Bella menongolkan sedikit kepalanya melalui celah pintu ruangan keluarga di mana semua orang sedang menikmati sarapan.
Pantas saja rumah tampak sepi.
Dapur yang tidak begitu luas serta kursi yang memang hanya beberapa sepertinya menjadikan alasan sarapan pagi ini dipindah ke ruang keluarga.
Dari yang Bella lihat, ada banyak menu makanan dengan aroma menggugah rasa laparnya seketika. Penghuni di lambung Bella berjoget ria bahkan lama-lama memberontak agar diberi makan.
Tapi, Bella harus menahan kakinya agar tidak melangkah masuk. Di antara keluarganya, ada Bocah tengil ikut sarapan dengan yang lain. Pastilah cowok itu sedang mencari-cari perhatian di depan keluarganya. Memangnya alasan apa lagi?
Selain karena ada Bocah itu, Bella juga masih mengibarkan bendera permusuhan dengan keluarganya. Ikut sarapan dengan mereka akan membuat mereka berpikir Bella sudah menerima perjodohan itu dengan senang hati.
"EH, ADA MBAK CANTIK!"
Mata Bella lantas melebar mendengar teriakan Bocah tengil itu dan dengan gerakan cepat Bella menarik kepalanya. Ia tidak ingin semua orang melihatnya
"Bella? Di mana?"
"Loh, kenapa nggak masuk?"
"Kak Bella, sini ikut sarapan bareng!"
Kira-kira seperti itulah teriakan orang di dalam ruangan itu.
Bella mengepalkan tangannya sembari menggertakan gigi. Bocah itu memang sialan! Satu kali saja tidak membuatnya kesal, apakah dunia akan runtuh?
"Bella?"
Bella menormalkan ekspresinya saat pintu dibuka lebar oleh ibunya.
"Kenapa malah berdiri di sini? Ayo masuk dan sarapan sama yang lainnya."
"Bella sarapan di luar aja, Ma." Bella tersenyum tipis masih terlihat kecewa.
"Sini sarapan dulu, Bell. Ramai-ramai lebih enak! Oh iya, ada tempe orek kesukaan kamu." Salah satu tante Bella melambai-lambai memanggilnya.
"Makasih, Tan. Tapi Bella mau sarapan di luar aja." Bella mengulas senyum tipis dan baru akan melangkah pergi seseorang kembali memanggilnya.
"Mbak cantik kenapa nggak mau sarapan bareng sama kita semua? Nggak usah malu sama Arsen, Mbak." Arsen terkekeh kemudian. Beberapa sepupu cowok juga terkekeh.
Malu? Percaya diri sekali Bocah itu.
"Gue nggak malu, gue males lihat muka lo."
"Bella!" tegur ibu Bella dengan suara pelan. "Jangan begitu. Dia calon suami kamu."
"Dia bukan pilihan Bella dan Mama tahu kalau Bella terpaksa. Jangan salahin Bella kalau kurang sopan sama Bocah itu."
"Kalau masih sulit menerima Arseno, setidaknya hargai dia sebagai tamu di sini, Bella."
Tidak ada kalimat yang keluar dari mulut Bella selain hanya helaan napas.
"Cepat ikut sarapan. Jangan berdiri dipintu begini kayak anak kecil." Setelah mengatakan itu ibu Bella kembali berkumpul dengan yang lain.
Semua keluarga Bella menatapnya dengan tatapan penuh teguran. Ini semua karena Bocah itu. Bahkan Bella tidak bisa berpendapat dan ia selalu dianggap salah.
"Sini duduk di sebelah Arsen, Mbak!" Arsen menepuk-nepuk ruang kosong beralas karpet di sebelahnya.
"Ogah!"
"Waduh, Mbak nggak boleh gitu. Nanti kalau Mbak udah nikah sama Arsen pasti bakal kecanduan deket-deket Arsen. Iya, kan?" Arsen menatap semua orang seolah meminta persetujuan.
Mata Bella berkedut. Di mana rasa malu Bocah itu? Atau mungkin memang tidak punya sejak lahir?
"Ma, Pa dan semuanya. Bella pamit pergi dulu, ya? Bella nggak bisa sarapan sama orang yang bikin Bella naik darah."
"IKUUUUUT! Arsen sekalian mau nebeng pulang, Mbak."
"Nggak!" tolak Bella seketika membuat Arsen yang semula sudah setengah berdiri dengan ekspresi riang kembali duduk dengan bibir cemberut.
"Gue nggak mau satu mobil sama Bocah. Naik taksi aja lo."
"Bella!"
Bella langsung menghela napas dan mengarahkan jarinya ke pelipis dengan perasaan lelah.
Drama apa lagi ini?
"Apakah begitu cara menjawab seseorang? Apa Papa pernah ngajarin kamu sperti itu?"
"Maaf, Pa," cicit Bella, kemudian beralih menatap Bocah itu dengan kilat tajam.
Acara sarapan itu tampak terhambat karena Bella.
"Kak Bella mau pergi, kan? Aku mau nebeng sekalian, ya? Nebeng ke kampus."
Kali ini semua menatap Evelyn dengan emosi yang sudah reda.
"Iya, Ev. Kakak tunggu di ruang tamu. Kamu habisin dulu sarapannya."
Tapi, emosi mereka seolah kembali lagi karena Bella menerima permintaan Evelyn.
Kalau orang itu Evelyn, maka Bella dengan senang hati membiarkan gadis itu satu mobil dengannya. Evelyn tidak membuatnya darah tinggi.
"Mbak cantik kok pilih kasih, sih? Padahal Arsen calon suami, Mbak. Tapi, kenapa Arsen ditolak?"
"Bisa nggak suara lo biasa aja?" Bella kesal karena Arseno merengek persis seperti anak kecil.
"Sudah-sudah. Bella Sayang, kita sarapan sama-sama. Sambil menunggu Evelyn dan Arseno selesai sarapan."
"Bella tetap nggak akan mau satu mobil sama Arseno, Nek. Bella mohon, ngertiin kemauan Bella yang satu ini."
Bella mengepalkan jari tangannya yang tersembunyi di balik saku celananya. Seseorang menatapnya dalam diam, tetapi dari sorot tatapannya itu ada kalimat teguran berselimut rasa marah.
"Kamu harus sadar, mobil siapa yang kamu pakai kalau bukan mobil Papa? Papa yang memutuskan kamu akan mengantarkan Arseno atau nggak."
Itu karena mobil milik Bella rusak.
Seluruh orang melihat ke arahnya. Ini seperti perdebatan antara orang tua dan anak yang terlihat durhaka.
Dengan perasaan kesal dan ekspresi wajah ditekut, Bella melangkah masuk. Mengambil duduk di sebelah Evelyn.
Sangat tidak diduga, Arseno bergegas mengangkat piringnya dan pindah ke sebelah Bella sembari mengulas senyum lebar yang membuat pipinya mengembung.
"Halo Mbak cantik. Aku mau disuapin, dong!" rengek Arseno dengan nada setengah berbisik saat orang-orang sudah fokus lagi dengan sarapan mereka.
Tentu saja Bella melotot.
"GILA!" bentaknya tertahan.
"Mau Arseno laporin ke Papa, hm?"
Bocah itu mengancam Bella sembari memainkan kedua alisnya.
Sialan!
Bella mendesis, mengepalkan tangannya. Anak kecil memang tidak boleh dipukul, tapi kalau anak kecilnya seperti Arsen, lima kali pukulan sepertinya tidak masalah.
Karena rasa malu, Bella melirik semua orang. Ia malas harus berdebat lagi, tapi ia juga tidak mau menyuapi Bocah tengil dan ternyata manja sekali ini.
"Cepet Mbak, Acen udan lapar!"
"Hish! Iya-iya!" pasrah Bella pada akhirnya.
Semua orang lantas melirik mereka berdua termasuk Evelyn yang tak berhenti memperhatikan.
"Jangan salah paham," cicit Bella untuk memberi penjelasan pada semua orang di ruangan itu. Tapi, beberapa dari keluarganya ada yang senyum-senyum menggoda.
Tunggu saja Bella akan membalas Bocah tengil ini!
...