44. Meet

1340 Kata
"Udah semua kan ya pesanan nya?" tanya Dehan saat semua makanan sudah terhidang di hadapannya dan juga Prisa. Seperti rencana sebelumnya, malam ini mereka makan bersama di sebuah restoran yang mana mereka dapat langsung melihat ke arah laut dan suasananya memang sangat cantik seperti apa yang Dehan katakan tadi. Ditambah lagi angin malam langsung menyapa kulit mereka. Prisa mengangguk melihat makanan dan minuman yang terhidang, "banyak banget ya, mas" Dehan tersenyum, "nggak banyak kok ini, garnish nya aja yang kebanyakan." "Duh, saya sebenarnya agak malu loh, Mas Dehan." "Malu kenapa?" tanya nya pada wanita yang duduk di hadapannya itu. "Yang datang kesini kayaknya orang kaya semua, terus bajunya pada bagus-bagus gitu. Saya cuma pakai baju biasa aja, mana muka pasti udah rada kucel seharian dari shelter. Bau juga nggak sih?" Prisa bicara pelan melihat ke sekitar lalu bergerak menciumi dirinya sendiri. Sejauh mata memandang, semua yang makan di restoran ini memakai pakaian rapi sekali. Sungguh sangat berkelas. "Walaupun begitu bukan berarti kita nggak boleh makan disini, kan? Toh kita bayar kok, jadi nggak masalah." "Ya tapi beban mental nya itu loh pak, eh mas." Dehan tertawa sambil geleng kepala seraya mulai mengambil sendok dan garpu untuk makan, "jangan peduli sama orang sekitar. Saya pun juga bajunya biasa saja. Jadi its okay, kita emang lagi tema santai aja. Orang pada ga peduli kok." Walaupun masih merasa segan, Prisa pun hanya bisa tersenyum sambil ikut mulai menyentuh makanan. "Kamu menyukai makanannya? tanya Dehan setelah melihat Prisa mulai memasukkan beberapa sendok makanan ke mulutnya. "Enak, tapi tadi saya lihat harganya mahal ya mas, tapi terbayarkan sih." "Sebenarnya bukan makanannya yang mahal, tapi tempatnya. Sangat nyaman dan lokasinya bagus sekali, ditambah juga pelayanannya." Prisa mengangguk lalu tersenyum melihat ke sekitar, "begini ya ternyata." "Apa??" "Tempat makan terbagus dan termahal yang pernah saya coba, mas." "Kalau kamu menyukainya saya akan ajak kamu lagi nanti." "Eh jangan mas, jangan. Nggak perlu kok, sekali aja udah cukup kok." Dehan tertawa, "ya nggak apa-apa lah Prisa, sesekali. Saya juga nggak sering, itupun kalau iya hanya untuk makan malam terkait kerjaan atau yang memang ada maksudnya, nggak yang murni cuma makan malam saja. Saya pernah beberapa kali dengan Manda, tapi dia bilang dia nggak mau terlalu sering karena kesannya ketuaan buat dia. Kalau tidak salah saya pernah bahas ini saat ulang tahun Manda, kan?" Prisa mengangguk dan tertawa, "ah benar, saya ingat. Yang Manda bilang bapak apa-apa selalu aja ajakin dia, terus bapaknya disuruh nyari cewek, eh maksud saya Mas Dehan. Maaf banget mas, lidah saya masih suka belibet." Dehan tertawa dengan wajah yang dibuat pura-pura kesal, "kamu ingat dengan baik ya ternyata hal seperti itu." "Emang Mas Dehan beneran ga punya cewek yang dekat? Aneh banget orang kayak Mas Dehan nggak ada yang suka." "Hm, entahlah. Saya sepertinya terlalu sibuk. Kalau ada waktu pun saya memilih untuk istirahat atau menghabiskannya bersama keluarga. Kamu sendiri juga demikian kan? Eh, mungkin sih, saya kan nggak tahu kamu gimana." Dehan ikut coba menebak. "Kayaknya sih saya sama saja, mas. Pun kalau mau, ada aja masalahnya." Dehan terdiam dan menatap Prisa yang sedang menunduk melihat makananya, "kamu terdengar seperti baru saja bermasalah dengan sebuah hubungan." Prisa tersadar dan mengangkat kepalanya melihat Dehan yang ternyata tengah menatapnya, "ouh, enggak kok mas, nggak ada apa-apa." Dehan tertawa, "terdengar semakin mencurigakan. Ya udah sih, kalau kamu nggak mau cerita ya nggak masalah." Prisa menarik sudut bibirnya untuk tersenyum lalu Dehan juga sudah kembali menyantap makanannya. Makan malam mereka pun berlanjut santai dengan obrolan-obrolan ringan yang kebanyak tentang sekitar kantor lalu si trio Manda Gama Nania. Mereka terlihat semakin nyaman mengobrol satu sama lain, tak jarang terdengar tawa di antara mereka hanya karena hal-hal sederhana. Namun tiba-tiba saja Prisa tak sengaja melihat seseorang yang ia kenal di salah satu sudut restoran duduk dengan beberapa orang yang sepertinya keluarga dan entah siapa lah yang lainnya. Itu adalah Deni. Prisa sampai membeku melihat bagaimana interaksi Deni yang memakai pakaian jas rapi dengan seorang wanita yang tampak seumuran dengannya menggunakan gaun cantik bernuansa merah maroon. Dan di satu titik tanpa disengaja tatapan matanya bertemu dengan pria yang sejak tadi membuatnya terdiam