"Gue ... beneran suka sama Jun, Jena."
Jena terkejut mendengar kalimat itu terucap dari bibir Karina. Gadis itu membulatkan matanya, bahkan sangat kentara sekali bahwa ia sangat terkejut sekarang.
Mungkin sebelum ini Jena sudah pernah mendengar tentang perasaan suka Karina kepada Jun itu dari Fina. Dan ketika mendengar pernyataan itu, Jena pun memasang reaksi yang sama. Benar-benar terkejut.
Meskipun sebenarnya ia tak harus terkejut, karena pasalnya bahkan di seluruh sekolah mereka pun banyak yang menyukai Jun. Bahkan ada yang menyatakan perasaan mereka terang-terangan kepada Jun dengan memberi cowok itu bingkisan, atau makanan.
Jena sudah kebal dan sangat mengetahui akan banyak gadis di sekolahnya yang menyukai Jun itu. Dari yang satu angkatan dengannya, maupun dari kakak kelas atau adik kelasnya. Tetapi dari semuanya, Karina termasuk salah satu di dalamnya. Dan entah mengapa Jena merasakan hal aneh ketika Karina bahkan mengakui hal itu dari bibirnya sendiri.
Sebenarnya, Jena tak asing dengan sikap Karina yang berbeda itu kepada Jun. Atau dari tatapan berbinar yang selalu ditunjukkan oleh gadis itu kepada Jun. Tetapi yang membuat Jena kini sangat terkejut adalah fakta bahwa Karina mengakuinya sendiri. Iya, Hanya itu.
Jadi, respon yang pertama Jena berikan ketika mendengar kalimat tersebut adalah dengan mengedipkan kedua matanya berulang kali.
"Lo ... suka sama Jun?" tanya Jena dengan tergagap.
Ia terus saja memastikan pendengarannya itu. Bisa jadi barusan ia salah dengar, 'kan?
"Eum." Karina dengan mantap mengangguk berulang kali. Gadis itu kemudian tersenyum lebar, tak memasang raut seriusnya lagi seperti tadi. Lalu ia melanjutkan kalimatnya.
"Lo mungkin udah pernah denger dari Fina atau mungkin gerak-gerik gue selama ini mudah lo tebak. Ya, 'kan?" tanya Karina dengan senyum lebar lagi.
Ia melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti itu, kemudian menarik lengan Jena agar ikut berjalan kembali bersama dengannya.
"Gue suka banget sama Jun," sambung gadis itu lagi.
Jena yang berada di sampingnya hanya bisa terdiam mendengarkan kalimat Karina. Sekali lagi Jena hanya bisa mendengarkan Karina yang terus saja berceloteh panjang lebar. Tentang perasaannya kepada Jun.
Mereka telah melewati gerbang sekolah, dan berjalan di jalanan menuju rumah Karina, baru berikutnya menuju rumah Jena. Namun sepanjang perjalanan itu, yang paling dominan berbicara adalah Karina. Sedangkan Jena justru lebih banyak diam.
"Gue gak tahu kenapa gue bisa tiba-tiba jadi suka sama Jun. Mungkin karena dia ganteng, atau karena dia tinggi, atau karena dia itu pinter." Karina terus berceloteh. Yang entah mengapa membuat Jena mendadak tak nyaman mendengarnya.
Ia kini yang gantian menggandeng lengan Jena agar bertautan dengannya. "Menurut lo gimana?" tanya Karina tiba-tiba.
Jena yang mendengar kalimat pertanyaan itu pun hanya bisa terkesiap. "Oh? Hah?" tanyanya bingung.
Ternyata sedari tadi pikiran Jena sudah melanglang buana entah ke mana-mana. Jadi ia tak begitu mendengarkan kalimat dari Karina yang terus saja memuji Jun.
Karina terkekeh menatap Jena. Kemudian ia memasang ekspresi dengan bibir yang mencebik dalam. "Lo ngerasa gak nyaman ya karena gue sedari tadi bilang tentang Jun?" tanyanya dengan tatapan sedih.
Hal itu membuat Jena sontak tersadar sepenuhnya. Ia langsung mengibaskan tangannya di hadapan Karina. "Enggak, kok!" sangkalnya dengan cepat.
Karina terkekeh. "Terus?" tanyanya lagi. "Atau jangan-jangan lo cemburu karena gue suka sama Jun? Iya, Jen?"
Awalnya ia hanya ingin membuat lelucon pada Jena tentang Jun. Namun anehnya Jena malah tampak menganggap serius dan menanggapi pertanyaan Karina dengan serius juga.
"Itu ... gue ..." Jena malah bingung dengan kalimat apa yang hendak ia katakan nanti.
"Lupain aja kalau gitu, Jen."
Ucapan Karina langsung memotong kelanjutan kalimat dari Jena. Gadis itu terkekeh kemudian tersenyum lebar.
"Sorry, ya, gak seharusnya gue nyatain perasaan gue itu ke lo. b**o banget, gue!" serunya lagi sembari memukul pelan kepalanya sendiri itu. "Lupain aja kata-kata gue tadi, okey?" sambungnya lagi.
Karina membalik badannya, dan ia kembali berjalan menatap ke jalanan di depannya. Kali ini ia tak menggandeng tangan Jena seperti tadi.
Melihat dan mendengar respon Karina tadi, Jena sontak mengibaskan tangannya dengan cepat. Ia juga berseru dengan keras yang langsung menghentikan langkah kaki Karina.
"Enggak, Rin!" Jena tersenyum. "Gue gak masalah, kok."
Karina menatap Jena dengan alis kanannya yang terangkat sebelah itu. "Lo serius?"
Jena seketika mengangguk. "Iya, serius," ucapnya seraya tersenyum kian lebar. "Lagian yang suka sama Jun bukan cuma lo, banyak anak sekolah yang suka Jun, jadi gue gak masalah. Udah kebal dengernya." Jena mengibaskan tangannya lagi.
Bohong!
Seolah ada yang berteriak di telinga Jena saat ini. Atau hatinya sendiri yang berteriak seperti itu kepada dirinya.
Nyatanya, Jena sempat terganggu akan pernyataan perasaan Karina itu. Jadi ia sudah membohongi Karina juga dirinya sendiri.
"Oh ya?" Karina kini ikut tersenyum lebar dengan tatapan mata yang berbinar itu. "Bagus deh kalau gitu. Gue pikir lo cemburu." Ia lagi-lagi terkekeh.
Jena tersenyum lebar dan sekali lagi ia menganggukkan kepalanya itu. "Iya, jadi lo gak perlu minta maaf lagi ke gue. Karena gue gak kenapa-napa."
Jena kembali melanjutkan langkah kakinya itu. Ia kembali berjalan dan diikuti oleh langkah Karina di belakangnya.
Karina pun tiba-tiba langsung menggandeng tangan Jena lagi, sembari terkekeh.
"Oh, iya, emangnya lo beneran gak cemburu? Gak suka sama Jun sama sekali? Dia ganteng banget loh, Jen, udah gitu baik, ramah, pinter." Karina menerawang, dan Jena tahu bahwa saat ini Karina tengah membayangkan wajah Jun di awang-awang.
Jena menggelengkan kepalanya. "Enggak. Gak cemburu. Buat apa gue cemburu?"
Bohong!
Jena mendengus sebal. Rasanya ia ingin memukul hatinya yang sudah mengucapkan kalimat itu keras-keras. Jena dengan gemas tersenyum pada Karina.
Sedangkah gadis yang tengah menggandeng tangan Jena itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Gue salut sama kalian, bener-bener murni bersahabat." Karina terkekeh namun detik berikutnya ia kembali bertanya, "Kalian gak kepikiran bakal kejebak friendzone gitu gak sih?"
Jena yang mendengar pertanyaan itu kemudian hanya menggelengkan kepalanya. Dan kebetulan saat itu ia tak sengaja menangkap keberadaan rumah Karina yang sudah hampir di depan mata itu. Jadi Jena ada kesempatan untuk mengalihkan pertanyaan Karina itu.
"Eh, itu rumah lo!" Jena menunjuk rumah besar berpagar hitam yang hanya berjarak lima puluh meter di depan mereka itu.
Jena langsung beralih menatap Karina kembali.
"Gue duluan kalau gitu, Rin." Jena segera melambaikan tangannya itu dan bergegas berjalan menuju jalan di gang dekat rumah Karina itu.
"Oh, iya. Dah!"
Karina hanya bisa memandang punggung Jena yang kian menjauh itu.
Jena sengaja menghindar dari pertanyaan Karina itu. Ia tak ingin menjawab apapun lagi, yang mana akan membuatnya akhirnya tanpa sadar mengucapkan perasaannya sendiri itu. Meski belum sepenuhnya yakin akan perasaannya itu, tetapi Jena yakin, perasaannya kepada Bayu telah berubah. Begitu pun kepada Jun.
***