada penerima tiket. Setelah diizinkan untuk masuk, Jena bergegas melangkah memasuki aula disusul oleh Bayu di belakangnya. "Gue baru pertama kali masuk aula mereka," bisik Bayu di samping Jena. Jena mendongak pada Bayu dan terkekeh. "First, ya." Ia kemudian melangkah menuntun Bayu dan menggiringnya ke bangku di tribun. "Gue udah lima kali ke sini." Jena menambahkan. Setelah mereka mendapatkan bangku, dengan segera mereka duduk di sana. Kemudian mulai mengamati sekitar sembari menunggu dimulainya pementasan. "Gue setiap masuk ke sini pasti jadi tamu undangan," bisik Jena di dekat telinga Bayu. Gadis itu terkekeh lalu mulai menceritakan tentang ekskul Teaternya yang meskipun rival, namun tetap berteman dengan ekskul Teater dari SMA Bunga Karya itu. "Wih, enak dong." Bayu menanggapi. "Gratis terus." Jena terkekeh kemudian mengangguk. "Ya, begitulah." Gadis itu membenarkan posisi duduknya. "Sebenarnya karena gak kebagian tiket terus, jadinya gue minta diizinin masuk sebagai tamu undangan. 'Kan gue udah kenal sama anak-anaknya." Bayu mengangguk. "Gue juga baru pertama kali nonton pementasan drama dari sekolah lain. Selama ini selalu nonton pementasan drama dari Ekskul lo doang." Jena mengerjap mendengarkan perkataan Bayu itu. "Serius?" Bayu sontak mengangguk. "Terus lo dapet tiketnya dari mana?" tanya Jena lagi. Bayu tersenyum dalam diam. "Dapet dari temen." Jena hendak menanggapi kembali ucapan Bayu itu namun gadis itu urungkan karena kini lampu di dalam aula mulai diredupkan, yang menandakan bahwa pementasan drama akan sebentar lagi dimulai. Namun sebelum Jena fokus menonton, Bayu sempat membisikkan sesuatu padanya. Bayu mencondongkan tubuhnya membuat gadis itu hampir merona. Setelahnya tersenyum seolah tak terjadi apapun. "Jangan lupa dicatat buat konsep pas pementasan drama sekolah kita nanti." *** Tema yang diangkat oleh Ekskul Teater SMA Bunga Karya hari ini yaitu tentang masa penjajahan Belanda. Namun tak menceritakan tentang perjuangan pahlawan melawan penjajah, melainkan menceritakan tentang perjuangan sepasang suami istri yang memperjuangkan nasib tanah mereka yang ingin direbut paksa oleh Belanda. Sepanjang jalannya pementasan drama, entah mengapa Jena tak bisa fokus. Kalau kalian mungkin mengira Jena tak bisa fokus pada pementasan drama itu adalah karena adanya Bayu di sampingnya, maka kalian salah. Jena bahkan memikirkan hal lain. Ia masih memikirkan ucapan Fina padanya tadi sore, tentang Karina dan Jun. Semakin ia ingin melupakan ucapan Fina tadi, sebaliknya malah ia makin terpikirkan. "Lo tahu kalau Karina suka sama Jun?" Jena membelalakkan matanya. "Hah?!" Ia terkejut mendengar pertanyaan Fina yang sekaligus sebagai pemberitahuan untuknya itu. Tentang Karina yang menyukai Jun. "Karina ... suka sama Jun?" tanya gadis itu lagi. Ia sengaja mengulang pertanyaan itu untuk memastikan pendengarannya. Fina dengan santai mengangguk. Kemudian malah bertanya balik, "Lo gak tahu kalau Karina suka sama Jun?" Tentu saja Jena menggeleng. Gadis itu tak tahu menahu apapun. Ia terlalu tak peka. "Enggak." Fina mengulum bibirnya. "Karina kelihatan banget kalau dia suka sama Jun. Gue bisa lihat dari tatapannya," ucap Fina menjelaskan. Kedua gadis itu kini mulai berjalan meninggalkan kelas mereka, lalu menyusuri koridor, tepatnya Fina yang mengantar Jena menuju depan kelas. Mereka mengikuti Rehan yang telah berjalan lebih dulu di depan mereka, dan tengah memainkan ponselnya dengan acuh. "Masa? Kok gue selama ini gak tahu, ya?" Jena menggaruk lengannya sendiri. Fina menggelengkan kepalanya sambil berdecak. "Gitu deh. Lo selalu gak peka." Kemudian ia menggandeng lengan Jena lebih erat lagi. "Dia kelihatan banget kalau suka Jun. Dari tatapannya, terus sikapnya yang malu-malu gitu kalau ada Jun. Terus juga gue lihat dia sering diem-diem natap Jun." Fina memperagakan kalimatnya. Jena kini mulai terkekeh. "Akhirnya Jun ada juga yang suka," candanya. Ia memperhatikan sekitarnya. Koridor itu mulai sepi. "Loh, yang suka sama Jun mah banyak." Fina menggeleng. "Jun 'kan masuk jajaran famoust student di sekolah kita. Karena dia tuh pinter, sopan, gak ngerokok, satu lagi nilai plus, dia ganteng." Jena diam-diam mengangguk menyetujui perkataan Fina. "Jadi wajar aja sih ya kalau Jun banyak yang suka." Fina menambahkan. Mereka kini berjalan menuju belokan yang akan membawa mereka menuju gerbang. "Tapi gue gak tahu deh kalau di antara persahabatan mulai ada rasa suka gitu," ucap Fina lagi. Ia berhenti melangkah, kemudian menatap Jena dari samping. "Semoga gak terjadi apapun dalam persahabatan kita, ya," sambungnya lagi dengan senyum melengkung. Berikutnya Jena hanya terdiam tanpa suara lagi, sampai akhirnya Fina dan Rehan pergi dengan mobil Papa Fina, dan ia yang dijemput oleh Bayu. Harusnya Jena tak memikirkan hal itu di saat kini ia bersama dengan Bayu, cowok yang selama ini ia idam-idamkan itu. Namun, mengapa malah ia terganggu akan kenyataan bahwa Karina menyukai Jun itu? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN