35- Penasaran

1026 Kata
Bayu masih kesulitan untuk mendengar hal apa yang dibicarakan oleh Jena dan Jun itu. Dari tempatnya berdiri kini, Jena dan Jun tampak merendahkan nada suara masing-masing ketika membahas hal yang sangat penting itu. Sesekali Bayu mendengar bahwa ada hal tak masuk akal yang terjadi pada kedua orang itu. Namun hal apa? Apa yang tak masuk akal? Bayu ingin melangkah untuk mendekat ke arah Jena dan Jun yang masih bersitatap tanpa suara itu, namun ia urungkan. Pasalnya kini ponselnya berdering keras. Membuat Jena dan Jun bahkan sempat terkejut dan mencari-cari sumber bunyi itu. Bayu mengumpat dalam hati. Ia lupa untuk menghidupkan mode senyap pada ponselnya. "Ish, gak tepat waktu banget sih!" gerutunya dalam hati. Terpaksa Bayu melangkah menjauh dari belokan itu. Cowok itu segera pergi sebelum Jena atau bahkan Jun memergokinya tengah menguping pembicaraan mereka itu. Cepat-cepat Bayu melangkah meninggalkan belokan itu, untuk mengangkat telepon dari orangtuanya itu. "Halo, Ma." Bayu melirihkan suaranya. Ia takut ada yang mendengar percakapannya dengan sang Mama lewat sambungan telepon itu. Mama Bayu di sebrang sana mengatakan kalimat yang membuat Bayu bergidik. Bahkan mamanya itu selalu memanjakan Bayu hingga detik ini, membuat seolah cowok itu masih berusia lima tahun. Bukan karena apa, alasan sesungguhnya ia bersembunyi dari teman-temannya hanya demi mengangkat telepon dari Mamanya itu karena ia malu. "Iya, Ma. Nanti Bayu makan yang banyak. Tenang aja, udah Bayu kerjain pe-ernya." Bayu berujar dengan cepat. Ia menatap sekitarnya. Takut ada yang melintas atau bahkan mengenalnya. Meskipun ia tahu bahwa mustahil orang untuk tak mengenalnya yang notabenenya seorang Ketua OSIS. Bayu kembali mengangguk dalam diam, walaupun ia tahu mamanya itu tak melihatnya. Kemudian cowok itu menyandar ke dinding untuk meregangkan ototnya. "Udah, Ma. Bayu lagi istirahat, ini. Sebentar lagi masuk ke kelas lagi." Cowok itu menyela ucapan mamanya yang tadinya sempat akan terucap. "Iya, deh. Mama tutup teleponnya. Kamu jangan lupa, ya selalu jaga jam makan kamu terus cuci tangan setiap saat. Cuaca lagi gak menentu, musim penyakit." Mamanya di sebrang sana masih mewanti-wantinya. Bayu mengangguk tak bersuara. Ia lupa bahwa Mamanya tak melihat anggukkan kepalanya. Dan setelah ia sadar bahwa mamanya menunggu jawabannya, segera ia membuka bibirnya. "Iya, Ma." Ketika Bayu mengucap kalimat itu, seseorang melintas di depannya. Ia hanya dapat tersenyum ketika orang itu melihat ke arahnya, kemudian berlalu begitu saja. d**a Bayu berdebar kencang dibuatnya. Terkejut seketika. Ia tak ingin seorang Ketua OSIS sepertinya dicap sebagai anak Mami atau anak rumahan yang selalu patuh dan jadi kesayangan Mama. Sehingga ia selalu malu. "Bayu tutup teleponnya, ya, Ma." Bayu memutuskan untuk segera mengakhiri percakapan itu. Dengan segera cowok itu memutus sambungan telepon ketika Mamanya sudah mengucap salam perpisahannya. Cowok itu memasukan ponselnya ke dalam saku celananya. Kemudian ia segera melangkah menuju belokan tadi, tempat di mana Jena dan Jun berbicara dengan serius itu. Saat Bayu sampai di belokan itu lagi, Jena dan Jun masih ada di sana. Sepertinya mereka berdua tak mempedulikan dering telepon tadi. "Mereka berdua masih di sana?" Bayu bermonolog sendiri. "Mereka berdua ngomongin apaan sih kok gak selesai-selesai?" Bayu bertanya dengan suara yang sangat lirih. Ia menatap ekspresi wajah Jena, kemudian mendapati bahwa Jena memasang raut seriusnya. Raut itu yang bahkan sebelumnya tak pernah Bayu lihat, karena selama ini Jena selalu memberinya raut ceria dan bahagia. Selang beberapa detik berikutnya, Jena dan Jun mendadak terdiam. Meskipun mereka saling menatap, namun mereka tak mengucap sepatah katapun. Bahkan Jun menatap Jena dari jarak sedekat itu. Membuat Bayu tak sadar jika dirinya sudah termakan api cemburu sekarang. Kini Bayu sudah melangkah mendekat ke arah kedua orang itu. Dengan cepat Bayu berpura-pura seolah tak menguping sedari tadi. "Jena?" sapa Bayu begitu saja. Cowok itu tak menatap Jun sedikitpun, ia memilih hanya memandang Jena seorang. Sapaan itu membuat Jena dan Jun tersentak saking kagetnya. Jena membalik badan dan mendapati Bayu yang tadi menyapanya itu. Ia tersenyum lebar begitu melihat wajah Bayu. Apalagi kenyataan bahwa Bayu hanya menatapnya seorang. "Bayu?" Jena tersenyum sumringah. Raut wajah serius yang tadi ia tunjukan kini tak ada lagi. Yang ada hanya senyum lebar cerianya khas Jena yang Bayu tahu itu. Jun yang ada di samping Jena kini merasa terabaikan. "Woy kalian berdua! Gue ada di sini loh." Ia mengibaskan tangannya. Setelahnya mendecak. "Gue merasa numpang di dunia ini, sisanya milik kalian berdua," gerutu Jun lagi. Bayu menatap Jun sekarang. Kini tak ada raut serius yang Jun tampilkan seperti Jena tadi. Kedua orang itu menampakkan raut wajah yang biasa mereka tujukan pada semua orang. Tampak wajar. Sama sekali berbeda dengan tadi. Bayu tersenyum menatap Jena. "Lo gak lupa 'kan tentang janji kita nanti sore?" tanya cowok itu mengabaikan ucapan Jun. Jena mengerjap. Ia mengerjapkan matanya berulang kali sembari mengingat-ingat perkataan Bayu itu. Tentang janji yang Bayu maksud. Selang beberapa detik berikutnya, gadis itu tersenyum lebar. "Iya, ingat dong!" serunya mengagetkan Jun seketika. Lalu Jena menyengir. "Iya, tenang aja, gak akan lupa kok," lanjutnya. Jun menatap kedua orang itu dengan penuh tanda tanya. "Janji? Janji apa?" tanyanya menuntut pada Jena. Kemudian ia beralih menatap Bayu. "Bayu, janji apaan?" Bayu tak memandang Jun sama sekali. Cowok itu hanya menatap Jena dan tersenyum. "Jangan lupa, ya. Biar nanti sore kita bisa pulang bareng," ucapnya lagi. Berikutnya Jena segera mengangguk berulang kali. Bahkan tampak sangat antusias. "Iya." Bayu hanya tersenyum. Kemudian tak memandang Jun sama sekali dan selanjutnya melangkah meninggalkan keduanya. Hal itu membuat Jun tercengang karena Bayu bahkan tak menatapnya sama sekali, seolah dirinya itu sosok tak kasat mata. "Apa, Jen? Janji apa?" Jun kini menatap Jena dan lagi-lagi menuntut jawaban. Jena yang masih tersenyum-senyum sendiri itu hanya menatap Jun sekilas. Gadis itu memandang punggung Bayu yang kian menjauh dari pandangannya. "Jena! Ih!" Jun menyenggol lengan Jena dengan keras membuat gadis itu mengaduh. "Aw, sakit, Jun!" Jena menjerit sakit kemudian menggeplak lengan Jun tak kalah keras. Jun yang kini gantian mendelik sakit. "Sakit!" "Ya makanya jangan jorogin dong." Jena mendelik geram. Kedua orang itu masih saling menyalahkan diri masing-masing. Kemudian diisi dengan celotehan Jun yang masih penasaran tentang janji antara Jena dan Bayu. Mereka tak menyadari bahwa Bayu membalik badannya hanya untuk memandangi keduanya itu. Dalam hatinya, Bayu mengira-ngira percakapan apa yang Jena dan Jun itu bicarakan tadi. Ia tak tahu mengapa, namun tiba-tiba ia jadi penasaran tentang Jena dan Jun. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN