EPISODE 8 "NENEK SIHIR"

1281 Kata
Entah bisa dikatakan sebagai kebiasan buruk atau tidak, tetapi Bella hampir selalu lupa menyiapkan air minum di kamarnya. Itu mungkin memang cukup buruk untuk orang-orang yang kerap sekali bangun tengah malam dan salah satu orang itu adalah Bella. Bella terpaksa keluar dari kamar dengan keadaan setengah sadar menuju dapur. Dengan penglihatan setengah terbuka, Bella menyadari ada seseorang di dapur karena lampu yang begitu terang. Penghuni rumah punya kebiasaan akan mematikan lampu dapur dan ruang tengah saat akan tidur. "Evelyn?" Bella melihat gadis 19 tahun memakai piyama merah muda itu sedang membuka lemari pendingin. Dia sempat terkejut. "Malam-malam begini minum es?" Bella mendekat. Evelyn menampilkan deretan giginya. "Aku baru debat sama Arseno, Kak. Makannya butuh yang dingin-dingin." "Debat di jam segini?" Mengingat Arseno dan Evelyn adalah dua orang yang pernah memiliki hubungan spesial. Mereka mungkin berdebat untuk membahas soal sesuatu yang belum mereka selesaikan. Bella tidak tahu pasti sekarang pukul berapa. Ia hanya tahu bahwa sekarang sudah larut malam dan suasana rumah sudah seperti kuburan. Evelyn mengeluarkan satu botol jus jeruk dan menjawab Bella dengan senyum canggung. "Jadi, setelah putus kalian juga nggak putus komunikasi?" Bella mengambil duduk di sebelah Evelyn yang memegang gelas kaca berisi jus jeruk. "Kak Bella cemburu?" selidik Evelyn dengan kekehan setelahnya. Bagaimana bisa Evelyn menanyakan pertanyaan itu? Untuk apa Bella cemburu? Siapa Arseno untuknya? Mereka bahkan tidak saling kenal dan baginya Arseno hanya Bocah Tengil yang susah diatur. "Cemburu karena kamu masih komunikasi sama dia? Bahkan kalau kalian masih pacaran pun, Kak Bella nggak akan peduli." "Kak Bella beneran masa bodoh, ya. Padahal dia calon suami Kak Bella yang mana adalah mantan Evelyn." Evelyn mengalihkan tatapannya saat mengatakan itu sambil mengusap bibirnya yang basah. "Mau bocah itu mantan kamu atau mantan suami orang pun, Kak Bella nggak akan cemburu. Kakak cuma nggak suka kalau bocah itu masih gangguin cewek sebaik kamu. Pokoknya, kamu jangan kemakan modusnya, ya? Dia kayaknya terlalu banyak modusnya." Benar atau tidaknya, Bella juga tidak bisa menilai orang lain hanya dari penampilan dan dari apa yang ia lihat sekilas. Tapi, yang jelas di hati Bella hanya ada kekesalan pada bocah itu. "Sebegitu nya Kak Bella benci sama Arseno padahal Kak Bella belum kenal sama Arseno, loh." Bella membuat ekspresi berpikir, tetapi tidak seserius saat menyelesaikan berkas kantor. "Kayaknya nggak perlu kenal-kenal banget untuk tahu sifat bocah itu, Ev." Evelyn membenarkan dengan anggukan. Tapi, dia terlihat memikirkan sesuatu. "Kakak tahu kan kalau Arseno nginep?" "APA?!" Sedetik kemudian Bella menutup mulutnya. Suaranya itu akan membangunkan seisi rumah. Tapi, Bella benar-benar terkejut. "Siapa yang suruh dia nginep?!" Bella tidak tahu apa-apa karena setelah dari toilet dia tak keluar atau bahkan mengantarkan keluarga Arseno pulang. Ia juga sengaja tidak membukakan pintu saat orang tuanya terus memanggil namanya. Anggap saja Bella marah dan mereka seharusnya memahami itu. "Itu yang aku dan Arseno perdebatkan, Kak. Aku marah sama Arseno. Dia pasti sengaja nginep di sini supaya aku ngerasa nggak enak sama Kak Bella." Evelyn memanyunkan bibirnya, tampak kesal. Bella terdiam. Evelyn cukup percaya diri. Tapi, mungkin saja itu benar. Arseno mungkin masih memiliki rasa pada Evelyn dan alasan bocah itu menginap adalah untuk Evelyn. "Bocah satu itu aneh banget. Kalau dia masih suka sama kamu, harusnya perjodohan ini ditolak mentah-mentah. Semua keputusan ada sama dia." Bella mendengus keras. "Nggak semudah itu, Kak." "Maksudnya?" "Kalian dua orang yang saling membutuhkan. Arseno butuh Kak Bella untuk menyalurkan nafsunya dan Kak Bella butuh Arseno untuk mematahkan kutukan itu." "Kenapa bocah itu percaya diri banget kalau Kak Bella bersedia memuaskan nafsunya?" "Kak Bella harus terbiasa sama tingkah Arseno. Dia memang kayak gitu, Kak. Melakukan hal-hal sesuai kemauannya sendiri dan nggak akan peduli sama apa yang orang lain bilang." Bella bergeming dan begitu juga dengan Evelyn. Mereka menyelami pikiran masing-masing. "Kamu tahu, Ev? Pernikahan itu memang akan mematahkan kutukan keluarga kita, tapi mendatangkan kesialan di hidup Kakak." "Kak Bella harus terima kenyataan bahwa Kak Bella memang harus berjuang." "Menurut Kak Bella lebih ke tumbal." "Kak Bella bukan tumbal dan itu bukan kesialan." Evelyn bangkit menyimpan botol ke tempatnya semula. "Itu keberuntungan." Mendengar kalimat itu Bella mencoba mencernanya. Mereka berdua saling tatap. Mata Evelyn seperti mengirimkan pesan pada Bella, tapi ia terlalu dungu untuk tahu makna tersirat di dalamnya. "Kamu ... Masih suka sama Arseno?" tanyanya mencoba memastikan meskipun ragu. Evelyn diam dan Bella semakin pusing. Sore tadi Evelyn mengatakan kecewa karena tidak mendengar kata-kata orang tuanya. Itu seharusnya menandakan bahwa Evelyn tidak menyukai Arseno lagi. "Kak Bella suka sama Arseno?" "Astaga Evelyn kamu itu ngomong apa, sih? Mana mungkin Kak Bella suka sama bocah ingusan, petakilan sama m***m kayak begitu?" Evelyn terkekeh. "Selama pacaran sama kamu, dia orangnya emang m***m, ya?" "Dikit Kak. Tapi, kita nggak pernah aneh-aneh, kok." Bella bergidik ngeri. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika setiap hari harus menghadapi cowok seperti itu. Ia harus bisa menjaga diri di dekat Arseno. "Hai mantan! Hai calon istri?!" Dengan gerakan cepat Evelyn dan Bella menoleh ke sumber suara. Bella mendengus keras mengalihkan wajahnya mendapati Arseno berdiri di ambang pintu. "Kalian lagi reunian?" Selain petakilan dan m***m, dia juga percaya diri. Banyak sekali hal yang Bella anggap sebagai kekurangan pada bocah itu. Arseno melangkah mendekat ke arah Bella. Tidak ingin berkomunikasi lebih lanjut, Bella segera berdiri mengambil gelas dan air untuk ia bawa ke kamar. "Mau kemana Mbak cantik?" tanya Arseno saat Bella melangkah. "Gue nggak mungkin tidur di dapur." Bella menjawab dengan nada dingin. "Mungkin aja. Tapi nanti kalau udah nikah sama Acen. Kita main di dapur, ya?" Bella melotot marah, kemudian melirik Evelyn yang memasang wajah datar. "Mbak, Acen mau s**u," ucap Arseno tiba-tiba. Bella melotot begitupun juga dengan Evelyn. Seolah mengerti pikiran dua perempuan di hadapannya. Arseno segera mengangkat tangan ke udara. "Eh, bukan-bukan! Jangan salah paham. Acen bukan minta s**u punya Mbak. Acen minta s**u dari pabrik." Ekspresi tegang Bella dan Evelyn berubah seketika. "Ca--cari aja sendiri!" "Kok gitu sih sama calon suami? Ev, Kakak sepupu kamu kok gitu, sih?" "Arsen, kamu cari aja di lemari pendingin." Evelyn juga tidak membelanya. "Tolong bikinin Acen s**u Mbak ...." rengek Arsen dan tanpa menghiraukan lagi Bella meninggalkan dapur. Tetapi, Arsen selalu saja mengikutinya. "Mbak, bikinin Acen s**u!" "Apa sih! Nggak punya tangan?!" bentak Bella menyenggol Arseno agar menjauh darinya. "Susah banget ya nurut sama calon suami?" "Pernikahan itu bisa batal kapanpun." "Mbak cantik nggak punya kekuatan untuk batalin pernikahan itu. Bisa sih, kecuali Mbak mengorbankan sepupu-sepupu Mbak." "Setidaknya bukan sama lo." "Bukannya semua cowok itu sama? Jadi, siapapun orangnya---" "Diem!" Satu kaki Bella dihentakkan ke lantai. "Acen udah nggak sabar ngerasain malam pertama!" Dia tersenyum lebar. "Gila!" "Cepet Mbak, bikinin s**u atau Acen minta s**u punya Mbak?!" Bella melotot. Ia hendak meminta tolong pada Evelyn tetapi gadis itu sudah pergi ke kamarnya dalam keadaan banyak diam. "Mbak!" rengek Arseno lagi. "Acen nggak biasa tidur tanpa minum s**u!" Dia hampir menangis. "Hubungannya sama gue?" Bella melangkah lagi. Tiba-tiba Arsen melompat menghalangi langkahnya. "Kayaknya Mbak beneran bolehin Acen minum s**u punya, Mbak ya?" Arsen melirik ke arah bagian d**a Bella. "Iya boleh tapi setelah gue patahin leher lo." "Serem banget sih, Mbak." "Lebih serem tingkah lo." "Mbak ... Acen mau s**u. Kalau Mbak cantik nggak mau bikinin Acen s**u, gimana kalau Acen teriak aja?" "Oh bagus teriak aja. Biar lo diusir." "OM TAN---" "Kenapa sih lo selalu nyusahin gue?!" Bagaimana bisa Arseno benar-benar melakukan itu? Dia sangat nekat. Dengan langkah kasar Bella menuju dapur. Di belakangnya, Arseno terkekeh girang. "Mbak, jangan cemberut." "Lo yang bikin senyum gue ilang." Bella mengaduk s**u yang sedang dibuatnya. "Mbak boleh tanya sesuatu?" Bella tidak menjawab masih mengaduk s**u untuk Arseno. "Kalau boleh tahu, Mbak sejak kapan?" "Maksud lo?" Dia menoleh dengan alis bertautan. Tapi, wajahnya masih terlihat marah. "Sejak kapan kelihatan kayak Nenek sihir kalau lagi cemberut, hahaha!" "Sialan!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN