"Siapa sih orangnya? Apa gue kenal orangnya?"
"Em, lo sangat mengenal orang itu." Jena mengangguk pelan. Ia masih menerka reaksi apa yang akan Jun tujukan padanya ketika mendengar kelanjutan kalimatnya.
"Siapa?" Jun masih menuntutnya.
Jena merapal doa dalam hatinya sembari mengucapkan kalimat selanjutnya. Ia harap agar Jun setidaknya tak terkena sport jantung nanti.
Sekali lagi Jena menggigit bibirnya. Kemudian perlahan menutup matanya, tak berani menatap reaksi Jun, sembari berujar dengan lancar.
"Sosok itu ... lo."
Jena masih menutup kedua matanya ketika Jun bertanya kembali padanya.
"Dan orang yang lo lihat dalam foto yang Nenek punya itu ... gue?" Cowok itu terdengar tak mempercayai perkataan Jena itu.
Jena masih memejam, gadis itu berikutnya mengangguk berulang kali. "Iya. Yang gue lihat dalam foto itu orang yang mirip banget sama lo." Jena berkata dengan menekankan ujung kalimatnya. Ia lagi-lagi menunggu respon Jun selanjutnya.
Setelah terucapnya kalimat itu, keadaan di sekitarnya mendadak hening. Jena tak mendengar apapun sekarang, namun ia tahu bahwa Jun masih berada di sampingnya. Cowok itu masih setia di dekatnya. Namun Jun hanya diam tak bergeming, entah tengah memikirkan apa. Jena tak tahu bagaimana raut wajah cowok itu sekarang, pasalnya ia masih memejamkan kedua matanya.
Berikutnya, karena dilanda rasa penasarannya, gadis itu membuka kelopak matanya. Hingga akhirnya matanya terbuka sepenuhnya. Gadis itu membuka matanya lebar-lebar, tatkala Jun kini juga menatapnya.
Jun diam, namun terus menatap mata Jena. Cowok itu seolah mencari celah kebohongan dari mata gadis itu. Namun tak ia temukan jua. Jena memang benar-benar berkata jujur saat ini. Lagipula selama ini Jena memang tak pernah membohongi Jun.
"Gue rasa ..." Jun menggantung ucapannya. Ia sendiri bingung memulai dari mana kalimat yang akan ia katakan pada Jena.
Jena tak mengerjap sedikit pun, ia masih menunggu jawaban Jun berikutnya. Gadis itu menatap tajam pada cowok di depannya itu.
Jun menarik napasnya sebelum mengatakan kelanjutan kalimatnya. "Gue rasa ... gue memang reinkarnasi dari zaman dahulu, Jen." Cowok itu berucap tanpa ekspresi apapun.
Jena seketika membelalakkan matanya. Ia mengerjapkan matanya berulang kali. "Lo ... percaya sama omongan gue?" tanyanya dengan sangsi.
Jun mengangguk begitu saja. Cowok itu tak menyembunyikan ekspresinya lagi sekarang. Ia tersenyum pada Jena.
"Bukannya gue udah bilang kalau gue bakal selalu percaya sama lo?" Jun mengucapkan kalimat tanya sekaligus kalimat pernyataan itu.
Jena langsung mengangguk menyetujui ucapan Jun.
"Nah, lo tahu sendiri tuh. Gue memang percaya sama lo." Jun tersenyum lagi.
Berikutnya cowok itu mulai menatap Jena dengan serius. "Coba lo ceritain gimana Nenek bisa punya foto itu."
Jena mengangguk lagi dengan antusias. "Awalnya gue gak sengaja nemuin foto itu di kamar Nenek, tapi pas gue mau tanya sama Nenek, dia nangis," jelas Jena. "Lo tahu sendiri 'kan penyakit apa yang Nenek derita?"
Jun menggumam kecil seraya menganggukkan kepalanya. "Tau."
"Nenek nangis terus jerit-jerit sendiri. Seperti biasanya kalau dia kambuh dan diingatkan tentang kejadian di masa lalunya." Jena menyambung kalimatnya.
"Iya, benar. Nenek selalu begitu kalau kambuh. Gue juga selalu takut kalau Nenek lo udah kambuh." Jun menyetujui.
Cowok itu jadi mengenang ketika suatu hari Nenek Jena itu diingatkan tentang masa lalunya, kemudian Nenek Jena itu akan menangis bahkan menjerit yang terdengar sangat pilu. Saat itu Jun yang masih kecil hanya dapat ketakutan, dan akhirnya ia jarang menemui Nenek Jena.
"Iya, Jun. Tapi anehnya ... Mama bilang kalau foto yang selalu Nenek pegang itu, adalah foto kakaknya," ucap gadis itu dengan sorot yang mulai meragu. "Menurut lo ... itu masuk akal? Bahkan kakak dari Nenek gue itu udah meninggal puluhan tahun yang lalu." Jena berujar dengan serius. Ditatapnya Jun yang tengah berkacak pinggang itu.
"Dan gue juga sempat mikir kalau gak masuk akal orang yang sudah meninggal puluhan tahun lalu itu hidup lagi. Reinkarnasi?" Jena menyambung kalimatnya.
Seperti yang ia katakan, sebenarnya Jena pun tak menyangka bahwa reinkarnasi itu benar-benar nyata. Ia masih belum percaya sepenuhnya dengan ucapan Neneknya. Namun ia pun sudah dua kali melihat sosok itu, sosok yang memiliki wajah yang sama dengan Jun namun dalam tubuh lain.
Jun mengangguk. Ia mengerti apa yang Jena katakan mungkin terdengar sangat tidak masuk akal. Namun ia pun tak mengerti mengapa dirinya sendiri tak merasakan hal aneh. Jun merasa kalau yang Jena ucapkan itu benar.
Jadi cowok itu kini mulai mengatakan kalimat yang sejak tadi ingin ia katakan pada Jena.
"Gue sebenarnya bermimpi." Jun mulai menjelaskan.
Jena mengernyit dahinya. "Mimpi?"
Jun mengangguk. Kemudian mulai menjelaskan apa yang ia lihat dalam mimpi itu.
"Sebenarnya gue mimpi ngelihat diri gue sendiri meninggal dunia, Jen."
Jena mendelik begitu mendengar ucapan Jun. "Maksud lo?" tanyanya tak percaya.
Jun mengangguk lagi. "Di dalam mimpi gue, gue melihat tanah yang udah merah karena bercampur dengan warna merah darah. Gue ngelihat diri gue sendiri udah gak bernyawa di atas tanah itu. Tapi gue gak tahu apa penyebab kematian gue di sana."
Jena masih mendelik saking terkejutnya mendengar cerita Jun itu. "Terus? Maksud lo ... lo ngelihat diri lo sendiri meninggal di masa lalu?" tanyanya menebak.
Cowok di hadapan Jena itu mengangguk sekali lagi. "Betul. Soalnya gue ngelihat pakaian yang gue pakai di sana itu asing. Benar- benar seperti pakaian zaman dulu, seperti dari masa penjajahan dulu. Aneh, 'kan?" tanya Jun pada Jena, namun sebenarnya ia pun menanyakan kalimat itu pada dirinya sendiri.
Melihat dirinya sendiri meninggal dunia dalam mimpi itu membuatnya sangat merinding. Hal itu lah yang dirasakan oleh Jena.
"Jadi benar, ya. Lo memang reinkarnasi dari seseorang?" Jena ragu dalam mengucapkan kalimat tanya itu.
Gadis itu masih ragu, bahkan ketika ia memaksa Jun untuk mempercayai ucapannya, namun sesungguhnya ia tak percaya dengan apa yang terjadi.
Jun mengangguk. Lalu ia melangkah mendekat ke arah Jena sembari berujar, "Gue memang reinkarnasi dari sosok itu, Jen."
Seorang Arjuna Satya Permana yang selama ini dikenal sebagai cowok paling pintar di sekolah mereka, yang mendapatkan piagam penghargaan lomba karya tulis, akhirnya mengakui bahwa dirinya sendiri adalah reinkarnasi dari seseorang di masa lalu. Rasanya Jena saat ini tengah bermimpi. Sangat tak masuk akal.
"Tapi Jun ... Nenek bilang, gue juga reinkarnasi dari seseorang di masa lalu." Jena pada akhirnya mengatakan kalimat itu juga. Ia menatap Jun dengan penuh keyakinan.
"Gue ... juga reinkarnasi dari seseorang di masa lalu, Jun."
Siang itu cuacanya sedikit mendung, dan angin bertiup kencang menerbangkan rambut Jena dan Jun. Kedua orang itu membicarakan hal yang bagi siapapun akan terdengar sangat tak masuk akal. Namun tidak bagi mereka berdua.
***