"Pagi sayang," sapa mama pagi ini pada Prisa yang baru saja berjalan ke arah ruang makan.
"Mama masak buat sarapan?" tanya Prisa duduk di salah satu kursi sambil mengambil segelas air dan meminumnya.
"Iya, soalnya keadaan mama rasanya makin hari makin baik. Mulai dari sekarang mama bakal masak kayak biasanya lagi. Kamu nggak perlu repot-repot masak dan beberes lagi. Kamu harus banyakin waktu buat istirahat atau refreshing, intinya yang nyenengin diri kamu. Kamu pasti belakangan ini lelah banget karena mama."
Prisa tersenyum melihat keadaan mamanya yang semakin hari tampak terus membaik, "makasih ya ma. Tapi mama juga jangan maksain diri, kalau capek langsung aja istirahat. Yang paling penting itu kesehatannya mama."
"Iya."
"Oh iya, udah jam segini Nania mana? Atau dia udah pergi sekolah?"
"Ada tuh di kamarnya."
Prisa mengerutkan dahinya, "udah jam segini loh ma, apa dia nggak telat? Atau dia masuk siang?"
"Katanya nggak sekolah. Soalnya nggak enak badan."
"Hah?? Udah tiga hari dia nggak masuk sekolah loh."
"Kan katanya kalau kemarin emang orang ga sekolah, nah hari ini katanya dia nggak enak badan."
"Mama udah cek? Beneran sakit?"
Mama menarik sudut bibirnya, "mama pegang sih suhu badannya normal. Mungkin emang lagi nggak enak badan dan butuh istirahat saja."
"Tumben banget, biasanya juga sakit yang sampai di bawa ke dokter aja dia tetap bersikeras ke sekolah. Coba aku yang tanya aja deh."
"Eh Pris, biarin aja. Biarin aja dia istirahat." dengan cepat mama menahan Prisa yang sudah akan berdiri dari kursinya.
"Aku cuma mau mastiin aja kok ma."
Mama kembali menggeleng, "moodnya terlihat sedang buruk, mending biarin aja."
Walau awalnya tetap ingin pergi, akhirnya Prisa memilih untuk menuruti ucapan mamanya, "yaudah deh. Tapi nanti kalau Nania nya beneran sakit, bilang aku aja ya ma. Atau bisa langsung aja ke dokter."
"Iya, mending kamu sarapan sekarang."
"Okey."
**
"Pris, mau pulang bareng nggak? Aku lagi bawa motor nih, aku anter rumah deh. Soalnya kemarin waktu kita ke pasar kan kamu yang isiin minyak motor sampai full," ajak Hana saat jam kerja sudah habis dan semua orang bersiap untuk pulang.
"Thanks tawaran nya Han, tapi kayaknya enggak usah."
"Kenapa?"
"Mendadak tadi Pak Dehan ngajak ketemu dulu." jawab Prisa dengan suara pelan sambil tersenyum.
"Oalaah, Pak Dehan ternyata. Jadi kalian sekarang udah beneran dekat Pris?"
"Hm.., ya gak bisa dibilang deket juga sih. Cuma ya lumayan sering ngobrol, terlebih waktu weekend kita juga ketemu di shelter. Ya gitu deh intinya, sering ngobrol gitu." Prisa menjawab namun ragu juga untuk menyimpulkan.
"Keseringan ketemu dan interaksi gitu kamu nggak mulai ngerasa suka gitu ke Pak Dehan?"
Prisa tertawa, "aku ngerasa biasa aja sih."
"Seriusan biasa aja? Ganteng gitu loh."
Prisa angkat bahu, "nggak tahu. Waktu ngobrol sama Pak Dehan rasanya kita masih punya batasan gitu. Kamu tahu sendiri lah kenapa aku terus interaksi sama Pak Dehan, itu karena semua yang udah dia kasih. Pikiran kalau aku harus terus berterima kasih selalu ada di kepalaku yang membuatku kadang tidak bisa bicara natural dengannya."
"Jangan bilang diem-diem kamu masih kepikiran Pak Deni."
Prisa terdiam tidak bisa langsung menjawab, jujur saja sampai sekarang ia masih merasa ada yang belum selesai antara dirinya dengan Deni.
"Kamu beneran udah lost contact sama Pak Deni?" tanya Hana lagi karena Prisa tak kunjung menjawab.
"Terakhir dia masih usaha bicara dan nemuin aku."
"Kamu masih ngehindar?"
Prisa mengangguk, "dia pasti akan bosan sendiri kan?"
Hana mengangguk, "tapi nggak tahu kapan, dan nggak tahu juga kamu masih kuat untuk terus menghindar atau tidak."
Prisa langsung mengernyitkan keningnya, "hah??"
Hana hanya tersenyum dan menggeleng, "bukan apa-apa. Eh Pris, tapi kalau suatu hari Pak Dehan suka sama kamu gimana?"
Prisa langsung terbahak, "suka? Yang bener aja lah Han, lihat perbedaan jauh kelas antara aku dan dia. Dia baik sekarang ke aku karena merasa kasihan dengan kehidupanku. Dan itu harus dipertahankan. Lagian tidak ada yang menarik dariku, dia pasti lebih sering bertemu wanita yang lebih menarik dariku."
"Tapi bisa jadi kan? Perasaan itu datang karena terbiasa loh Prisa."
"Bagus lah kalau begitu, ya walaupun terdengar konyol sekali dan tidak masuk akal. Tapi jika dia benar-benar menyukaiku, bukankah itu artinya bagus? Aku bisa dibantu bukan karena alasan kasihan lagi, tapi karena dia menyukaiku. Setidaknya alasan itu terdengar lebih baik." jawab Prisa asal sambil menertawakan dirinya sendiri. Untuk sekarang Prisa sudah terbiasa menertawakan dirinya sendiri yang baginya memang sudah sangat 'lucu'.
"Prisa, makin hari aku jadi ngerasa khawatir sama kamu."
"Udahlah, nggak usah khawatir. Aku udah biasa dengan semuanya dan bisa dengan cepat menyesuaikan kalau masih ada saja masalah yang datang. Udah ya Han, aku keluar dulu, takut Pak Dehan jadi nunggu."
Hana mengangguk, "oke, hati-hati."
"Iya, kamu juga hati-hati nanti."
*
Setelah sampai di basement Prisa langsung berjalan cepat menuju tempat dimana biasanya Dehan memarkirkan mobilnya. Ia mengetuk jendela mobil itu.
"Sore, Pak Dehan." sapa Prisa saat kaca mobil terbuka menampilkan Dehan yang sudah duduk di kursi kemudi.
Dehan tersenyum hangat seperti biasanya, "sore, kamu sudah sampai ternyata. Ayo langsung masuk aja, kita ngobrol sambil jalan."
"Baik pak," dengan senang hati dan tanpa ragu Prisa masuk ke dalam mobil Dehan.
"Maaf ya Pris mendadak saya ngajak kamu buat ngobrol begini," Dehan mulai membuka obrolan terlebih dahulu saat mobil sudah mulai melaju.
"Tidak apa kok pak, kan saya sudah bilang kalau saya akan selalu siap kapan saja bapak perlu atau ingin sesuatu." jawab Prisa dengan nada memang tidak masalah sama sekali, malahan ia terdengar bersemangat.
"Mama kamu sehat?"
"Sehat kok pak, tapi minggu depan mau periksa lagi."
"Kamu kalau untuk biaya ada kendala jangan sungkan untuk bilang ya."
"Oh, uang yang kemarin masih ada kok pak. Tidak ada masalah apapun."
Dehan mengangguk, "jadi sebenarnya saya ngajak kamu ketemu gini karena mau bicarain sesuatu." Dehan mulai membicarakan alasannya mendadak mengajak Prisa bertemu.
"Apa pak??"
"Minggu depan Manda ulang tahun."
"Oh? Benarkah?"
"Biasanya tiap Manda ulang tahun kita nggak pernah yang terlalu ngerayain karena hari ulang tahun Manda juga hari meninggalnya mama saya. Kita biasanya pergi ke kuburan mama dan cuma peringatan seadanya aja. Manda nya pun selama ini nggak pernah minta yang aneh-aneh karena sejak Manda lahir, keluarga saya tidak begitu menspesialkan hari lahir."
Prisa langsung paham dengan apa yang tengah Dehan bicarakan, "pasti karena ulang tahun Manda yang sama dengan hari meninggalnya mama bapak, jadinya hari ulang tahun terasa sensitif ya pak di keluarga bapak?"
