46. Sincere

1270 Kata
"Yah, sayang banget sih Nda, kamu nggak ikut nongki dulu," ujar Gama yang sore ini mengantarkan Manda ke rumah setelah sebelumnya menghabiskan waktu jalan-jalan bertiga dengan Nania mengisi hari libur akhir pekan. "Ga papa kok, aku lupa kalau ada tugas buat besok dan juga ada ulangan yang susah banget." "Tapi kan kamu bisa ikut aja, lagian kita ke kafe niatnya juga belajar bareng, ya kan?" jawab Gama sambil melirik Nania yang duduk di sampingnya. "Iya, Nda. Gabung aja lah." Nania mengajak melirik Manda yang duduk di kursi mobil bagian belakang. "Lanjut aja deh kak, aku nggak bisa fokus kalau di tempat ramai. Emang tipikal yang sendiri sepi gitu hehe." "Yah, sedih banget siiih." Manda tertawa, "ih jangan sok sedih deh Kak Gama, bilang aja seneng berduaan sama Kak Nania." Gama yang di bangku kemudi terkekeh, "bener tapi ya nggak terlalu bener juga." Nania hanya mendengus mendengar jawaban Gama. "Mas Dehan masih belum pulang? Kapan pulangnya?" tanya Gama lanjut pada Nania. "Belum, katanya kan awalnya seminggu, tapi kemarin dia bilang kayaknya bakal sedikit lebih lama." "Nggak papa, kamu main sama kita aja terus," Gama menghibur karena ia tahu sekali kalau Manda sebenarnya paling tidak senang kalau Dehan harus kerja ke tempat jauh terlalu lama. "Iya, thanks ya kalian berdua selalu nemenin aku," Manda berterima kasih sambil tersenyum senang. "Eh itu siapa depan rumah?" tanya Gama saat mereka sudah hampir sampai di rumah Manda. "Mas Randa sih kayaknya," jawab Manda sambil ikut memperhatikan. Ada sebuah mobil dan juga seorang laki-laki di luar mobil tersebut. "Ouh? Mas Randa lagi di rumah?" "Iya, udah dua hari sih." "Eh eeeeh?? Itu ngapain!?" Gama kaget bukan main karena melihat Randa merunduk ke arah mobil dan mencium seseorang di dalamnya. "Ciuman." jawab Nania pendek menjawab pertanyaan Gama yang terkejut dengan sangat hebohnya. Manda yang juga melihat itu mengernyitkan dahinya, "pasti yang di mobil Mbak Lora. Kak, kita disini dulu aja, males banget kalau harus papasan sama Mbak Lora apalagi sedang mesra-mesraan begitu." Gama mengangguk menepikan mobilnya sebelum sampai tepat di depan rumah Manda, "widih, Mas Randa mainnya di depan umum ya." "Kalau Mas Randa sama Mbak Lora mah udah nggak heran." "Kamu sering liat langsung?" tanya Gama pada Manda. "Ya nggak sering sih, cuma beberapa kali sering kepergok. Soalnya mereka mah terang-terangan aja. Kadang akunya yang jadi malu." Gama tertawa, "mata suci Manda sudah tercemar. Mereka udah ada niatan nikah?" "Nikah apaan? Mbak Lora nya di belakang Mas Randa masih ganjen ke Mas Dehan. Ga di belakangnya sih, toh si Mas Randa nya juga pasti tahu." jawab Manda tampaknya kesal. "Hah? Kok bisa?" Nania yang sejak tadi hanya diam kaget karena ia sama sekali tidak tahu apa-apa perihal apa yang tengah dibicarakan Gama dan Manda. Manda tertawa, "ya gitu deh kak, aku juga nggak ngerti. Masalah orang gede itu ribet." "Mas Dehan sih juga harusnya cepetan nyari pasangan yang bener biar ga digangguin lagi." ujar Gama. "Aku udah ngomong." "Suruh Mas Dehan cepetan sama Mbak Prisa aja." "Mbak Prisa juga belum tentu baik." sela Nania menyela ucapan Gama pada Manda. Gama dan Manda langsung menunjukkan wajah kaget mendengar ucapan Nania. "Kan Mbak Prisa baik banget orangnya, kak." "Iya, kok kamu ngomongnya gitu?" tanya Gama sama bingungnya. Nania membuang tatapannya keluar sekilas sebelum menjawab Manda Gama, "ya aku maksud kan belum tentu Pak Dehan cocok sama Mbak Prisa. Lagian pria kayak Pak Dehan yang baik, kaya dan keren bisa dapatin cewek yang lebih dari Mbak Pris. Memangnya Pak Dehan mau sama orang biasa kayak Mbak Prisa?" "Mas Dehan bukan orang yang pemilih seperti itu kok, kak. Dia cuma bakal nyari yang baik dan bikin dia nyaman. Aku juga pernah tanya papa, papa juga nggak mempermasalahkan anaknya harus nyari pasangan yang begini begitu." Manda menjelaskan. Nania hanya diam sambil melihat ke luar jendela mobil. "Ouh, atau Kak Nania ya yang nggak suka sama mas aku?" tebak Manda lagi penasaran. Dengan cepat Nania menggeleng, "bukan, bukan gitu. Mas kamu baik kok, baik banget malahan. Tadi aku cuma asal ngomong aja karena kan emang hidup kita beda banget. Pak Dehan atasannya Mbak Prisa di kantor. Udahlah jangan dipikirin," Nania menutup kalimatnya dengan tawa. Manda pun mengangguk paham mendengar penjelasan Nania. "Gam, itu mobilnya udah pergi. Ayo jalan ke depan dikit lagi." "Eum, okey." *** "Pris, kok kalau dilihat-lihat kamu makin beda deh," ucap Hana pada Prisa saat mereka sedang makan siang bersama. Prisa menoleh sambil tersenyum lebar, "kelihatan bedanya? Apa coba yang beda?" "Eum.., kayak yang lebih terurus gitu." "Lebih cantik?" Hana mengangguk, "kenapa nih?" Prisa tertawa, "lagi rajin skin care, body care dan make up dikit aja sih." Hana tersenyum, "iya lebih bening aja sih sama make up natural kamu hari ini on point banget. Kenapa sih Pris? Emang belakangan ini kelihatannya kamu jadi lebih peduli sama diri kamu." Prisa menarik sudut bibirnya, "ya aku ngerasa aku harus aja sih ngelakuinnya." Hana menyipitkan matanya, "ga mungkin sendirinya sih, pasti ada motivasinya. Lagi deket sama cowok ya?" "Guess who?" "Siapa?" "Pak Dehan lah." "Heh? Beneran lanjut? Ini lanjutnya udah sampai tahap ini? Kemarin aku pikir cuma..." Hana kaget dan tak bisa melanjutkan kalimatnya. "Ya aku pikir lanjut aja lah, sekalinya nggak tahu diri ya totalitas aja." "Pris, kamu emang cuma mau manfaatin kebaikan Pak Dehan apa udah beneran suka?" Prisa terdiam sejenak, "entahlah, tapi untuk saat ini aku belum menyukai Pak Dehan murni selaku seorang pria." "Jadi hanya karena dengan dekat dengannya kamu mendapatkan keuntungan?" "Mungkin." "Pris, sumpah ini kacau sih. Sejak awal aku tahu ini udah salah. Tapi yang anehnya kamu tidak menyukai Pak Dehan selaku seorang pria." Prisa mengerutkan dahinya, "kenapa aneh?" "Terlepas kamu manfaatin kebaikan dia atau tidak. Dekat dengan Pak Dehan yang sebaik dan setampan itu, kamu memang tidak tertarik sedikitpun? Ga baper sama sekali?" Pertanyaan Hana tidak langsung dijawab oleh Prisa, dia hanya diam saja. Setelah beberapa saat Hana mengangguk seolah menyadari sesuatu, "ah benar juga, kamu bukan orang yang mudah suka pada seseorang. Bahkan dengan Pak Deni saja kamu butuh waktu lama banget buat juga punya perasaan ke dia. Bahkan se level Pak Dehan nggak bikin kamu luluh." "Untuk saat ini aku sedang berusaha lepasin Pak Deni sepenuhnya." Hana tersenyum sambil memegang salah satu tangan Prisa dengan hangat, "kamu itu tipe yang susah luluh dan lama banget baru bisa sadar sama perasaan kamu, tapi kalau udah luluh rada susah juga ya move on nya. Aku percaya kok kamu bisa lupain masalah Pak Deni secepatnya." Prisa mengangguk, "semoga, toh aku juga yang udah bikin keputusan." ** Dari: Pak Dehan Pris, besok saya pulang . Kepada: Pak Dehan Wah, akhirnyaaaa Lumayan juga nambah lama disananya, hampir seminggu juga ya mas . Dari: Pak Dehan Saya juga agak kesal sebenarnya Tapi ya harus gimana Saya juga nggak enak pulang kalau semua urusan belum selesai . Kepada: Pak Dehan Jadi sekarang sudah selesai? . Dari: Pak Dehan Sudah Semoga tidak ada urusan dadakan lagi yang nahan saya disini . Kepada: Pak Dehan Aamiiiinnnn!!! Pulangnya hati-hati ya mas . Dari: Pak Dehan Langsung jalan? . Kepada: Pak Dehan Eh? Maksudnya gimana mas? . Dari: Pak Dehan Saya balik siang Malam nya ayo bertemu Kamu sedang tidak sibuk kan? . Kepada: Pak Dehan Boleh Tapi apa Mas Dehan nggak capek? . Dari: Pak Dehan Enggak Saya malahan sangat tidak sabar . Kepada: Pak Dehan Wkwkwk Okeeeyyyy Mau kemana mas? . Dari: Pak Dehan Kamu mau ikut kemana saja saya mau kan? . Kepada: Pak Dehan Tergantung sih mas Kalau menghadap tuhan saya mundur dulu . Dari: Pak Dehan Astaga Dark joke Kamu bikin saya takutt Pris . Kepada: Pak Dehan Hehe Canda dooong Iya deh, saya ikut aja Kemana mas mau Kemana mas senang . Dari: Pak Dehan Nice! See you
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN