Dehan menatap layar laptop dihadapannya dengan kening berkerut, sesekali jari panjang pria dengan mata besar itu memijat pangkal hidungnya. Tampaknya ia sedang sibuk berdiskusi dengan dirinya sendiri. 
"Maaf Mas Dehan, makan siangnya mau saya siapin kesini saja atau bagaimana? Ini udah mau masuk waktu makan siang mas." seorang wanita berusia lima puluhan menghampiri Dehan yang sedari pagi berada di meja ruang tengah dan hanya terpaku dengan laptop di hadapannya. 
"Wah? Ini sudah mau masuk jam makan siang aja, Bi?" Dehan tersadar melihat ke arah jam dinding sambil tertawa. 
"Itu Mas Dehan sejak tadi kayaknya fokus banget, sampai-sampai kopi yang sejak pagi hanya habis sedikit." wanita itu melirik cangkir kopi milik Dehan yang memang masih berisi banyak. 
"Ya ampun, benar juga ternyata. Tenang saja bi, akan saya habiskan kok."
"Eh, nggak usah mas, udah dingin pasti tidak enak lagi. Bibi bawa ke belakang saja ya? Mending Mas Dehan makan siang dulu."
Dehan mengangguk, "iya bi, sebentar lagi. Nanti biar saya yang ambil sendiri ke dapur. Bibi nggak usah repot."
"Mas Dehan apa hari ini ke kantor?" tanya wanita itu karena hari ini sepertinya Dehan hanya fokus menyelesaikan pekerjaannya di rumah.
"Hm, sepertinya nanti sore saja sebentar."
"Kalau gitu nanti habis makan siang bibi siapin cemilan ya untuk Mas Dehan kerja."
"Boleh banget, terima kasih Bi."
"Oke, kalau gitu kopinya bibi bawa ke belakang saja ya mas."
Dehan mengangguk dan wanita itu sudah pergi membawa cangkir kopi dingin milik Dehan. 
Pria itupun tampak mulai meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal, ia merebahkan dirinya di sofa sembari melihat handphonenya. Ada beberapa pesan terkait pekerjaan yang harus ia balas. Setelah merasa selesai, Dehan beralih pada handphone-nya yang lain yang isinya lebih pada hal pribadi. Mata Dehan terbuka sedikit lebih lebar karena kaget melihat dari siapa salah satu pesan yang masuk. Itu adalah pesan dari Prisa, jarang sekali gadis itu mengiriminya pesan duluan. 
.
.
Dari: Prisa 
Pak Dehan, maaf ya pak kalau ganggu. 
Saya mau bilang kalau saya udah bilang ke Nania masalah ulang tahun Manda
Dia kayaknya juga semangat banget. 
Gama katanya juga sudah tahu dari Pak Dehan
Mereka bilang biar mereka saja yang urus kejutan dan perayaannya. 
.
Kepada: Prisa
Syukurlah
Yaudah kasih mereka saja
Pasti mereka lebih tahu mana yang menyenangkan buat Manda
.
Dari: Prisa
Saya juga udah cari tahu referensi untuk kue nya pak
Nanti saya coba dulu buatnya
Biar nanti kue benerannya hasilnya bagus 
.
Kepada: Prisa
Lalu saya tanggung jawab apa? 
.
Dari: Prisa
Bapak cuma tinggal tanggung jawab bawa Manda saja
Hehe
Kan idenya udah dari Pak Dehan
.
Kepada: Prisa
Mana bisa seperti itu? 
Seperti tidak melakukan apa-apa
.
Dari: Prisa
Emang bapak mau bantu saya bikin kue? 
.
Kepada: Prisa
Boleh? 
Saya mau
Kapan? 
.
Dari: Prisa 
Eh?? 
Kok beneran mau? 
Saya bercanda pak
Masa Pak Dehan harus ikut ribet bikin kue sih? 
.
Kepada: Prisa
Ya apa salahnya? 
Kan ulang tahun adik saya? 
.
Dari: Prisa
Bener juga sih hehe
.
Kepada: Prisa
Jadi kapan? 
.
Dari: Prisa
Rencananya sih besok pak
Abis pulang kerja
Bapak sibuk nggak sih? 
Pasti capek sekali sehabis dari kantor
Saya sendiri saja pak
.
Kepada: Prisa
Bukan kah tadi sudah deal saya ikut? 
Kok kamu malah seperti tidak mengizinkan saya? 
Oh, kamu meragukan saya ya? 
Kamu takut saya mengganggu ya? 
.
Dari: Prisa
Eh bukan gitu maksudnya pak
Saya takut ganggu bapak saja
.
Kepada: Prisa
Hei, saya sudah bilang di awal saya mau
Saya ingatkan lagi kalau lupa
.
Dari: Prisa
Hehe
Oke deh pak
Saya juga mau tahu gimana kemampuan bos besar saya di dapur
.
Kepada: Prisa
Wah, saya seperti merasa di tantang
.
Dari: Prisa
Ampun paaaakkkkk
Wkwkwkwk
.
Kepada: Prisa
Benar-benar ya
Yaudah besok setelah pulang kantor kita ketemu ya
.
Dari: Prisa
Awalnya kita beli bahan dulu pak
Boleh? 
.
Kepada: Prisa
Oke
.
Dari: Prisa
Apa sekarang bapak lagi di kantor? 
.
Kepada: Prisa
Tidak 
Saya di rumah
Mungkin nanti sore baru ke kantor
.
Dari: Prisa
Wah, enak ya ternyata
Bisa kerja dari rumah
.
Kepada: Prisa
Mau juga? 
Mau dirumahkan? 
.
Dari: Prisa
Eh nggak pak
Kalau dirumahkan artinya saya di pecat dong? 
Maaf pak
Maaf sekali kalau selama ini saya jadi karyawan sering salah atau kurang
Ga papa pak, ga papa dari pagi sampai malam kerja di kantor
Yang penting kerja dan di gaji :')
.
Kepada: Prisa
Bisa-bisanya ada karyawan ngechat bos nya di jam kantor
Ckckckck
.
Dari: Prisa
Duh pak sebenarnya saya ngechat bapak tadi pagi loh pak sebelum ke kantor
Tapi bapak baru balas nya sekarang
Sebagai karyawan yang baik tentu saya harus membalasnya juga dengan cepat
Mohon maaf pak bos Dehan :)
Tapi pak, mohon maaf nih
Sebenarnya ini sedang jam makan siang
Hehe
Jadi sebenarnya nggak apa kan pak? 
Harap dimaklumi :)
.
Kepada: Prisa
Benar juga
.
Dari: Prisa
Untung pak bos paham
Tapi agak serem
Jawabnya pendek sekali
Padahal saya jelasinnya panjang
Sekali lagi maaf pak :)
.
Kepada: Prisa
Mending sekarang kamu makan siang
Biar ada tenaga
Biar bisa kasih yang maksimal buat kantor
Ini perintah bos
.
Dari: Prisa
Oke siap pak bos Dehan! 
Kalau perlu satu kantor saya suruh makan yang banyak atas perintah Pak Dehan
.
Kepada: Prisa
Bagus, laksanakan!
.
Dari: Prisa
Laksanakan!
Udah ya pak, saya izin makan siang dulu
Pamit pak :)
.
.
"Eh, Mas Dehan lagi chat sama siapa nih sampai senyum-senyum segala?" bibi yang tadi ke belakang sudah akan lewat lagi namun tercuri perhatiannya oleh Dehan yang terus tersenyum bahkan sampai terkekeh pelan melihat layar ponselnya saat berbalas pesan. 
Dehan langsung menoleh namun masih tersisa tawa di wajahnya, "oh ini bi, lucu aja orangnya."
"Siapa mas? Pacar ya?"
"Bukan, tapi kakak dari temannya Manda."
"Oh, yang sering Mbak Manda ceritain itu? Yang namanya Mbak Prisa ya mas?"
Dehan mengangguk, "iya bi."