itu. Deni tampaknya juga kaget dan menatap Prisa lebih tajam untuk memastikan bahwa ia sedang tidak salah lihat. Dan disaat itu pula Prisa segera mengalihkan pandangannya. "Gimana Pris?" tanya Dehan karena ucapannya barusan tak kunjung dijawab oleh Prisa. "Eh iya, gimana Kak Den...?" Prisa yang kaget langsung bicara dan sialnya malah salah memanggil Dehan "Huh??" Dehan terperangah mendengar ucapan Prisa. Prisa dengan cepat menggeleng menyadarkan dirinya, "duh mas, saya kayaknya kebelet deh. Disini ada wc kan ya?" Dehan mengangguk, "tentu, kamu ke belakang aja, kalau ragu tanya salah satu waiters nya, bakal di arahin kok." "Bentar ya, mas." Prisa segera berdiri dan pergi meninggalkan Dehan yang mengerutkan dahi bingung namun memutuskan untuk lanjut saja menghabiskan makanannya sambil menikmati pemandangan. * Prisa menarik napas dalam melihat wajahnya di cermin besar toilet setelah mencuci tangannya. Entah kenapa saat ini rasanya ia merasa sangat tidak nyaman dan gelisah setelah melihat kehadiran Deni tadi. "Hei Pris, kamu udah selesain semuanya secara baik-baik dengan Kak Deni. Aku tidak ada masalah dengan apa pun yang akan dia lakukan, begitu pula sebaiknya. Paham?" Prisa bicara pada dirinya sendiri. "Okey, semuanya aman, tidak ada masalah apapun." Prisa berusaha tersenyum lalu memperbaiki rambut dan memastikan penampilannya terlebih dahulu di depan cermin sebelum kembali keluar. Dehan tidak boleh menunggu sendirian terlalu lama. Dengan santai Prisa keluar dari area toilet hendak kembali ke mejanya, namun sebelum itu ia dikejutkan oleh seseorang yang menunggunya di depan toilet. "Kak Deni??" Prisa terkejut sampai terperanjat. "Pris, kamu disini?" Prisa mengusap dadanya sebentar yang tadi berdebar kencang karena kaget, "iya, kebetulan banget ya Kak Deni juga disini," Prisa tersenyum. "Kamu dengan Pak Dehan?" Prisa mengangguk, "iya, Kak Deni sendiri? Ada acara keluarga? Lumayan ramai tampaknya." Deni menggeleng, "bukan apa-apa." "Kak Deni udah ketemu wanita yang orang tua kakak mau ya?" Prisa bicara begitu saja karena dengan tadi melihat sekilas saja ia sudah bisa paham. Deni menggeleng, "Kamu sendiri kok bisa kesini hanya berdua sama Pak Dehan? Kalian sudah di tahap sedekat itu?" Prisa tersenyum dan mengangguk, "seperti yang Kak Deni lihat sendiri. Ngomong-ngomong selamat ya kak, semoga langgeng." Deni tidak merespon apapun, dia hanya menatap Prisa dengan tatapan yang tidak bisa di jelaskan, hingga akhirnya ia mengangguk dan juga coba tersenyum, "terima kasih." Hanya jawaban pendek seperti itu, namun ucapan Deni berhasil membuat hati Prisa diam-diam bergetar. Bahkan ia tidak bisa untuk menjawabnya lagi. "Kalau memang kamu sama Pak Dehan, semoga juga berjalan baik ya Pris, semoga kamu bahagia." Prisa mengepalkan tangannya dengan sangat kuat dan berusaha tersenyum lalu mengangguk. "Kakak balik ya Pris, kakak cuma mau mastiin kalau ini memang kamu dan nyapa saja. Nggak enak ninggalin yang lain terlalu lama." Deni pamit. "Iya," hanya jawaban pendek itu yang mampu Prisa keluarkan lalu membiarkan Deni pergi meninggalkannya begitu saja. Tanpa suara Prisa kembali bergegas masuk ke kamar mandi. * "Kemana Prisa? Kenapa lama sekali ke belakangnya? Apa dia baik-baik saja?" Dehan mulai khawatir karena setelah beberapa lama menunggu, Prisa tak kunjung datang. Dehan pun bergerak mengeluarkan handphonenya dan coba menelfon Prisa untuk memastikan, namun ternyata bunyi handphone Prisa malah terdengar. Gadis itu meninggalkan handphonenya di atas meja. Dehan mematikan panggilannya, "ditinggal ternyata. Apa perlu disusulin ya?" Baru saja Dehan berniat berdiri untuk menyusul Prisa, ia kembali duduk karena melihat Prisa yang sudah akan datang kembali ke meja. "Lama sekali, baru saja mau saya susulin karena khawatir kamu kenapa-napa," ujar Dehan saat Prisa sudah duduk lagi di depannya. Prisa tertawa kecil, "maaf ya mas. Rada mules, kayaknya nggak cocok sama makanan mahal." "Owalah, saya pikir. Eh, kamu beneran nggak papa Pris? Mata kamu terlihat merah. Kamu habis nangis??" Dehan kaget menyadari ada yang berbeda dari wajah Prisa. "Ah, enggak kok mas. Ini waktu di toilet saya malah ngantuk dan nyaris ketiduran." Prisa menyentuh matanya sendiri sambil tertawa menyampaikan alasannya. "Beneran?" "Bener, Mas Dehan." "Hum, mungkin kamu sudah sangat kelelahan hari ini. Baiklah, habis ini kita langsung pulang ya. Saya antar kamu pulang sambil jemput Manda." "Baik mas, terima kasih banyak ya Mas Dehan."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN