Sepulangnya dari supermarket, Chris langsung pulang. Ia tidak menginap di apartmentku malam ini. Awalnya dia ingin menginap, tetapi aku menyuruhnya pulang karena aku sangat ingin menghabiskan waktu sendirian malam ini.
Aku membuat satu gelas kopi hitam dan duduk di balkon apartmentku sambil menikmati langit malam sendirian. Bintang – bintang di langit sangat indah tidak seperti suasana hatiku yang saat ini kelam.
Aku juga tidak mengerti dengan diriku sendiri. Semua kepedihan yang terjadi di dalam hidupku membuat perasaanku kosong dan hampa. Kalau di tanya kenapa aku stress atau apa yang aku rasakan saat aku sedang sedih, jawabannya adalah aku tidak tau. Aku tidak tau apa yang aku rasakan, aku tidak tau tujuan hidupku. Aku sangat lelah. Orang – orang akan sulit mengerti dengan perasaan yang aku rasakan saat ini.
Aku jadi teringat dengan masa kecilku di saat orang tuaku masih harmonis. Dulu aku sering sekali jalan – jalan bersama mereka. Mulai dari ke kebun binatang, taman bermain, hingga travelling bersama. Tapi semua kebahagiaan itu kandas sejak ayahku berselingkuh dengan seorang wanita Bernama Poppy.
Disaat aku masih bersekolah, ayah ketahuan berselingkuh oleh ibuku. Aku ingat sekali tentang kejadian itu. Waktu itu aku dan ibu sedang berbelanja disalah satu pusat perbelanjaan di New York, kami melihat ayah yang bermesraan dengan wanita lain. Mereka berpelukan dan berciuman. Aku dan ibu menghampiri ayah, ayah sangat terkejut dan langsung meminta maaf saat itu tapi semuanya sudah terlambat.
Sejak kejadian itu ayah dan ibu sudah tidak harmonis. Mereka sering bertengkar dan aku menyaksikan semua pertengkaran mereka. Mereka berdua tidak peduli dengan keberadaan aku di rumah, mereka egois dan memberiku trauma yang tidak kunjung sembuh padaku.
Bukan hanya hubungan mereka saja, hubungan aku dan mereka juga ikut renggang. Terutama hubunganku dan ayah. Beberapa bulan kemudian, mereka pun bercerai. Semenjak mereka bercerai aku jarang mengunjungi ayahku, begitu juga sebaliknya. Hanya sebulan sekali aku ke rumah ayahku.
Hubungan aku dan ibu juga parah, ibu menjadi orang yang berbeda. Ia mulai tertutup denganku. Walaupun komunikasi kami baik – baik saja, tapi ada hal di balik itu. Ibu tetap memasak dan melakukan tugasnya sebagai seorang ibu, tapi tidak semuanya. Ibu mulai sibuk bekerja dengan sangat keras semenjak ia bercerai dengan ayahku. Setiap hari ia sering lembur. Ia tidak memikirkanku lagi yang membutuhkan waktu bersamanya.
Hampir tiap hari aku di rumah sendirian tanpa ibu, sekalipun hari libur. Mungkin dulu saat aku masih sibuk bersekolah atau kuliah aku tidak terlalu memikirkan hidupku, tetapi semuanya meledak saat ini.
Aku mulai benar – benar merasakan kesepian yang luar biasa. Aku hilang arah dan tidak tau tujuan. Ditambah lagi ibu menikah tanpa berbicara denganku sebelumnya dan semua perilakunya yang tampak sekali ingin aku tidak ada lagi di kehidupannya.
Aku kecewa, sangat kecewa dengan ibu. Aku pasti akan senang sekali bisa membantu pernikahannya atau melihat ibu mencoba gaun pernikahan. Tapi semua itu ia lakukan tanpaku. Bahkan ia mengumumkan pernikahannya secara mendadak kepadaku.
Aku masuk ke dalam kamar dan merebahkan badan di tempat tidur. Rasanya seluruh badanku lemas dan tidak bertenaga. Aku menghela nafas dan memejamkan mataku sejenak hingga hpku berbunyi memecahkan suasana hening.
Tanpa melihat siapa penelfonnya, aku langsung menangkat telfon.
“Halo.”
“Halo, ini Michael.”
Aku langsung terkejut dan beranjak dari tempat tidur. “Michael ? ngapain kamu telfon aku ?” Tanyaku.
“Emang kenapa ? gak boleh ?” Balas Michael.
“To the point aja, kamu kenapa nelfon aku ?”
“Oke, aku nelfon kamu karena aku mau ngajak dinner bareng.” Jawab Michael.
“Dinner ? aku gak mau.” Tanpa berpikir panjang, aku menolak ajakannya.
“Kamu tenang, kita gak berdua aja kok. Ayah kamu juga ikut dinner bareng kita.” Ucap Michael.
“Semakin aku gak mau ikut dinner.” Kataku dengan ketus.
“Ayolah, kamu gak bisa menghindar terus. Kamu gak capek ya kayak gini terus ?” Tanya Michael.
“Gak usah banyak ngomong kalau gak tau perasaan aku yang sebenarnya.” Kataku.
“Aku tau. Tapi kamu harus ngebuka hati kamu lagi, gimana caranya mau hidup dengan tenang kalau kamu masih ada perasaan benci di hati kamu.” Ujar Michael.
Perkataan Michael ada benarnya. Tapi aku masih belum siap untuk bertemu dengannya lagi dan berbincang – bincang seperti tidak ada masalah apapun. Aku juga tidak memaksakan hatiku untuk memaafkan ayah, tapi sepertinya tidak ada ruginya jika aku ikut dinner bersama Michael dan ayah.
“Oke, sekali ini aja.” Ucapku.
“Nice. Besok jam 7 malam di restoran KL.”
“Oke.” Aku menutup telfon dan kembali merebahkan badanku.
Aku memejamkan mata dan beristirahat hingga pagi hari.
--
Pagi ini aku mulai berolahraga di gym apartmentku. Sudah lama aku tidak berolahraga. Hari ini hari kedua di awal kehidupan baruku, Aku harus memulainya dengan hal positif seperti berolahraga.
Olahraga dimulai dengan berlari menggunakan treadmill. Mulai hari ini aku harus fokus pada diriku sendiri. Aku sudah terlalu lelah untuk memikirkan masalahku.
Di gym sudah ada beberapa orang yang berolahraga, kebanyakan dari mereka adalah laki – laki. Banyak laki – laki tampan di sini tapi mereka tidak lebih tampan dari Chris. Aku harus menjaga pandanganku tetap lurus dan tidak salah fokus pada pria di sini.
“Hai.” Sapa seseorang yang menggunakan treadmill di sampingku. Pria itu memiliki badan yang atletis dan rambut coklat muda pendek.
“Hai.” Aku sapa balik pria itu.
“Aku baru ngeliat kamu hari ini.” Ucapnya.
“Iya, aku baru ngegym di sini hari ini.” Balasku.
Ia memberhentikan treadmillnya dan mengulurkan tangannya untuk memberi salam kepadaku. “Kenalin, Josh.”
Aku juga berhenti berlari dan memberinya salam. “Michelle.”
“Mau aku bantu olahraga ?” Tawar Josh.
Awalnya aku tidak mau, tetapi karena aku sudah lama tidak ngegym aku menerima tawarannya tersebut untuk membantuku.
“Oke, boleh deh.” Aku tersenyum.
Aku mengikutinya berjalan dan kami berolahraga bareng sekarang. Aku cukup senang jika aku ada teman untuk ngegym bareng.
“Kamu tinggal di lantai berapa ?” Tanya Josh.
“Aku di lantai 14. Kamu ?”
“Aku di lantai 14 juga. Nomor berapa ?”
“540.” Jawabku singkat.
“Loh, sebelahan dong. Aku 541.” Ucap Josh dengan semangat.
“Akhirnya ada tetangga yang aku kenal.” Tambahnya. Ia tampak senang sekali bisa berkenalan denganku.
“Iya, aku senang.”
“Untunglah, berbulan – bulan aku tinggal di sini gak ada teman.” Kata Josh.
“Sejak kapan kamu pindah ke sini ?” Tanya Josh sambil mengangkat barbell.
“Kemarin aku baru pindah ke sini.” Jawabku.
“Semoga kamu betah ya di sini.” Josh tersenyum. Oke aku akui Josh sangat tampan dan menarik, apalagi jika dilihat dari dekat. Aku langsung menggelengkan kepala dan berusaha untuk tidak tergoda.
“Pasti betah sih. Apartment aku nyaman banget.” Balasku.
“Oh ya ? boleh dong sekali – kali aku mampir.”
“Boleh banget lah.” Jawabku.
Setelah kami selesai ngegym, aku dan Josh balik ke apartment masing – masing. Aku membersihkan badanku. Aku berendam air panas di bath tub untuk menghilangkan penat. Pewangi lavender membuatku tambah nyaman dan tenang.
Aku mencoba menelfon Chris, tapi tetap saja ia tidak mengangkat telfonku. Aku jadi semakin cemas dengannya, aku takut sesuatu terjadi dengannya. Aku memutuskan untuk pergi ke kantornya untuk bertemu dengannya.
Sesampainya di kantor Chris, aku langsung menuju keruangannya. Aku bertanya kepada sekretarisnya namun ia mengatakan bahwa Chris belum sampai di kantor. Aku akhirnya menyerah dan hendak pulang ke rumah. Betapa terkejutnya aku ketika aku membalikkan badan Chris sudah berdiri di depanku.
“Chris.” Aku langsung tersenyum manis.
“Pagi Michelle. Tumben kamu ke sini.” Ucap Chris.
“Aku nelfon kamu berkali – kali, tapi kamu gak angkat – angkat.” Keluhku.
“Maafin aku ya.” Chris memelukku erat. Ia tidak peduli dengan para karyawannya yang menyaksikan kemesraan kami.
Aku mengangguk.
Aku duduk di sofa di dalam ruangan Chris. Chris terlihat senang dengan keberadaanku di sini. Ia tidak berhenti tersenyum dan menatapku dari kursi kerjanya seraya sibuk dengan pekerjaannya. Chris membiarkan aku di sini sampai jam 12 siang karena dia ada acara makan siang bersama clientnya.
Karena bosan melihat Chris yang sibuk bekerja, aku mencoba untuk menggodanya. Aku melingkarkan tanganku di lehernya dan mencium pipinya dengan lembut. Chris menoleh kepadaku dan tersenyum. Lalu ia berdiri dan mendekatiku, aku mencoba untuk menjauh hingga badanku tersandar ke dinding.
“Kamu gangguin aku ?” Bisik Chris.
“Enggak.” Jawabku singkat.
“Kamu mau nakal ?” Tanya Chris.
“Enggak.” Aku menggelengkan kepala.
Tanpa basa – basi, Chris menciumku. Aku melingkarkan tanganku di pinggangnya dan merasakan setiap sentuhan yang ia berikan kepadaku.
“Aku kangen sentuhan kamu.” Kataku.
“Aku juga.” Bisik Chris. Suaranya sukses membuatku melayang.
Tok.. tok.. tok
Suara ketukan pintu membuat kami berdua terkejut dan menjauh. Seorang karyawan masuk untuk membawa suatu dokumen untuk ditanda tangani. Untung saja orang itu tidak lama berada di ruangan Chris.
Setalah orang itu keluar dari ruangan, Chris langsung menatapku. Ia memelukku sekali lagi, kali ini lebih erat dari sebelumnya.
“Ganggu aja ya tu orang.” Kata Chris.
“Hahaha, iya.” Aku tertawa.
Chris melihat jam tangannya dan berkata, “Mau jajan dulu gak di luar?”
“Boleh.”
“Yaudah yuk.” Chris menggandeng tanganku dan kami berjalan keluar dari kantor Chris.
Aku dan Chris pergi ke toko es krim. Kami duduk di luar sambil menikmati udara siang hari. Cuaca hari ini tidak panas seperti biasanya, udara lumayan sejuk.
“Aku malas untuk bertemu dengan client.” Keluh Chris seraya memakan es krimnya.
“Kenapa malas ?” Tanyaku.
“Aku mau dengan kamu aja seharian.” Chris memegang tanganku.
“Aku juga.” Aku memasang wajah cemberut.
“Abis aku pulang kantor, gimana kalau aku mampir ke apartment kamu, boleh gak ?” Tanya Chris.
Aku sangat ingin menghabiskan malam dengan Chris, tapi aku sudah janji untuk bertemu dengan Michael dan ayahku malam ini.
“Aku gak bisa malam ini.” Jawabku.
“Kamu mau kemana ?” Tanya Chris penasaran.
“Aku udah ada janji sama Michael.” Aku menjawab dengan berat hati.
“Kamu mau jalan berduaan sama dia ?” Chris langsung berhenti memakan es krimnya.
“Enggak. Dia ngundang aku makan malam dengan ayahku.” Balasku.
“Kamu udah siap untuk ketemu sama ayah kamu lagi ?” Tanya Chris khawatir.
“Sebenarnya enggak, tapi aku harus menemuinya.”