Sudah satu minggu waktu berlalu semenjak pernikahanku dengan Arseno dilaksanakan. Dan, selama itu juga kami selalu mengibarkan bendera perang, bahkan perang di antara kami berdua lebih buruk dari sebelumnya. Aku tidak lagi berusaha menutupi sikap burukku kepada Arseno di depan Mama dan Papa. Lagi pula, mereka juga harusnya tahu bahwa aku menikahi bocil itu karena terpaksa. Mereka tidak bisa mengharapkan apapun padaku. Saat aku berdebat di dalam kamar dengan Arseno dan berakhir saling kejar di luar rumah, Mama dan Papa hanya bisa menegur kemudian geleng-geleng kepala. Mereka bilang, kami malah terlihat seperti adik-kakak yang tidak pernah akur. Hari-hari yang seharusnya diisi dengan kemesraan seperti pengantin baru, tapi kami isi dengan pertengkaran dan perdebatan. Aku menjadi serin