“Selamat pagi.” “Selamat pagi.” Zira mendapat kecupan singkat di pipi. Seperti pagi-lagi biasanya saat dia sedang sibuk berkutat dengan alat masak dan Rayyan datang kemudian memeluknya dengan hangat seperti sekarang. “sarapannya sebentar lagi siap, Mas. Mas bisa duduk dulu.” Zira menghembuskan napas pelan. Aroma Rayyan terlalu memabukkan sehingga membuatnya terjebak dalam euforia yang sama setiap kali menghirupnya. Begitu saja memberikan efek senang dan mengingatkannya pada malam-malam berkabut yang Rayyan ciptakan. Hazira menggigit bibir bawahnya pelan. Lagi-lagi dia teringat bagaimana percintaan panas dengan Rayyan semalam. Kata-kata Rayyan yang begitu manis dan mendebarkan, bahkan masih terngiang sampai sekarang. “Aku masih ingin memelukmu,” bisik Rayyan manja. “jadi aku tidak mau me