"Walah, asik sekali tampaknya. Jarang sekali saya lihat Mas Dehan begini. Udah puluhan tahun loh saya kerja disini."
"Emang asik orang nya bi. Awalnya sih biasa aja, tapi makin kesini makin seru kalau diajakin ngobrol."
"Itu cocok artinya mas, mana deket pula sama Mbak Manda. Jarang banget kan yang bisa deket sama Mbak Manda."
"Ya lalu?"
"Tahu aja mas nya tertarik, hehe." canda sang bibi pada Dehan dengan santai. Selaku orang yang sudah bekerja di rumah ini sejak lama, wanita itu sudah akrab sekali dengan orang-orang di rumah ini. 
Dehan ikut tertawa, "jodoh memang nggak ada yang tahu kan, Bi?"
"Lah, Mas Dehan kalau bahas masalah pasangan jawabannya itu terus. Emang sampai sekarang Mas Dehan masih belum punya pacar?"
"Belum nih bi." jawab Dehan sambil tertawa.
"Kenapa mas? Masih belum pengen? Orang yang seperti Mas Dehan ini pasti banyak nih yang mau. Sungguh seperti calon suami ideal."
"Si bibi bisa aja muji nya, jadi pengen naikin gaji kan saya jadinya?" 
Bibi terbahak, "asik banget tiap muji Mas Dehan besokannya gaji naik kalau begitu mah."
"Tenang aja, nanti beneran saya kasih lebih deh bi."
"Eh nggak usah mas, mas ini kan bibi cuma bercanda. Tapi serius loh mas, bibi nanti bakalan ikut seneng kalau Mas Dehan udah punya pacar. Bibi penasaran siapa sih cewek pilihannya Mas Dehan."
"Lihat aja deh bi, sabar dulu aja. Eh, ada yang datang kayaknya bi," tiba-tiba perhatian mereka tercuri oleh bunyi bel rumah. 
"Bibi cek bentar ya mas."
Dehan mengangguk dan setelah bibi pergi ia bergerak sedikit merapikan barang-barang yang berantakan di hadapannya. Tak butuh waktu lama bibi sudah kembali dengan langkah cepat ke hadapan Dehan. 
"Siapa, bi?"
"Mbak Lora, mas."
"Lora? Nyari Randa? Udah bibi bilang kalau Randa nggak di rumah? Tapi harusnya dia tahu sih kalau Randa udah balik ke luar kota kemarin." Dehan agak kaget dan bingung. 
"Udah bibi bilang."
"Terus udah pergi Lora nya?"
Bibi menggeleng, "udah dibilang, tapi katanya dia emang nggak cari Mas Randa."
"Lalu?"
"Dia mau ketemu Mas Dehan katanya."
Dehan mengerutkan dahinya, "ngapain?"
"Bibi nggak tahu, intinya dia bilang sengaja kesini mau ketemu Mas Dehan."
Dehan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal menunjukkan wajah bingung, "bibi udah bilang kalau saya lagi di rumah?"
"Udah mas. Terus tadi Mbak Lora nya udah di ruang tamu."
Dehan terlihat kebingungan, terlihat dari jari-jarinya yang bergerak-gerak di atas lututnya. 
"Hai Dehan!" belum lagi Dehan menjawab sebuah suara wanita sudah datang mendekat. 
Bibi yang melihat itu juga ikut kaget karena wanita yang tadinya ia suruh tunggu di ruang tamu malah sudah sampai saja di ruang tengah. 
Dehan yang melihat itu tentu mau tak mau harus menyambut dengan senyum, "Lora? Kamu disini?"
Gadis dengan rambut coklat bergelombang yang biarkan terurai itu menunjukkan senyum lebar, "iya, tadi aku disuruh tunggu di depan, tapi karena terlalu lama aku langsung saja kesini. Ga papa kan?"
"Eum, maaf mas mbak, saya permisi ke belakang dulu," bibi pun langsung pamit meninggalkan dua manusia itu. 
"Randa udah balik ke luar kota kemarin, kamu tentu sudah tahu kan?"
Lora mengangguk, "tentu saja aku tahu, aku ikut mengantarnya ke bandara kemarin."
"Ouh, aku pikir kamu lupa dan kesini untuk mencari Randa."
"Enggak lah, aku kesini memang sengaja mau ketemu kamu."
Dehan mengangkat alisnya, "oh ya? Ada perlu apa?"
"Tidak ada, hanya ingin bertemu," jawab Lora lalu dengan santainya duduk di samping Dehan. 
"Terdengar aneh, karena sepertinya kita tidak punya sesuatu yang penting untuk dibahas."
Lora langsung menunjukkan ekspresi tidak senang dengan ucapan Dehan yang seolah tak suka dengan kedatangannya, namun dia tetap berusaha terlihat biasa saja, "udah jam makan siang, kamu pasti belum makan siang. Makan siang ke luar yuk!"
Pria itu menggeleng sambil sedikit bergeser agar tidak terlalu rapat dengan Lora, "bibi baru saja masak makan siang. Semuanya udah siap."
"Ouh, bagaimana kalau dinner bareng? Aku punya tempat bagus."
"Aku sudah ada janji dengan Manda."
"Gimana kalau besok? Terserah deh lunch atau dinner, mana yang kamu punya waktu aja." Lora terus mengajak. 
Dehan menggeleng, "kita tidak punya kepentingan untuk pergi keluar bersama."
"Ayolah Dehan, jangan membosankan seperti itu. Kita sudah lama tidak mengobrol, aku baru saja pulang loh dari Singapura. Aku sebenarnya juga sibuk, tapi aku mau sediain waktu khusus buat kita."
"Kalau memang begitu yasudah jangan repot menyediakan waktu. Aku juga sama sekali tidak pernah meminta."
"Kamu kenapa sih Dehan?! Jijik banget emangnya barengan denganku?"
Dehan menghela napas lelah sambil memutar bola matanya malas, "kamu yang kenapa. Dengan kamu datang kesini nemuin aku aja ini sudah aneh."
"Aneh apanya? Kan kita ini temen? Salah memangnya?"
"Sangat salah dengan posisi kamu yang saat ini adalah pacar Randa."
"Randa juga nggak bakalan tahu kok," dengan cepat Lora membela diri.
"Nah, disitu salahnya. Kamu tahu sendiri kalau bertemu denganku itu sama sekali tidak benar."
"Tapi Dehan...,"
"Kamu mau bikin hubunganku dengan Randa makin ga baik?" Dehan dengan cepat memotong ucapan Lora sebelum wanita itu bicara asal dengan lebih banyak lagi. 
"But i really miss you," Lora bergerak menyentuh salah satu tangan Dehan. 
"Lora!? Kamu gila?" dengan cepat Dehan menarik tangannya lalu berdiri dari sofa. 
Lora menunjukkan wajah kesal menatap Dehan, "Dehan! Aku cuma rindu sebatas teman doang kok, kamu ngapain lebay banget?"
"Kalau memang begitu harusnya kamu temui aku saat kemarin Randa juga ada disini, bukan sekarang."
"Okey, im sorry. Aku tahu aku udah salah, tapi ayo mengobrol sebentar. Harusnya kamu hargai usahaku sudah datang kesini. Aku benar-benar sedang butuh tempat cerita." Lora mengakui kesalahannya dengan wajah menyesal.
Dehan mendecak malas, "kita makan siang, tapi disini saja. Bibi sudah siapkan makanannya."
Wajah wanita bernama Lora itu langsung kembali cerah, "oke setuju!"
*
"Bisakah berhenti melihatku dan hanya fokus pada makananmu?" Dehan memperingatkan karena menyadari Lora sebelumnya terus memperhatikannya. Mereka sekarang tengah berada di ruang makan untuk menyantap makan siang, mereka duduk saling berhadapan. 
Lora terkekeh, "lucu saja, karena rasanya sudah lama sekali kita tidak bertemu langsung. Kamu kelihatan makin ganteng saja, Dehan."
"Hm," Dehan hanya menjawab seadanya dengan deheman. 
"Bagaimana hubunganmu dengan Randa?" Dehan lanjut bertanya. 
Lora mengangguk, "hm ya gitu deh. Kamu tahu dia sangat mencintaiku bukan?"
"Benarkah?"
Lora angkat bahu dengan santai, "entahlah, tapi itu cukup membuat orang lain merasa iri kok."
Dehan tertawa, "jawaban yang aneh sekali."
"Ya, kami sering melakukan hal-hal manis dan romantis bersama. Kamu pasti melihatnya juga kan? Kami terlihat seperti pasangan yang sangat bahagia."
"Kenapa terdengar kalau kalian hanya seperti mencari pengakuan orang lain saja?"
Lora terkekeh, "ya apa lagi memangnya? Menyenangkan melakukan hal itu dengan Randa."
"Semoga saja hubunganmu dan Randa awet dan kalian semakin bahagia."
"Doa seorang kakak yang sangat baik walaupun dia tahu kalau adiknya tidak pernah balik berlaku demikian padanya." ujar Lora terkesan meledek. 
Dehan hanya tertawa hambar, "kamu tidak pernah tahu bagaimana dia sebenarnya."
"Yang aku tahu sih sampai sekarang dia masih tidak senang dengan kamu selaku kakaknya."
Dehan menghela napas pendek, "hal yang wajar dalam bersaudara."
Lora tertawa, "its always Dehan yang sok berlagak santai. Bagaimana perasaanmu selalu coba memahami sikap Randa yang selalu bertentangan denganmu?"
"Apa kita perlu membahasnya?" tanya Dehan menatap Lora dengan wajah malas. Sebenarnya pembicaraan hubungan yang tidak begitu bagus antara dirinya dan Randa adalah hal yang sangat tidak menyenangkan bagi Dehan. Ia ingin selalu coba menghindari pembahasan ini. 
"Kamu tidak khawatir? Randa tampaknya akan berusaha keras untuk mendapatkan kursi pimpinan utama perusahaan."
"Kursi kepemimpinan bukan hal yang utama untukku. Jika memang dia bisa melaksanakan tugas utama dengan baik, itu tidak akan jadi masalah besar."
Lora terbahak, "ayolah Dehan, apa kamu sedang bercanda? Atau kamu selama ini tutup mata dengan kinerja Randa?"
"Aku tidak ingin memberikan tanggapan apapun tentang ini."
"Aku tidak tahu apa mungkin kamu setenang ini karena merasa posisimu aman? Dengan posisi kamu sebagai anak tertua Pak Firman memang itu sudah tiket emas, tapi ingatlah kalau adikmu itu adalah seorang Diyata Randa Annar. Otak boleh tampak kosong, tapi dia sangat licik dan aku akui dia punya keberuntungan yang sangat besar di tangannya. Aku tidak tahu kenapa tuhan memberikan keberuntungan pada orang seperti Randa? 
Dehan terdiam menyimak ucapan Lora. 
"Ingat bagaimana bisa ia jadi pimpinan di kantor cabang? Padahal sebenarnya itu posisi kamu kan?" lanjut Lora lagi terdengar tak senang. 
"Aku tidak pernah mempermasalahkan itu." Dehan mengingatkan dengan tegas. 
"Salah satu keberuntungan terbesar Randa adalah memiliki kakak sepertimu dan ayah seperti Pak Firman." Lora tertawa sambil terus menikmati makan siang miliknya. 
"Aku tidak tahu apa maksudmu membahas ini, Lora."
"Karena aku di pihakmu, Dehan."
Dehan tertawa, "aneh sekali berada di pihakku dan seolah tak suka Randa. Padahal pacarmu adalah Randa."
"Pacarku memang Randa, tapi itu belum berarti cinta, kan?"
"Hah?"
Lora tertawa, "jangan berlagak kaget Dehan. Bahkan hubunganku dengan Randa saja sudah jadi bukti jelas seberapa buruknya Randa."