Setelah basa-basi sebentar dengan mama Prisa, akhirnya Dehan dan juga Prisa sudah bergerak ke arah dapur, mereka mulai mengeluarkan barang-barang belanjaan satu persatu dari plastik.
"Maaf ya pak, ini dapurnya sebenarnya udah bersih kok, tapi emang bentukannya saja yang seolah-olah masih aja kotor," Prisa sedikit merasa canggung membawa Dehan ke rumahnya.
Dehan tertawa, "bersih kok, dimana letak kotornya?"
"Ya tahu aja bapak ngerasa nggak nyaman."
"Kita mau masak, bukan lagi mau inspeksi kebersihan dapur, Prisaaa."
Prisa tertawa sambil bergerak ke arah kulkas kecil di dapurnya itu mengambil dua minuman dingin.
"Nih pak, minum dulu, pasti haus."
"Makasih," jawab Dehan membuka tutup salah satu botol lalu meletakkannya ke hadapan Prisa lalu baru mengambil minuman lain untuk dirinya sendiri.
Prisa agak terkejut dengan perlakuan kecil Dehan tersebut, bahkan dia terdiam dan menatap Dehan tanpa berkedip.
Menyadari itu Dehan tertawa karena sadar sikapnya barusan malah membuat Prisa kaget, "kamu memang mau minum kan? Saya kebiasaan sama Manda begitu, jadi reflek bukain punya kamu juga."
Prisa tersenyum dan bergerak meminum minuman yang sudah Dehan buka kan itu, "makasih loh pak."
"Manda beruntung banget punya Pak Dehan, kelihatan banget deket dan perhatiannya." ujar Prisa kembali lanjut merapikan belanjaan.
"Mungkin karena memang selama ini prioritas saya selalu dia dan dia juga kalau apa-apa selalu ke saya, lagian jarak umur kami lumayan jauh, jadi kesannya kadang Manda itu seperti anak saya yang semuanya harus saya yang urus."
Prisa mengangguk, "emang jarak Pak Dehan sama Manda berapa tahun sih? "Kira-kira empat belas tahun an."
"Ooh, saya aja yang jaraknya sama Nania cuma tujuh tahunan udah ngerasa jauh banget, dia bilang kadang saya lebih bawel seperti ibu-ibu di banding mama saya sendiri."
"Kalau anak perempuan tertua itu katanya memang sifatnya lebih ibu-ibu dibanding ibu-ibu beneran kalau di rumah. Tapi ya saya nggak tahu, karena nggak pernah nyoba langsung."
Prisa tertawa, "kayaknya sih pak. Terus kata orang kalau anak tertua laki-laki sifatnya bakalan dewasa banget. Tapi saya juga nggak tahu karena nggak pernah nyoba langsung." Prisa membalas ucapan Dehan sambil terkekeh.
"Oh iya pak, saya boleh kepo ngga?" Prisa lanjut bertanya saat kini mereka sudah mulai menyentuh bahan untuk membuat kue.
"Tentang apa?"
"Jadi kan mamanya Pak Dehan meninggal sejak Manda lahir. Jadi itu Manda dari kecil gimana? Kalau sekarang kan apa-apa mesti sama Pak Dehan, nggak mungkin dong dulu bapak masih umur empat belasan udah ngurus Manda?"
Dehan tertawa mendengar pertanyaan Prisa, "umur empat belas itu udah segede Manda sekarang loh, udah gede kan?"
"Bener juga sih pak, tapi kan sibuk sekolah."
"Dari awal Manda itu udah ada yang ngurusin, bahkan sampai sekarang bibi yang bantu ngurusin Manda masih kerja kok di rumah saya."
"Ooh begitu ternyata."
"Cuma memang, saya selalu ikut bantu-bantu, makanya perlahan Manda dekat sama saya."
"Terus sama Pak Randa emang nggak dekat ya pak?"
Dehan tertawa, "kepo banget ya ternyata."
Prisa tersenyum malu, "soalnya waktu itu Manda pernah bilang kalau Pak Dehan selalu bantu dan ngurus dia, eh tapi pas ngomong Pak Randa langsung bilang enggak nya rada ngegas. Maaf ya pak saya jadi kepo banget."
"Ga papa, pasti kamu penasaran. Tapi jangan sampai di sebar cerita aneh-aneh di kantor ya."
"Enggak lah pak. Saya sebenernya di kantor masuk tim nyimak doang. Kadang percaya kadang nggak sama gosip kantor."
"Manda sama Randa itu bukannya nggak deket, cuma ya Randa itu orang nya rada cuek saja."
Prisa mengangguk paham dengan apa yang Dehan maksud, "Pak Randa sih pasti sayang juga kan pak sama adiknya?"
"Tentu, sudah harusnya seperti itu."
Dehan dan Prisa pun kini mulai sibuk dengan kegiatan memasak kue. Mereka membagi-bagi pekerjaan agar menjadi lebih efisien.
"Wah kemampuan memasak bapak jauh dia atas perkiraan saya ternyata." puji Prisa pada Dehan saat mereka sudah memasukkan adonan ke dalam oven dan kini bergerak menyiapkan dekorasi kue.
"Bukan kemampuan saya yang mencengangkan, tapi sepertinya ekspektasi kamu ke saya yang terlalu rendah."
"Ya saya nggak mau bereskpektasi tinggi. Secara bapak udah hebat dalam hal pekerjaan, seorang kakak idaman, baik, ramah, rendah hati, tampan, kaya dan lain sebagainya, ya masa bapak juga hebat di dapur sih? Kan keterlaluan banget itu namanya. Bener-bener serakah sekali ya bapak ini, kenapa pada bisa semuanya sih?"
"Lalu bagaimana kesimpulannya menurutmu, hm?"
Tanpa ragu Prisa bertepuk tangan yang sampai membuat tepung di tangannya sudah beterbangan kemana-mana, dia pun kini menunjukkan kedua jempolnya pada Dehan, "perfect, sempurna, udah pasti menantu idaman semua ibu-ibu di atas dunia ini."
Dehan tertawa, "bisa aja kamu. Ini semuanya jadi kotor nih gara-gara tepung di tangan kamu."
"Ga apa-apa pak biar ada kayak efek di film-film gitu."
Dehan menepuk bajunya yang ikut terkena tepung, "jadi kotor begini, itu baju kamu juga pada memutih karena tepung."
"Hehehe, berani kotor itu baik pak." Prisa ikut membersihkan dirinya dari tepung yang beterbangan karena ulahnya sendiri.
"Ini juga," Dehan bergerak membersihkan tepung yang bertumpuk di kepala Prisa.
Prisa tentunya menjadi kaget karena kini Dehan tengah menyentuh rambutnya dan posisi mereka menjadi dekat.
"Wah..." tanpa sadar Prisa malah membuka mulutnya karena takjub.
"Kenapa?" Dehan bergerak mundur setelah merasa rambut Prisa agak bersih.
Prisa segera menyadarkan dirinya, "bapak dari dekat kok ganteng banget??"
"Jangan meledek saya," Dehan malah jadi merasa malu dengan pujian Prisa.
"Seriusan loh pak, saya sampai dibuat terpana gitu." entah kenapa Prisa memilih bicara blak-blakan perihal Dehan yang memang terlihat tampan sekali.
Memang selama ini Prisa mengakui kalau Dehan memiliki wajah yang tampan, hanya saja Prisa tidak terlalu ambil perhatian akan hal itu. Tapi untuk sekarang dengan pakaian sedikit berantakan dan beberapa tepung yang masih menempel di wajah pria itu membuat ketampanan pria ini semakin memancar dan butuh apresiasi dan pengakuan khusus.
"Kamu juga cantik kok."
"Eh!?" Prisa kaget bukan main dengan pujian mendadak dari Dehan untuknya.
Dehan mendekat memperhatikan wajah Prisa yang saat ini entah kenapa harus deg-degan luar biasa, "iya cantik, saya sampai terpana loh."
Detik itu juga telinga Prisa terasa panas sekali dan jantungnya serasa akan meloncat keluar sangking berdebar dengan sangat kencangnya.
"Pak!? Saya jadi malu!!!" dengan cepat Prisa mundur menjauh dari hadapan Dehan.
Melihat itu Dehan langsung tertawa terkekeh, "kamu tahu kan betapa malunya kamu saat seseorang memuji seperti itu?"
Prisa langsung menghembuskan napas panjang menatap Dehan dengan tatapan datar, ia pun kembali bergerak mendekat ke arah Dehan, "yaaah, saya pikir bapak beneran muji saya, tahunya cuma balas dendam. Saya kan jadi deg-degan pak."
"Ya ampun Prisa, kamu kenapa lucu banget sih??" Dehan masih tertawa sambil geleng-geleng kepala.
"Cie cieee, apaan nih sampai muji-muji lucu segala?" tiba-tiba ada suara dari arah pintu masuk dapur yang langsung mencuri perhatian mereka.
"Eh? Gama??" Dehan terkejut melihat kehadiran Gama yang sudah akan masuk ke dapur juga.
"Apaan mas? Siapa yang lucu? Mbak Prisa ya? Mana udah lucu, cantik pula lagi kan?" Gama menggoda saat ia sudah ikut bergabung dengan Prisa dan juga Dehan di dapur.
Dehan tertawa, "iya, adiknya juga gitu kan?"
"Nania?? Jelas dong mas, Nania itu udah cantik pinter, plus pemarah lagi." Gama sangat bersemangat menjelaskan tentang Nania.
"Pemarah itu nilai positif?"
"Iya lah mas, cuma Nania yang kalau lagi judes plus marah malah makin kelihatan pesonanya. Pokoknya Nania itu terbaik banget deh."
"Iya deh iya, kalau udah bucin memang beda ya. Btw ngapain kok kamu juga bisa ada disini?" tanya Dehan kaget karena kenapa di rumah Prisa malah bisa tiba-tiba ada Gama.
"Aku tiba-tiba ada di rumah ini mah udah biasa mas, yang aneh itu kok seorang Mas Dehan mendadak ada disini? Nggak bawa Manda pula, hm sangat patut untuk dicurigai sih ini." Gama sudah memasang wajah curiga memindai Dehan dari ujung kaki sampai ke ujung kepala.
"Ini apa kamu nggak lihat kita lagi sibuk bikin kue? Ini kue buat ulang tahun nya Manda."
"Heh? Kenapa bikinnya sekarang? Kan ulang tahunnya bukan sekarang. Bohong ya??"
"Ya ampun Gama, ya kita coba dulu dong biar nanti kalau ada yang kurang, pas bikin kue beneran udah bisa diperbaiki. Percobaan dulu gitu." Prisa menjelaskan pada Gama.
"Ooh gitu, aku pikir cuma alasan doang biar bisa ngabisin waktu bersama, eaaaaakkkkk!" tampaknya walau dijelaskan sekalipun Gama hanya tetap ingin menggoda dua orang ini saja.
"Lah, itu mah kamu. Idenya ada-ada aja biar bisa barengan sama Nania. Nih Prisa, adik kamu harus lebih dijaga dari manusia bernama Gama ini."
Prisa yang sudah mulai memotong-motong coklat hanya tertawa sambil geleng kepala mendengar obrolan Gama dan Dehan yang terus berlanjut, dan itu tentunya cuma obrolan omong kosong.
"Oh iya, tadi aku sama Nania udah mulai beli balon sama beberapa perlengkapan dekorasi lain." Gama mulai membahas hal lain yang masih bersangkutan dengan persiapan ulang tahun Manda.
"Bagus lah, oh iya Nania nya mana?" tanya Prisa karena sejak tadi Nania belum menunjukkan batang hidungnya sama sekali.
"Di kamar mungkin mbak, tadi dia bilang lagi capek banget. Tadinya abis ngantar Nania mau langsung pulang, tapi mama mbak ngasih tahu kalau lagi ada Mas Dehan, yaudah aku ikutan masuk aja."
"Oh iya, Mas Dehan mau kasih kado apa ke Manda?" tanya Gama lanjut pada Dehan.
Dehan menggeleng, "belum ada ide sama sekali."
"Tahun kemarin apa?"
"Nggak ada."
"Hah? Serius?"
Dehan mengangguk, "karena biasanya emang gitu, ga ada perayaan, ga ada kado."
"Ish, memang sangat membosankan. Nania ulang tahun aja kemarin aku ngasih kado. Seperangkat skincare dibayar tunai." ejek Gama pada Dehan.
"Itu mah modus, ada maksudnya."
Gama tertawa, "kasih itu aja mas, perintilan boyband korea yang si Manda lagi suka banget sekarang."
"Mas nggak ngerti. Nama boyband nya aja nggak tahu apaan." jawab Dehan menggaruk belakang kepalanya.
"Ckck, sungguh bukan kakak yang perhatian." Gama geleng kepala dengan ekspresi kecewa yang dibuat-buat. Berhasil membuat Prisa tertawa lagi, Prisa tidak pernah mengira perpaduan Gama Dehan akan jadi selucu ini.
"Lah memang sepenting itu?"
"Ya penting lah Mas Dehan, kalau buat fans-fans macam Manda, idol mereka itu udah kayak suatu kebutuhan pokok. Satu hari aja nggak melihat wajah idolnya, duh dunia udah berasa gelap sekali," Gama menjelaskan dengan gaya sok seriusnya.
"Coba nanti tanya Nania aja pak, kalau nggak salah Manda dan Nania sering ngobrolin idol idol kpop gitu sampai ribut banget." Prisa coba memberi saran kepada Dehan.
