Prisa berjalan dengan malas dari kamar menuju pintu rumahnya, termasuk saat membuka pintu pun ia hanya memasang wajah datar walaupun seseorang yang berdiri di depan pintu tersenyum lebar padanya.
"Selamat malam!"
"Manda udah pulang dari tadi, mas."
"Aku tahu."
"Terus?"
Dehan mengerutkan dahinya menatap Prisa, "kenapa? Lagi badmood?"
Prisa yang masih berdiri di pintu menghela napas pelan, "udah malam, ngapain kesini? Bukannya lagi sibuk?"
"Apa memang tidak boleh duduk? Lihat aku bawakan makanan," Dehan mengangkat sebuah kantong plastik dengan senyumannya yang tak luntur.
"Di luar apa di dalam?"
"Luar aja deh."
"Yaudah," jawab Prisa pendek lalu memutuskan untuk duduk di kursi yang ada di teras rumah, begitupun dengan Dehan.
Dehan melirik Prisa karena setelah duduk mereka hanya diam saja, bahkan Prisa melihat ke arah jalanan di depan rumah seolah tidak tertarik untuk bicara, benar-benar tidak seperti Prisa yang biasanya.
"Kamu kenapa?" tanya Dehan inisiatif bertanya terlebih dahulu.
"Nggak kenapa-napa."
"Terus kenapa dari tadi bawaannya jutek mulu? Aku baru dateng loh Pris."
Prisa melihat Dehan sekilas, "aku kira sibuk banget, sempat juga ternyata kesini."
"Oh, kamu marah masalah tadi ga jadi pulang bareng dan rencana jalan kita malam ini juga gagal? Perasaan tadi kamu sendiri yang bilang ga masalah loh, itu pun kalau ingatanku nggak salah loh ya," Dehan coba menerka.
"Iya awalnya."
"Terus sekarang kok gini?"
"Mas Dehan mendadak ada urusan apa?"
Dehan agak terkejut mendengar pertanyaan Prisa, "ketemu temen, penting." jawab Dehan.
Prisa menatap Dehan tajam sembari memperhatikan sesuatu, "kok jawabnya kelihatan aneh gitu? Ketemu siapa memang?"
"Pris..."
"Mbak Lora kan?"
"Eh?" Dehan kaget bukan main mengetahui Prisa bisa menebak dengan benar.
"Mas Dehan sampai nutup-nutupin dari aku, emangnya ada apa antara mas sama Mbak Lora?"
"Kamu tahu dari mana?"
"Jadi bener??" Prisa ikut kaget, karena sebenarnya ia tidak melihat langsung, namun tahu dari Hana yang katanya sempat melihat walaupun katanya ia juga ragu apa memang melihat Dehan apa tidak.
"Tapi kamu jangan salah paham dulu."
"Mas sampai semobil dan cancel janji sama aku. Aku cukup kaget loh mas, perasaan baru kemarin rasanya mas bilang kalau mas enggak suka sama Mbak Lora. Kamu bohongin aku ya? Lagian di kantor hari ini juga ada Pak Randa, kan?"
Dehan manarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan, "hei, tunggu dulu, sabar. Oke aku bakal jelasin ke kamu."
"Ah udahlah nggak perlu. Toh kayaknya memang sejak awal mas nggak mau aku tahu kan?" tampaknya Prisa memang tidak suka dan kesal.
Dehan yang tadinya agak panik kini tersenyum menyadari sesuatu, "oh, ini namanya cemburu nggak sih?"
Prisa yang tadinya membuang tatapannya langsung menoleh lagi menatap Dehan, "cemburu?! Cemburu apa nya? Enggak lah. Ya aku cuma kecewa aja karena kata-kata mas nggak sesuai sama sikap mas."
"Yaudah deh, kalau emang nggak mau denger. Aku pulang aja kalau gitu. Bye Prisa." Dehan sudah langsung berdiri dan hendak pergi begitu saja yang membuat Prisa terkejut dan tanpa pikir panjang malah ikut berdiri dan menahan salah satu tangan Dehan.
Dehan tidak bisa menahan tawanya terlebih saat melihat wajah kaget Prisa, "kenapa di tahan? Kalau nggak mau denger dan nggak mau ngomong denganku yaudah, mending aku pulang kan? Ya walaupun baru datang sih, rada sedih." Dehan kini tengah menunjukkan raut sedih yang dibuat-buat.
Prisa mendecak kesal, "kok mas sekarang ngeselin sih?"
Dehan tersenyum kecil sambil mengusap puncak kepala Prisa, "maaf, aku mau cerita dan aku mau kamu coba dulu dengerin deh. Mau ya?" lembut sekali Dehan bicara pada Prisa sampai siapapun yang mungkin ada disana pasti akan ikut meleleh.
Prisa menghembuskan napas pendek, "okey, aku coba denger."
"Nice, yuk duduk lagi dulu," Dehan mengarahkan Prisa untuk duduk, lalu pria itupun juga kembali duduk di posisinya tadi.
"Nah jadi gini, Lora kan ke kantor ketemu Randa. Habis itu, setelah Randa keluar bareng papa, dia nyusulin ke ruang kerjaku."
"Ngapain??" tanya Prisa penasaran.
"Aku bakal cerita semuanya, tanpa nutupin apapun ke kamu, tapi aku minta kamu dengerin dulu aja, jangan emosi dulu, kalau mau emosi, nanti aja tunggu aku selesai ngomong. Mau kan?" Dehan coba memastikan lagi dengan sangat lembut menatap Prisa.
"Yaudah lanjut." jawab Prisa datar.
"Jadi Lora ke ruanganku seperti biasa alasannya mau ngobrol, tapi aku sih paham banget ngobrolnya sambil godain aku. Bukannya sok kepedean atau gimana, tapi aku sadar banget kok kalau Lora ini selalu nyoba goda aku."
"Ouh jadi selama ini sering!?"
"Pris, baru aja kita bikin kesepakatan loh." dengan cepat Dehan mengingatkan.
Prisa langsung menarik napas dan berusaha santai, "hm oke, lanjut."
"Tapi intinya tadi dia juga mau bahas kesepakatan yang sebelumnya dia tawarin ke aku."
"Tawaran apa?"
"Jadi sebelum ini Lora bilang kalau saat ini Randa sedang nyiapin sesuatu yang besar demi aku ga bisa naik ke posisi presiden direktur gantiin papa. Lora bilang dia akan dengan senang hati ngebongkar rahasia itu dan langsung ada di pihakku kalau aku mau nerima tawaran dia."
"Apa tawarannya?" Prisa mulai bertanya penasaran.
"Baikan dengannya dan jadi pasangan."
Prisa langsung mengangkat alisnya bingung, "pasangan maksudnya ini apa? Pacaran? Dia bakal ngekhianatin Pak Randa dan langsung jadi pihak oposisi?"
"Ya, tepat sekali."
"Terus mas jawab apa?"
"Nggak mau lah."
"Kenapa?"
"Karena kamu dong." jawab Dehan sambil tersenyum menatap Prisa.
Prisa langsung menggeleng, "mas aku serius loh ini."
"Iya aku ini juga serius loh. Ya selain alasan aku sejak awal emang nggak suka Lora, alasan karena kamu juga bener. Aku kan suka sama kamu, ya nggak mungkin dong aku sama Lora."
Saat ini Prisa sedang berusaha keras untuk tidak tersenyum karena ucapan Dehan, ia berusaha untuk tetap terlihat santai.
"Nah jadi tadi aku nolak ajakan dia buat dinner bareng karena udah janji sama kamu. For your information, sekarang Lora tahu kalau kita sedang deket. Jadi aku tolak lah dengan alasan aku udah janji sama kamu." Dehan lanjut bercerita pada Prisa.
"Lalu?"
"Eh, dia nya malah bersikeras pengen ikut. Kan aneh banget, siapa juga yang mau dia ikutin kita? Tapi di akhir dia bilang pengen banget ajakin aku ke apartemennya, terserah aku mau ngapain yang penting mampir ke apartemennya dia."
"Terus mas mau!? Ngapaiiin? Mana langsung pakai cancel janji kita segala loh. Dan itu di apartemen apa ada orang atau cuma kalian berdua?"
"Cuma berdua."
"Apa!?" Prisa membelalak kaget seolah tak bisa percaya.
"Eh, dengerin dulu dong Prisa cantik." Dehan mengingatkan lagi.
Prisa menarik napas dalam coba menenangkan dirinya walaupun ia tahu akan sulit sekali.
"Aku pikir dengan ini aku bisa manfaatin buat tahu masalah rencana Randa. Karena jujur saja, walaupun aku bilang aku nggak peduli tapi tetep aja aku penasaran. Aku pikir waktu di apartemen Lora bisa deep talk dan akhirnya kebongkar deh. Eh tapi sepertinya aku belum ada perencanaan matang, ya sehingga gagal deh. Aku ga dapat apa-apa." Dehan menceritakan sambil menghela napas panjang.
Prisa ikut menghela napas mendengar ucapan Dehan, pandangannya kini berubah simpatik, "Mas Dehan tanpa sadar mulai khawatir dan ngerasa terancam sama Pak Randa ya?"
Dehan menarik sudut bibirnya, terlihat jelas kalau ia kini merasa kurang nyaman dengan pikirannya sendiri, "entahlah, aku hanya berpikir kenapa Lora sampai keras sekali ingin membocorkan rencana Randa padaku? Jujur saja ini sedikit banyaknya mulai membuatku takut. Apa selama ini hanya aku yang terlalu santai perkara posisi di kantor?"
Prisa menyadari kalau sekarang Dehan tengah merasa khawatir terhadap sesuatu, "Mas Dehan takut nggak kepilih jadi presdir?"
Pria berkemeja dengan lengan digulung itu menggeleng, "ketimbang pada hasilnya, aku lebih takut pada rencananya. Jujur saja, munafik kalau dibilang aku nggak mau naik jadi presiden direktur karena sejak awal aku udah didongengi kalau aku akan menduduki posisi ini, dan aku juga udah kerja keras sejak awal. Tapi menduduki posisi itu bukanlah segala-galanya untukku."
Prisa mengangguk paham dengan apa yang Dehan maksud, "mas khawatir rencana Pak Randa mengakibatkan sesuatu yang buruk ke mas?"
Pria itu menatap ke depan dengan bola mata yang bergerak tak tenang, ia bahkan menggigit bibirnya sekilas sebelum menjawab pertanyaan Prisa, "Randa itu walaupun adik kandungku, tapi aku harus bilang kalau dia orang yang mengerikan."
"Hm??" Prisa agak kaget sekaligus penasaran dengan jawaban Dehan barusan.
"Randa selaku bisa nekat melakukan berbagai hal demi keinginannya. Dan untuk sekarang dia sangat menginginkan posisi papa. Aku hanya takut dia mau melakukan hal yang tidak pernah bisa aku bayangkan. Dan yang lebih nggak bisa aku bayangkan lagi adalah kalau ini nggak hanya berefek ke aku, tapi juga ke yang lain."
Prisa dengan cepat bergerak menyentuh salah satu tangan Dehan kemudian mengelusnya lembut, "mas, kamu coba tenang dulu. Kamu lagi kepikiran banget ya?"
Dehan agak terkejut dan memperhatikan tangan Prisa yang masih menyentuh tangannya, tidak tahu kenapa hal sesederhana ini berhasil membuat kekhawatiran yang tengah menyelimutinya menghilang entah kemana.
"Mungkin aku emang ga bisa bantu apa-apa, hanya saja aku akan berdoa supaya gak terjadi hal buruk ke depannya. Dan aku juga mau bilang, apapun yang terjadi, aku bakalan disini kok mas, dengerin keluh kesah kamu. Nggak usah pikirin itu sendiri, nahan perasaan buruk sendiri, aku ada kok buat dengerin semuanya. Aku akan ngerasa berguna banget kalau mas mau jadiin aku tempat ngeluarin keluh kesah," lembut sekali Prisa bicara sembari menatap mata Dehan dengan hangat.
Hati Dehan pun jadi terasa hangat seolaj dipeluk dan tanpa sadar tersenyum sembari tangannya bergerak menggenggam tangan Prisa, "aku seneng banget."
Prisa tersenyum, "kalau gitu aku juga ikut seneng."
Dehan menatap tangannya yang masih memegang tangan kurus Prisa, "Pris, kamu ngomong gini serius kan? Kamu bakalan selalu ada saat aku butuh? Jika itu benar aku akan sangat senang sekali."
Prisa mengangguk, "kayaknya cuma itu yang bisa aku lakuin buat mas. Aku akan melakukannya sebaik mungkin."
"Makasih ya."
"Iya, by the way tadi ngapain aja di tempat Mbak Lora?" ekspresi hangat Prisa langsung berubah dingin lagi sambil menarik tangannya untuk lepas dari Dehan.
Dehan terkekeh pelan, "yaah, aku pikir masalah ini udah selesai, ternyata masih aja."
"Jawab aja udah, ga usah ngalihin kemana-mana." tegas Prisa menatap tajam.
"Ya cuma nemenin dia masak dan makan malam, itu aja sih."
"Terus gimana? Enak makan BERDUA nya??" tanya Prisa jelas sekali menyindir karena kesal.
Dehan tertawa, "nggak lah, asikan makan berdua bareng kamu sih pastinya. Buktinya aku nggak nikmatin makan malamnya karena kepikiran kamu lagi makan malam apa. Karena kepikiran yaudah deh jadinya aku kesini sambil bawain kamu makanan." pria itu dengan sangat bersemangat mengangkat lagi kantong makanan yang ia bawa tadi.
Prisa sudah tak bisa menahan senyumnya karena Dehan benar-benar terlihat menggemaskan sekali sekarang, "iya deh iyaaaa."
"Pris, jujur walau agak takut tapi aku seneng loh kamu cemburu gini. Gemesin tahu nggak?" kekeh Dehan.
"Ooh, gemesin? Mau bikin aku kesel lagi lebih sering?" Prisa menatap Dehan dengan tatapan tajam.
"Eh, enggak kok. Jangan gitu doong, kamu mau makan makanan yang aku bawain ini sekarang nggak? Ini enak banget loh, lain kali kita berdua ke tempatnya langsung ya."
"Tau ah, males."
"Pris, mulai dari sekarang kayaknya aku bakal lebih terbuka ke kamu akan banyak hal. Apa boleh? Mungkin kamu akan merasa risih atau sebagainya." Dehan kembali bicara serius.
"Aku akan seneng banget karena artinya aku berguna kan buat Mas Dehan?"
"Maaf untuk hari ini dan terima kasih banyak untuk selanjutnya."