Dirga berpikir sejenak. Begitu saja dia menjabat uluran tangan wanita di depannya tanpa tahu, maksud wanita itu sebenarnya. “Iya. Saya Dirga dan apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” Indah tersenyum samar. Menatapi Dirga mulai ujung kaki sampai ujung kepala kemudian membuat mimik wajah teduh. Lemah lembut seolah dia adalah wanita paling baik di dunia. “Kita memang tidak pernah bertemu sebelumnya. Namun, aku mengenal baik saudari perempuanmu, Hazira.” “Mbak Zira? Jadi Anda ini adalah teman saudari saya?” Dirga hendak mempersilakan. “mari masuk. Biar saya—“ “Tidak perlu repot-repot Dirga. Tidak perlu juga menghubungi Zira jika aku datang karena setiap hari kita sudah bersama-sama.” Dirga mengerutkan sebelah alisnya. Tak mengerti dengan maksud perkataan Indah lantas dia bertanya, “Bersa