Gama mengangguk setuju, "kalau Nania sih suka sama grup boyband yang namanya BTS, NCT, Ateez, TXT, terus banyak lagi lah pokoknya, kayaknya semua yang grup korea dia suka deh. Tapi aku nggak tahu sih kalau Manda suka nya apaan. Nah kalau udah tahu grup apa yang dia suka, jadi mudah deh nentuin mau beli apa. Bisa aja album, lightstick, photocard atau apalah gitu. Uang Mas Dehan kan banyak, bisa tuh beliin yang official banyak-banyak."
Dehan hanya mengangguk-angguk coba memahami apa yang Gama sampaikan walau ia tidak begitu mengerti.
"Paham banget ya Gama," puji Prisa pada Gama.
"Iya mbak, demi Nania aku usaha memahami apapun yang dia suka. Tapi sayang aja dia masih belum bisa memahami perasaan ini."
"Ya ampun, drama amat sih ni anak!" Dehan yang melihat tingkah Gama sudah tidak tahan lagi untuk melemparkan tepung ke wajah laki-laki itu.
"Mas!?" Gama kaget karena Dehan benar-benar mencoretkan tepung ke wajahnya.
Prisa ikut kaget namun berakhir tertawa terbahak karena dua pria itu sudah mulai perang tepung satu sama lain.
*
Setelah peperangan antara Gama dan Dehan, kini keadaan dapur sudah mulai tenang, bahkan wangi kue sudah mulai menyebar membuat siapapun yang menciumnya menjadi ngiler. Gama pun setia berada di dapur tidak sabar dengan hasil kue yang membuat perutnya lapar.
"Cantik banget kue nya," puji Gama setelah Prisa meletakkan potongan terakhir ceri di atas kue.
"Kita cobain sekarang kah?" tanya Prisa pada dua orang di hadapannya itu.
"Boleh banget, semoga saja enak." ujar Dehan sambil terus berharap.
"Nih, ayo cepat!" entah kapan Gama mengambil pisau dan piring, ia sudah siap untuk mencicipi kue.
"Saya potong ya pak?" Prisa meminta izin terlebih dahulu dan langsung dibalas anggukan oleh Dehan.
"Suapin mbaaakk, aaaakkk!!" Gama sudah siap membuka mulutnya untuk menjadi orang pertama yang mencoba kue itu.
Prisa tersenyum dan tanpa ragu langsung menyuapkan kue itu pada Gama. Prisa dan Dehan selaku pembuat kue sejak awal sudah tidak sabar menunggu penilaian Gama.
"Gimana??"
"Wah enak banget sih ini, ini resep siapa sih? Lebih enak dibanding kue ulang tahun yang pernah aku beli di toko."
"Serius? Coba juga dong Pris," dengan santainya Dehan yang penasaran ikut membuka mulutnya meminta Prisa yang masih memegang sendok dan piring berisi kue untuk menyuapkan padanya.
Prisa yang juga senang mendengar respon Gama pun langsung menyuapkan kue itu ke mulut Dehan.
"Eh iya loh, enak." Dehan langsung tersenyum lebar merasa senang.
Gama yang melihat itu tidak bisa menahan senyum, "duh aduuuh, momen uwu apa yang ada dihadapan saya saat ini?"
Prisa dan Dehan pun juga baru sadar dan langsung merasa canggung satu sama lain, sedangkan Gama yang memang sejak awal usil sudah puas menertawakan.
"Ah, tidak bisa dibiarkan, kasih aku kue juga lah mbak, aku juga mau nyuapin Nania yang lagi sakit." dengan cepat Gama mengambil piring lain lalu mengambil potongan kue dan berlari pergi ke dalam rumah, bahkan suara kerasnya terdengar jelas tengah memanggil Nania dengan nada yang sangat menyebalkan.
Prisa menggaruk belakang telinganya jadi bingung karena suasana canggung yang ditinggalkan oleh Gama.
Dehan terkekeh, "si Gama itu emang bener-bener ya. Ayo Prisa kamu coba kuenya, memang enak banget loh. Sekalian potongin juga buat kasih coba ke mama kamu."
"Iya pak."
****************************************
HAPPY NEW YEAR KALAU ADA TEMEN-TEMEN YANG POSISINYA DI TIMUR!
SEMOGA TAHUN BESOK MENJADI TAHUN YANG LEBIH BAIK DARI TAHUN INI!!!
HOPE YOU ALL ALWAYS HAPOY AND HEALTHY!