Dehan mengangguk, "tapi karena itu juga saya merasa bersalah pada Manda. Dia tidak pernah merasakan hari ulang tahun seperti orang lain."
"Hm, apa artinya bapak ada rencana lain tahun ini?"
"Beberapa waktu lalu sepertinya Manda tidak sengaja bicara tentang keinginannya mengenai hari ulang tahun. Dia ingin kue spesial dan dinyanyikan lagu di hari ulang tahunnya."
Prisa sedikit terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar, "jadi maksud bapak selama hidupnya Manda sama sekali nggak pernah nerima kue ulang tahun?"
"Memang setidak ada itu kata ulang tahun di keluarga saya. Dulu sebenarnya pernah ngerayain ulang tahun Manda secara normal seperti anak lainnya, dengan kue balon lilin segala macam, kalau nggak salah saat Manda kelas 2 SD di sekolahnya dengan teman-temannya."
"Lalu? Apa terjadi sesuatu?"
"Ya maklum anak-anak, mereka pada malah sibuk nanyain mamanya Manda mana karena biasanya kan mamanya anak-anak yang paling heboh di pesta ulang tahun."
"Apa Manda malah menjadi sedih??" Prisa coba menebak.
Dehan tertawa terbahak karena sebelum menjawab tentu ia jadi ingat tentang kejadian itu yang membuat Prisa penasaran, "apa yang terjadi pak??"
"Manda di tanyain hal yang nggak dia punya malah kesel lah. Bukannya sedih atau nangis, dia malah teriak dan ngelemparin kue ulang tahun ke temen-temennya itu. Ya anak-anak itu pada nangis, sedangkan si Manda nya berlagak ga bersalah sama sekali. Waktu ditanya dia malah jawab, kalau dia cuma pengen lemparin kue ulang tahun aja karena dia ga mau kue, tapi pengennya ayam goreng. Padahal seingat saya kue ulang tahunnya lumayan besar."
Manda ikut tertawa mendengar cerita Dehan perihal Manda, "ya ampun bisa-bisanya, seriusan Manda kelas dua SD begitu pak?"
"Iya, saya masih ingat jelas masalah itu. Yaudah kita juga ga bisa marah ke Manda, habis itu kita ajakin dia makan ayam goreng. Dan sejak itu kita nggak begitu peduli lagi sama yang namanya ulang tahun."
Prisa masih tertawa sambil geleng kepala, "Manda ada-ada aja tingkahnya. Terus tahun ini mendadak dia pengen ngerayain pak?"
"Setidaknya hanya perayaan antara kita yang deket sama Manda saja. Dia juga tidak akan suka kalau ramai-ramai. Makanya saya mau minta tolong sama kamu, apa kamu mau ikut bantu saya nyiapin untuk Manda?"
Tanpa pikir panjang Prisa langsung mengangguk setuju, "tentu pak. Saya mau sekali."
"Apa kamu bisa membuat kue? Tentu akan lebih spesial jika kita buat sendiri semuanya. Tapi kalau kamu nggak bisa atau keberatan juga tidak masalah. Kita beli saja."
"Bisa kok pak, sudah lama sejak terakhir kali saya memasak hal seperti itu. Kita atur waktunya saja dan susun rencananya dengan Nania dan Gama."
Dehan langsung tersenyum senang mendengar balasan positif Prisa, "baiklah. Lagipula kebetulan minggu depan sepertinya Gama dan Nania sudah tidak ujian lagi kan?"
"Ujian?" Prisa agak bingung dengan ucapan Dehan.
"Iya, bukankah sekarang mereka sedang ujian? Karena itu Manda jadi jarang ke tempat kamu karena Gama yang biasa nemenin lagi sibuk ujian."
Prisa hanya bisa terdiam karena teringat Nania beberapa hari belakangan malah tidak ke sekolah sama sekali.
"Ada apa dengan anak itu?"
******************************************
.
.
.
Guys, mau tahu dong isi library kalian yang ceritanya recomended. Yang temanya romance juga atau teen fiction tapi nggak yang over v****r hehehe.
Yang sweet romance dan bikin kalian yang malu-malu bacanya padahal mah kalian cuma baca doang, wkwkwk
Boleh banget dong sharing, mana tahu bisa tambahan bacaan buat temen-temen disini.
makasih guys!