Bel pulang sekolah berdering keras. Selang beberapa detik kemudian, sebagian besar murid yang tadinya berada di dalam kelas itu kini berhamburan ke luar kelas masing-masing. Sebagian lainnya lagi ada yang masih asik mengobrol di dalam kelas, atau melakukan piket kelas masing-masing.
Jena mempercepat gerakan tangannya memasukkan buku-bukunya ke dalam tasnya itu. Gadis itu tersenyum lebar bahkan bersenandung pelan yang menandakan bahwa gadis itu terlampau bahagia sore ini. Ia sesekali terkikik sendiri membuat Fina bahkan bertanya-tanya seorang diri.
"Jadi nih jalan berdua sama Bayu?" tanya Fina mencondongkan tubuhnya menatap wajah Jena. Kemudian ia ikut tersenyum saat menyaksikan ekspresi wajah Jena itu.
"Cie ... seneng banget nih," ledek Fina lagi. Gadis itu menoleh ke belakangnya dan bersitatap dengan Karina.
Jena menatap Fina sekilas, kemudian kembali fokus menata peralatan tulisnya yang lain ke dalam tasnya. "Jadi dong," ucap gadis itu dengan nada girang.
Fina terkekeh pelan. "Loh, tapi pulang ke rumah dulu, 'kan?" tanyanya.
Jena kini menghentikan kegiatannya memasukkan alat tulisnya itu dan beralih memandang Fina. "Gak cukup waktu, Pin," ucapnya dengan nada kecewa. Lalu ia segera mengendalikan ekspresi wajahnya. "Gue sama Bayu mau langsung ke tempatnya aja," sambungnya.
Karina menghela napasnya. "Yah, gak bisa dandan dulu, dong."
Fina mengangguk, namun ia tak bisa membuat Jena berkecil hati. "Ya udah nanti touch-up aja di kamar mandi, terus pakai parfum lagi." Gadis itu menepuk punggung Jena pelan. Ia berusaha menghibur.
Tampaknya Jena memang tak sepenuhnya kecewa dengan hal itu. Gadis itu ikut menganggukkan kepalanya.
"Iya, Pin, gue emang rencananya mau gitu, kok."
Fina dan Karina mengangguk berbarengan. Kemudian ketiga gadis itu beranjak dari tempat duduk masing-masing dan bersiap untuk pulang ke rumah.
Saat mereka mulai beranjak berdiri, Jun dan Rehan bergegas mendatangi mereka. Kemudian dengan cepat Jun menghentikan langkah Jena itu.
"Lo beneran mau pergi berdua aja sama Bayu?" tanya Jun dengan cepat sembari tubuhnya menghalangi tubuh Jena. Cowok itu menunduk memandang Jena yang lebih mungil darinya itu.
Jena mendongak untuk menatap Jun dan memberi cowok itu pelototan. "Iya. Gue mau pulang sama Bayu." Ia menantang Jun. "Kenapa memangnya?"
Jun menganga lebar. "Kenapa? Ya karena gue emang harus jagain lo." Cowok itu bersikeras. "Gue ikut aja."
Jena, Fina, dan Karina melebarkan matanya masing-masing. Kemudian menatap Jun tak percaya.
"Ikut?" Jena mengulang kalimat Jun. "Lo gila? Yang bener aja, Jun. Gue 'kan mau date sama Bayu." Ia mencak-mencak di hadapan Jun.
Jun mendorong dahi Jena dengan telunjuknya. "Iya. Gue ikut."
Jena masih memegangi dahinya yang sempat memerah itu sembari mendelik. "Gak boleh!"
Jun hendak menjawab kalimat Jena lagi namun cowok itu tak sempat melanjutkan kalimatnya karena Fina langsung memotongnya.
"Udah, Jun. Bener kata Jena. Ya kali Jena sama Bayu mau pergi berdua terus lo ikut," bela Fina sambil menatap Jena.
Fina mengelus lengan Jena yang kini berpura-pura memasang raut melasnya. Karina ikut mengelus lengan Jena yang satunya.
"Iya, Jun." Karina hanya dapat menyetujui ucapan Fina. Gadis itu mendadak merasakan hawa tak enaknya saat melihat Jun yang masih bersikeras menghalangi Jena itu.
"Pokoknya gak bisa! Gimana kalau Jena tiba-tiba pingsan kayak waktu itu?" Jun menatap Fina dan Karina sambil menunjuknya. "Kalau gue dimarahin Tante Marlina lagi gimana? Kalian berdua mau tanggungjawab?" tanya cowok itu beruntun sembari menatap sebal Jena.
Jena memutar bola matanya jengah. "Lo tenang aja, Jun. Gue gak akan pingsan lagi, kok." Ia berusaha melunak pada Jun. Kalau terus menerus ia keras pada cowok itu, maka Jun akan lebih keras lagi padanya.
Jadi satu-satunya cara untuk membuat Jun mengizinkannya yaitu dengan merayu cowok itu dengan kata-kata manisnya.
Jena kembali mengibaskan tangannya di depan Jun. "Lo gak perlu khawatir. Gue bakal baik-baik aja. Tenang aja." Gadis itu tersenyum lebar. Kemudian mengedip-ngedipkan matanya agar Jun dapat terbujuk olehnya, sayangnya hal itu tentu saja mustahil.
Jun nyatanya tetap tak bisa terbujuk oleh tipu muslihat Jena. "Gak bisa. Apalagi lo naik motor bututnya si Bayu itu? Yang bener aja." Jun kini bersidekap.
Jena yang tadinya hendak bersikap lunak, kini tak dapat bersikap seperti itu lagi. Jun benar-benar membuatnya kesal sekarang.
"Itu bukan motor butut, ya. Itu motor antik namanya, vespa keluaran tahun dahulu. Mahal tauk!" Ia mendelik.
Jun menganga. "Eh, sama aja lagi."
Ia memajukan badannya ke arah Jena seolah menantang gadis itu. Begitupun sebaliknya. Jena tak gentar dengan gertakan Jun itu.
Mereka berdua berdebat di dalam kelas dengan masih menenteng tas sekolah masing-masing. Tak menghiraukan bahwa seruan mereka bahkan membuat beberapa murid sempat menoleh untuk melihat ke dalam kelas mereka. Hal itu membuat Fina, Karina dan Rehan sangat malu sekarang.
"Beda dong."
"Sama!"
"Beda!"
"Sama, Jena!"
"STOP!"
Akhirnya kesabaran Fina pun habis. Ia merentangkan tangannya di hadapan kedua orang yang sedari tadi berdebat itu.
Seketika hening. Jena dan Jun menatap Fina yang tampak kesal pada mereka itu.
"Kalian berdua bisa diem gak?!" Fina kini memelototi keduanya.
Lalu detik berikutnya gadis itu segera melanjutkan kalimatnya tanpa menunggu siapapun merespon.
"Jun, Jena itu udah gede, jadi dia bisa nentuin dirinya sendiri mau ke mana sama siapa, kek. Jadi gue harap lo bisa ngertiin Jena dong. Dia baru pertama kali ini ada kesempatan jalan diajakin orang yang dia suka setahun belakangan ini," jelas Fina dengan keras, melampiaskan kekesalannya.
Rehan yang sedari tadi diam, akhirnya mulai memajukan tubuhnya. Cowok itu merangkul pundak lebar Jun dan menepuknya pelan.
"Iya, bro. Lo gak bisa terus menerus buntutin Jena ke mana-mana. Dia udah gede, bro, bisa jaga diri sendiri."
Ucapan Rehan itu membuat Jun mengerjapkan matanya. Ia memandang Jena dengan tatapan yang mulai melunak.
"Lo janji ya bakal baik-baik aja sama Bayu?" Jun akhirnya mengucapkan kalimat itu. Ia pada akhirnya harus mengalah demi Jena.
Ia tahu bagaimana senangnya Jena ketika Bayu mengajaknya untuk pertama kalinya. Namun tetap saja Jun khawatir. Ia takut terjadi sesuatu saat gadis itu bahkan tak bersama dengannya.
Jena mengangguk dengan mantap. "Iya. Gue janji." Gadis itu menyengir lebar.
Setelah menghela napasnya, Jun akhirnya mengangguk. Ia menarik sudut bibirnya. "Ya udah. Nanti hati-hati di jalan, ya."
Seperti biasa ... Jun harus mengalah. Demi Jena.
Mendengar kalimat Jun itu, Jena hampir memekik girang. Gadis itu tersenyum lebar kemudian berucap, "Oke." Jena memeluk lengan Fina dan Karina dengan erat menyalurkan rasa bahagianya.
Karina tersenyum, ikut senang dengan Jena yang pada akhirnya diizinkan oleh Jun itu. Kemudian gadis itu melihat Jun kini mulai bersiap untuk melangkah.
"Gue balik dulu kalau begitu." Sambil memasukkan sebelah tangan ke dalam saku celananya, cowok itu berpamitan pada keempat temannya itu.
Semua yang ada di sana hampir mengangguk saat melihat Jun yang hendak melangkah itu. Namun dihentikan oleh Karina yang berseru.
"Gue ikut!" Karina melepas gandengan tangan Jena di lengannya. Kemudian gadis itu melangkah mendekati Jun.
"Kita 'kan searah pulangnya." Ia tersenyum pada Jun.
Fina tampaknya mengerti akan gerak-gerik yang ditunjukkan Karina. Gadis itu segera membantu Karina dengan ikut mendorongnya.
"Iya kalian berdua bareng aja. Lagipula arah rumah kalian sama, 'kan?"
Karina mengangguk. Disusul oleh anggukkan Jena dan Rehan yang menyetujui ucapan Fina itu.
Jun hanya mengedik bahunya dan menarik sudut bibirnya. "Ya udah, yuk."
Tepat setelah mengucap kalimat itu, cowok itu bergegas meninggalkan tempat itu. Ia melangkah pelan diikuti oleh Karina di belakangnya. Sebelumnya Karina telah melambaikan tangannya pada ketiga temannya itu. Karina dan Jun itu akhirnya menghilang ditelan pintu dan tak terlihat lagi.
Fina dan Jena masih memandangi punggung kedua orang yang telah menjauh itu. Kemudian Fina tiba-tiba berucap kalimat yang membuat Jena tercengang seketika. Bahkan terus terpikirkan.
"Lo tahu kalau Karina suka sama Jun?"
"Hah?!"
***