47. May

1274 Kata
"Selamat malam Mas Dehan!" Prisa menyapa dengan senyum lebar saat ia baru saja masuk ke dalam mobil yang menjemputnya malam ini ke depan rumah. Pria yang duduk di bangku kemudi balas tersenyum karena sapaan semangat Prisa, "malam." "Gimana mas? Sehat? Kok rasanya udah lama banget ya kita nggak ketemu," Prisa terkekeh pelan coba bercanda agar awal pertemuan mereka terasa lebih santai. "Gak begitu sehat sebenarnya." "Eh? Serius mas? Mas sakit? Terus gimana? Kita nggak usah lanjut jalan aja deh kalau gitu. Saya udah bilang juga di awal pasti mas capek banget tadi baru pulang." Prisa langsung panik dan coba memperhatikan wajah Dehan untuk memastikan keadaan pria itu. "Nggak sehat karena kelamaan kerja. Ini obatnya mau jalan-jalan sama kamu." Prisa terdiam sejenak coba mencerna maksud Dehan, hingga akhirnya ia mengerutkan dahinya sambil tertawa, "ya ampun mas, saya kira apa." "Kamu khawatir?" tanya Dehan sambil kini mulai melajukan mobilnya. "Ya iyalah mas." "Khawatirin apa?" "Nanti kalau mas mendadak pingsan di jalan saya bakalan bingung banget. Ribet deh pasti, mending nggak jadi mas." "Hm, saya pikir memang khawatirin keadaan saya." Prisa melirik, "mau ngomong gitu sebenernya tapi nggak enak." "Kenapa?" "Malu." Dehan tertawa mendengar jawaban Prisa, "by the way, ini emang karena udah lama nggak ketemu apa emang ada yang beda ya sama kamu?" "Apa mas?" Dehan kembali melirik Prisa sekilas sambil angkat bahu, "entahlah, apa biasanya kamu memang berpenampilan seperti ini?" Prisa menggigit sekilas bibir bawahnya khawatir, "kenapa mas? Jelek ya?" "Bukan, cantik kok. Eum, maksud saya, saya ngerasa kamu jadi sedikit berbeda dari biasanya. Atau memang saya nya aja yang selama ini nggak perhatian dan juga sudah beberapa waktu kita tidak bertemu langsung." Prisa tersenyum kecil, "makasih mas. Saya memang lagi belajar ngerawat diri lagi karena beberapa waktu belakangan sibuk banget ngurus macam-macam sampai lupa sama diri sendiri. Pasti waktu awal-awal mas lihat saya dekil banget ya? Kita kan keseringan ketemu waktu di rumah sakit dan shelter, di tempat yang saya lagi kucel aja mas." Dehan tertawa, "ya enggak lah, biasa aja kok." "Ya walaupun memang dekil kucel pasti Mas Dehan ga mau ngomong terus terang karena takut nyakitin perasaan saya ya mas? Saya nggak apa-apa kok mas." "Ya ampun Prisa, nggak gitu juga, kamu ini ada-ada aja. Syukurlah kalau kamu memang mulai bisa ngasih waktu untuk diri kamu sendiri. Artinya kamu udah ngerasa lebih baik kan?" "Semua juga karena Mas Dehan, sekali lagi terima kasih ya mas. Kayaknya saya nggak bakal bosan-bosan bilang terima kasih ke mas." "Saya sih yang bakalan bosan dengernya." "Maaf mas." Dehan melirik Prisa sambil geleng kepala, "kamu belum makan, kan?" "Belum, kan Mas Dehan yang nyuruh buat jangan makan malam dulu." "Udah lapar?" Prisa bergerak menyentuh perutnya, "kalau jujur sih sebenernya saya udah lapar banget mas." "Bertahan ya, Pris." "Baik mas, saya akan bertahan sebisa saya." "Permen mau?" * "Jauh ya mas pergi makan malamnya," Prisa tertawa sambil lanjut menyuap makanan di hadapannya. Dehan tertawa, "sejak waktu di luar kota saya kepengen banget ngajak kamu kesini. Gimana? Terbayarkan nggak nahan lapar sepanjang jalan?" Gadis itu langsung menunjukkan jempolnya pada Dehan, "mantep banget sih mas." Dehan tersenyum senang dengan jawaban Prisa. Memang untuk kesini lumayan memakan waktu, tempat makannya pun juga sederhana. Tapi yang membuat puas adalah rasa makanannya dan juga suasananya. Mereka bisa makan di tempat terbuka sambil melihat langsung ke arah pemandangan kota dengan tenang dari daerah ketinggian. "Tapi saya agak tidak menyangka kalau udaranya akan sedingin ini." Prisa tertawa sambil merapatkan jaket yang tengah ia pakai lalu menyentuh minuman hangat di depannya, "emang pas mas sebelumnya kesini nggak sedingin ini?" Dehan menggeleng, "kayaknya sih enggak." "Lanjut makan aja mas, selagi makanan sama minumannya masih panas." suruh Prisa yang dijawab anggukan oleh Dehan. "Mas..," "Pris..," Mereka langsung terdiam karena setelah beberapa saat hanya diam tiba-tiba mereka sama-sama memanggil satu sama lain. "Mas Dehan mau ngomong apa?" Dehan menggeleng, "bukan apa-apa, kamu sendiri mau bicara apa?" Prisa tersenyum kecil, "saya cuma mau bilang makasih ya mas udah mau ajak saya jalan-jalan, saya seneng banget." "Saya juga mau terima kasih karena kamu udah mau luangin waktu untuk saya." "Saya sih keenakan mas. Hanya saja..." "Kenapa?" "Mas Dehan nggak masalah sering jalan sama saya?" Dehan mengangkat alisnya menatap Prisa, "apa masalahnya?" "Ya kan, karena saya orang biasa-biasa aja, mas." "Makanya wajar saya ajak kamu jalan karena kamu orang biasa, saya takut ngajak jalan orang aneh." Prisa langsung tertawa mendengar jawaban Dehan, "bukan gitu maksudnya mas." "Terus?" Dehan memperbaiki posisi duduknya untuk bisa menatap Prisa dengan lebih fokus. Detik itu juga Prisa terdiam karena terpaku dengan wajah dan tatapan Dehan kepadanya, lagi-lagi ia dibuat sadar kalau pria yang kini menatapnya ini benar-benar punya wajah yang sangat tampan. Dehan tersenyum mendapati Prisa malah terpaku balas menatapnya, "bener, kamu makin cantik ya Pris." Dan pastinya detik itu juga pipi Prisa langsung merah serta panas yang terasa seperti terbakar, dengan cepat ia memalingkan wajahnya dari tatapan Dehan. "Mas ini saya jadi malu loh," Prisa berusaha menetralkan dirinya dengan menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Dehan tertawa pelan, "kalau saya suka sama kamu boleh nggak sih?" "Hah??" Prisa semakin dibuat kaget, ia kembali melihat ke arah Dehan yang sedang makan dengan santai sembari melihat pemandangan di depannya seolah ucapannya barusan bukanlah ucapan yang serius. Dehan melirik Prisa yang masih menganga, "boleh?" Prisa menenggak ludahnya susah payah, ia tidak berpikir kalau malam ini pembicaraan mereka sudah mengarah kesini, "mas ini lagi ngomong serius apa enggak sih?" Pria berjaket hitam itu tersenyum kecil, "maaf ya Pris, saya ngomong tiba-tiba begini. Saya hanya ingin terus terang kalau saya udah ngerasa nyaman dan selalu senang tiap kali bertemu sama kamu. Saya tidak mau terlalu lama untuk nyampain hal ini ke kamu. Selama di luar kota pun saya juga nggak sabar buat pulang untuk ketemu kamu. Dan ya, sepertinya saya suka sama kamu." Prisa terdiam membeku memperhatikan Dehan yang tengah berbicara padanya itu, hingga beberapa detik setelah Dehan menyelesaikan ucapannya barulah ia sadar, "mas," "Ya?" "Nggak apa-apa?" "Apanya?" "Mas suka sama saya itu serius nggak apa-apa?" Dehan menatap malas Prisa, "mau bahas tentang orang biasa lagi?" Prisa terkekeh pelan, ia masih bingung bagaimana cara menjawab. "Saya nggak minta apa-apa kok Pris, saya cuma mau terus terang aja sama kamu. Seandainya kamu nggak ngerasa keganggu dan baik-baik saja, saya mau kita coba bisa semakin dekat lagi. Tapi kalau seandainya kamu ngerasa nggak nyaman, saya tahu dan akan jaga batasan saya." "Jangan mas," dengan cepat Prisa menjawab. Dehan mengangkat alisnya menatap Prisa, "jangan untuk apa?" "Jangan ada batasan antara kita," jawab Prisa menatap yakin ke mata Dehan. Dehan langsung tersenyum mendengar jawaban Prisa, ia mengangguk seolah setuju. "Tapi mas," "Ya?" "Jujur saya masih ngerasa rendah diri banget kalau sama Mas Dehan tapi di sisi lain saya pengen lebih dekat lagi. Bisa nggak mas hubungan kita terpisah antara pribadi dan kantor?" Dehan langsung paham dengan apa yang kini Prisa maksud, "baiklah. Contohnya seperti ini kan?" "Eh??" Prisa kaget bukan main saat tiba-tiba Dehan meraih tangannya untuk di genggam. "Kita bisa lakukan ini di luar, tapi tidak untuk di kantor. Begitu bukan?" Prisa mengangguk dan tak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum senang melihat tangannya dan juga tangan Dehan yang kini saling bertautan, "jadi nggak begitu dingin lagi." Dehan tertawa sambil bergerak memegang tangan Prisa itu dengan kedua tangannya, "begini lebih hangat?" "Biar makin hangat," Prisa pun bergerak juga meletakkan tangannya yang lain sehinga mereka berdua saling berpegangan dengan kedua tangan sembari tertawa. "Ngomong nggak pakai kata 'saya' juga boleh sepertinya. Selama ini kita kaku sekali," ujar Dehan lagi. "Boleh dong." Dehan kembali tersenyum senang melihat wajah Prisa, "cantik banget." "Mas Dehan juga ganteng banget." "Pulang agak telat dari rencana awal boleh nggak sih?" Prisa tertawa, "udara dinginnya lebih di dinginin lagi juga boleh banget kayaknya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN