66- Menjadi Canggung

1038 Kata
Jena menatap Karina dalam diam. Entah mengapa ia menjadi diam jika ada di samping Karina, tidak seperti yang sebelumnya. Terlebih setelah Karina menyatakan perasaannya yang menyukai Jun itu kepada Jena, mendadak Jena menjadi menghindari gadis itu. Ada rasa canggung yang melingkupi diri Jena, dan ia akui hal itu. Rasanya ada yang salah dengan hatinya setelah mendengar bahwa Karina menyukai Jun. Karina saat ini tengah mengobrol dengan Jun di kursi sebelahnya. Gadis itu tampak tersenyum beberapa kali ketika ia berbicara pada Jun. Tidak seperti sebelumnya yang membahas tentang pelajaran sekolah mereka, kali ini mereka membahas tentang ekstrakurikuler di sekolah. Sebenarnya lebih banyak Jun yang bercerita tentang kehidupan OSIS- nya itu, sedangkan Karina yang lebih banyak mendengarkan. Mereka saat ini tengah berada di kantin sekolah mereka, selagi menyantap makan siang masing- masing. Seluruh makanan sudah tersaji di atas meja, namun dari semua orang yang ada di meja tersebut, hanya Jena seorang yang tak menyentuh makanannya sama sekali. Gadis itu sedari tadi hanya mengaduk- aduk jus jambunya dan menyedotnya terus menerus, sampai membuat Fina yang berada di sampingnya pun kebingungan. “Lo kenapa dah?” tanya Fina yang menatap Jena dengan kening berkerutnya. Tentu saja Fina langsung menanyakan semua hal yang membuatnya penasaran. Mendengar celetukan pertanyaan dari Fina itu sontak membuat seluruh penghuni meja di sana menoleh. Rehan, Jun dan Karina mendadak ikut menoleh. Semuanya serempak menatap Jena yang sudah lebih dulu ditatap oleh Fina. Jun menyangga dagunya dan menatap Jena dengan alis bertautnya. “Lo … lagi ada masalah hidup?” tanya cowok itu dengan kekehan di wajahnya. Jena langsung terkejut di tempatnya itu dan segera mengibaskan tangannya ke hadapan semua orang di sana. “Dih, apaan sih lo.” Jena menatap sewot ke arah Jun. Kemudian gadis itu menatap pada temannya yang lainnya. “Gue gak apa- apa, kok,” sambungnya lagi. Berikutnya, gadis itu kembali menundukkan kepalanya dan lagi- lagi menyedot jus jambunya. “Lo gak mau nasi uduknya?” Jun menunjuk pada nasi uduk di hadapan Jena yang sengaja dipesan oleh gadis itu. Tetapi sebelum gadis itu menjawab pertanyaan dari Jun itu, cowok di depan Jena itu segera mengambil alih sepiring nasi uduk tersebut. “Kalau gak mau, buat gue aja,” sambungnya dengan kekehan jahatnya. Fina langsung menggeplak tangan Jun dengan keras. “Lo tuh ya!” Sontak cowok itu mengaduh dan segera mengelus punggung tangannya itu. “Sakit, Pin!” Fina hanya bisa memeletkan lidahnya itu dan berucap, “Bodo!” Jena terkekeh melihat interaksi teman- temannya itu. Namun ketika ia tak sengaja bersitatap dengan Karina, ia secara reflek langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain. Kentara tak ingin menatap Karina lama- lama. Seketika itu, Karina langsung menyadari akan hal itu. Pasti ada yang salah kepada Jena karena ulahnya. Mungkinkah karena pernyataan sukanya itu? Kalau dipikir- pikir lagi, Jena mendadak berubah sikapnya setelah Karina mengatakan bahwa ia menyukai Jun. Namun mengapa sikap Jena menjadi canggung dan dingin kepadanya? Mungkinkah karena Jena cemburu? “Gue ke kelas duluan, ya.” Lamunan Karina mendadak buyar setelah ia mendengar ucapan tiba- tiba dari Jena. Jena menginterupsi perhatian teman- temannya itu dengan raut yang tampak lesu. Gadis itu tersenyum dan menatap keempat temannya. “Nasinya lo makan aja, Jun,” sambungnya lagi. Dan tanpa menunggu respon seluruh teman- temannya lagi, Jena sudah beranjak dari duduknya. Sontak seluruh orang yang ada di sana pun terkejut. Terlebih lagi wajah Jena menandakan bahwa ada yang salah dengannya. Jena terlihat lesu dan letih. Kening gadis itu juga sedari tadi berkerut dan ada buliran keringat di pelipisnya. Semua hal itu menandakan bahwa Jena mungkin saja sedang tidak enak badan. “Jen!” Jun langsung menarik tangan gadis itu dan menghentikan langkah Jena yang hendak menjauh. “Gue cuma bercanda.” Cowok itu langsung memasang raut bersalahnya sedangkan Jena hanya bisa menghela napasnya dengan kasar. “Lo sakit, Jen?” Fina ikut berceletuk. Beberapa orang memandang Jena dengan wajah khawatir. Apalagi setelah mendengar pertanyaan Fina itu. Jun bahkan langsung menatap ke arah Jena dengan panik. “Bener lo sakit? Mau gue antar ke UKS?” tanyanya. Ia mendadak menjadi merasa bersalah karena telah bercanda dengan berlebihan seperti tadi. Jena sempat terdiam di tempatnya selama beberapa detik sebelum gadis itu melirik ke arah seluruh temannya. "Gue-" Dan ketika ia menatap ke arah Karina, ucapannya seketika terhenti. Ada perasaan yang menjalar tiba- tiba ke hatinya. Perasaan itu ... adalah rasa ingin menang dan membuktikan siapa yang bisa menang. Jadi ketika Jun masih menggenggam tangannya dan cowok itu menunggu jawabannya, Jena pun akhirnya mengangguk. Tanpa sadar, Jena sudah membohongi semuanya. "Em." "Oke kalau gitu kita ke UKS, ya," putus Jun dengan tegas. Fina dan Rehan pun sontak menganggukkan kepalanya, sedangkan Karina hanya bisa memandang nanar pada kedua orang tersebut. Selang beberapa detik berikutnya, Jena pun kembali melanjutkan langkahnya dengan diikuti oleh Jun di sampingnya. Jun bahkan beberapa kali mencoba untuk merangkulkan tangannya ke pundak Jena dan memastikan bahwa gadis itu tidak apa- apa. Keduanya berjalan membelah keramaian kantin kemudian menghilang di belokan koridor. "Kita ikut mereka gak?" Karina tiba- tiba beranjak dari duduknya itu dengan tatapan yang masih ditujukan kepada Jena dan Jun. Namun berikutnya ia mengalihkan tatapannya kepada Fina seolah menanti jawabannya. Mendapat pertanyaan seperti itu, Fina sontak menggeleng. "Enggak perlu." "Kenapa?" tanya Karina dengan bingung. Bukankah seharusnya mereka saat ini membantu Jena yang tampak sakit itu dan bukannya hanya diam? Fina kembali menggelengkan kepalanya. "Jun aja udah cukup buat temenin Jena di UKS." Ia kembali menatap pada ketoprak yang tadi dimakannya itu. "Jena udah punya Jun yang jagain dia, jadi kita gak perlu ikut ke sana sekarang. Lagipula sebentar lagi bel masuk jam pelajaran terakhir bakal berdering, dan lebih baik kita ke UKS nanti aja sekalian pulang." Gadis itu menjelaskan dengan santai sembari kembali menyendok makanannya. Rehan pun melakukan hal yang sama. Cowok yang tadi diam itu ikut berceletuk. "Udah, Rin, makan lagi gih. Keburu bel masuk." Karina pun akhirnya hanya bisa mengulum bibirnya dalam diam. Ia tak bisa mengatakan apa- apa lagi kepada Fina maupun Rehan karena semua yang dikatakan oleh keduanya itu benar. Jena sudah memiliki Jun di sisinya, dan itu cukup. Orang sepertinya yang bahkan baru beberapa bulan bersama mereka itu tidak ada artinya sama sekali. Dirinya bukan siapa- siapa. Dan tiba- tiba Karina merasa benci akan fakta itu. °°°°°
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN