Hari ini aku awali dengan memasak. Sehabis mabuk tadi malam entah kenapa aku merasa sangat lapar dan nafsu makanku meningkat. Aku memasak sandwich, makanan yang simple tapi enak.
Aku menghidangkan sandwich dan segelas s**u di meja makan. “Chris makanannya udah nih.” Panggilku.
Chris menaruh buku yang ia baca dan menaruhnya di meja, lalu ia berjalan ke meja makan. “Wow, enak nih. Makasih ya.” Ucap Chris sambil tersenyum.
Aku dan Chris duduk berhadapan dan memakan sarapan kami. Aku sangat senang jika bisa memulai hari dengan seseorang, terutama Chris. Aku merasa sangat bahagia jika aku bisa melakukan ini setiap hari.
Aku menyandap sandwich sambil menonton berita di tv, sedangkan Chris, ia fokus menikmati sandwichnya itu.
“Enak gak?” Tanyaku kepada Chris.
Chris mengangguk dan memejamkan matanya. “Ini enak banget. Pokoknya kalau kamu lagi di rumah aku, kamu aja yang masak.” Jawabnya.
Aku tertawa mendengar jawabannya tersebut. Dengan pujian yang ia berikan aku merasa dihargai. “Terima kasih atas pujiannya. Mulai hari ini aku akan masak buat kamu.” Balasku.
“Apalagi kalau kamu tinggal di sini bareng aku, pasti aku makin senang. Dimasakin setiap hari sama bidadari.” Chris tersenyum nakal.
Disaat aku bersama Chris, aku merasa sangat bahagia dan tidak kesepian. Tapi aku harus mulai belajar untuk hidup tanpa dia, aku takut suatu saat dia akan pergi dari hidupkku dan aku belum siap akan hal itu.
Setelah aku dan Chris selesai sarapan, Chris bersiap – siap untuk berangkat bekerja. Sedangkan aku akan pulang ke apartmentku.
“Kamu pulang langsung kan?” Tanya Chris kepadaku.
Aku mengambil tasku dan kunci mobil. “Iya aku pulang langsung kok.” Jawabku.
Lalu kami berdua keluar dari rumah dan masuk ke mobil masing – masing. Aku melambaikan tangan kepadanya, chris hanya tersenyum manis.
Aku mengendarai mobil ke apartmentku dengan cepat. Aku rasanya lelah sekali untuk berlama – lama di perjalanan. Aku benar – benar tidak betah memakai baju semalam yang sudah tidak nyaman.
Sesampainya di apartment aku langsung mengganti baju santai dan membaringkan badanku. Aku mengambil hpku dan mengecheck lowongan kerja freelance. Salah satu lowongan kerja sebagai penulis disalah satu platform menarik perhatianku. Sepertinya pekerjaan ini cocok untukku yang tidak terlalu suka keluar rumah. Aku beranjak dari tempat tidurku dan membuka laptopku untuk mulai menulis naskah.
Beberapa jam kemudian, tidak terasa hari sudah sore. Aku sudah selesai menulis naskah, tinggal menunggu informasi dari pihak platform. Aku pergi ke balkon dan duduk dikursi seraya menikmati langit sore.
Aku memikirkan hal yang tidak seharusnya kupikirkan yaitu orang tuaku. Sejak bertemu di supermarket, aku tidak pernah mendengar kabar dari ibu lagi. Seakan – akan dia membuang aku dari kehidupannya tersebut. Hatiku sedih, sangat sedih. Apalagi ayahku yang sudah mempunyai tunangan secepat ini, membuatku merasa sendirian.
Aku menaikkan kakiku ke atas kursi dan memeluk kakiku sambil menyandarkan kepala. Aku menghela nafas cukup dalam untuk menenangkan pikiranku yang kacau. Aku membuka hpku untuk melihat media sosial ibu.
Di media sosial milik ibu, ibu memposting cukup banyak foto – foto seperti foto ia dan suaminya. Senyum ibu terlihat bahagia. Ia tidak pernah senyum sebahagia ini ketika masih tinggal bersamaku. Hatiku senang melihat ibu bahagia.
Setelah aku perhatikan, ibu cukup sering mengirimkan foto – foto di media sosialnya, tapi ia tidak pernah menghubungiku.
Aku memutuskan untuk memberinya pesan duluan. “Hai mom. Apa kabar?” Tanyaku.
Beberapa jam kemudian ibu tidak kunjung membalas pesanku. Aku menyerah untuk menunggunya dan memilih untuk masuk ke dalam kamar dan kembali berbaring. Aku memejamkan mataku sejenak dan membayangkan kehidupanku disaat ayah dan ibu masih harmonis.
Secara tidak sadar air mataku menetes membasahi pipiku. Aku menutupi wajahku dengan bantal. “Aaaa.” Teriakku.
Tiba – tiba bel berbunyi, tanda seseorang datang kemari. Sebenarnya aku malas jika ada tamu malam ini, tapi mau tidak mau aku harus membukakan pintu.
Aku berjalan dengan terpaksa dan membuka pintu. “Michael?” aku sangat terkejut melihat Michael yang sudah berdiri tegak di depan apartmentku.
“Michelle. Kamu sibuk gak?” Tanya Michael dengan tatapan tajamnya.
Aku diam sejenak dan sedikit bingung, kenapa Michael tiba – tiba datang ke apartmentku. “Enggak, kenapa?” Tanyaku.
Michael berjalan mendekatiku dan memegang pintu apartmentku. “Boleh aku masuk?”
Aku membuka lebar pintu apartmentku dan membiarkannya masuk ke dalam. Aku dan Michael duduk di sofa ruang tv. Wajah Michael tampak sangat serius, sepertinya dia akan membicarakan sesuatu yang penting.
Michael menyentuh tanganku. “Aku minta maaf.” Ucapnya.
Aku menarik tanganku dan memalingkan wajah. “Minta maaf kenapa?” Tanyaku.
“Soal kemarin. Gak seharusnya aku ikut campur soal urusan kamu dan ayah kamu. Aku udah kelewat batas.” Kata Michael. Wajahnya terlihat merasa sangat bersalah.
Aku menghela nafas. “Iya, gak masalah kok.”
“Ini masalah, aku udah kelewat batas. Aku janji gak bakal ngulangin lagi. Kemarin itu aku udah benar – benar gak mikir soal kamu. Aku ngerasa bersalah banget.” Jelas Michael.
Aku menoleh kepadanya dan tersenyum tipis. “It’s okay.”
Michael tersenyum tipis dan tidak membalas perkataanku. Sepertinya ini adalah awal dari hubungan baikku dengan Michael. Aku juga lelah jika harus bermusuhan dengan seseorang yang pernah dekat denganku.
“Kamu mau minum apa? Biar aku ambilin.” Kataku.
“Kopi aja.” Jawab Michael sambil tersenyum.
Aku beranjak dari sofa dan pergi ke dapur untuk membuatkan segelas kopi untuk Michael. Ia melihatku ketika aku membuat kopi, aku menatap matanya. Kami saling memberi tatapan. Aku akui aku tidak bisa berlama – lama untuk kesal dengan Michael.
Aku berjalan mendekati Michael yang sedang duduk di sofa menungguku untuk mengantar kopi untuknya. Aku menaruh segelas kopi di meja. “Ni kopinya.”
Michael tersenyum. Ia terlihat senang. “Makasih.”
Michael meminum kopi yang aku buat. “Hmm, enak banget. Aku suka kopi buatan kamu.” Kata Michael.
“Makasih. Itu cuma kopi instan kok.” Balasku.
“Tapi kalau kamu yang buat rasanya lebih enak.” Rayu Michael.
Aku duduk di samping Michael sambil memperhatikan Michael yang sedang meminum kopinya. Michael menatapku lagi, membuat suasana menjadi tegang sekaligus canggung. Aku tidak tau mau membicarakan apalagi dengannya.
“Aku tau kalau caraku untuk mendapatkan kamu itu salah. Tapi kamu harus ngerti kalau aku itu sayang sama kamu.” Ucap Michael sambil memegang tanganku.
Aku segera menarik tanganku agar tidak berlama – lama digenggam olehnya. “Aku ngerti kok. Kamu jangan khawatir. Tapi aku masih belum bisa untuk menjalin hubungan asmara dengan siapa pun sekarang.” Jelasku.
Michael mendekatiku dan menatapku dengan tatapan tajam. “Sebaiknya kamu jangan mempermainkan aku kayak gini.” Kata Michael dengan nada sedikit menggertak.
Aku menjauhkan diriku darinya dan berusaha untuk menghindar, tapi tangannya memegang lenganku untuk mencegahku agar tidak menjauh. “Aku gak ada mau mainin kamu.” Ucapku.
“Gak ada mainin? Kamu narik ulur aku, kalau gak suka bilang aja langsung. Selama ini aku udah berusaha untuk sabar dan sabar, aku udah coba untuk berperilaku manis dengan kamu. Tapi kamu itu semakin gila, makin menjauh dari aku. Malahan kamu lebih dekat dengan Chris.”
Michael mendekatkan wajahnya kepadaku. Tatapan tajamnya mengintimidasiku. “Kalau memang cara yang kemarin gak berhasil, aku akan pakai caraku sendiri.” Ujar Michael.
Aku mendorongnya agar ia bisa menjauh dariku, lalu aku berjalan menjauh darinya. Aku pergi ke dapur dan berpura – pura tidak terjadi apa – apa. Michael mengikutiku dan berdiri di belakangku. Aku merasakan nafasnya di leherku.
Michael menyingkirkan rambutku ke depan. Tanpa persetujuan dariku, ia mencium leherku dari belakang. Aku langsung menjauh darinya. “Gak gini caranya.” Ujarku..
Michael tersenyum tipis dan berjalan mendekatiku. Aku semakin takut jika dia melakukan sesuatu hal yang negatif padaku. Aku berjalan mundur sampai badanku mengenai dinding.
Ia menyentuh wajahku, membelai pipiku. “Sekarang gini aja ya, kamu nurut sama aku. Gak usah menjauh kayak gini. Aku udah capek jadi orang sabar. Aku harus ngedapatin apa yang aku mau, dan yang aku mau itu kamu.”
Aku memejamkan mataku. Michael benar – benar membuatku bingung. Aku tidak tau harus melakukan apa sekarang. Rasanya badanku tidak bisa bergerak dibuatnya. “Terserah kamu.” Kataku.
Michael menjauh dariku dan berjalan keluar dari apartmentku. “Oke, kalau gitu sampai ketemu nanti. Aku mau pulang dulu.”
Aku hanya diam dan menunggunya untuk pergi.
Setelah Michael pergi dan menutup pintu. Bel kembali berbunyi, aku menghela nafasku terlebih dulu lalu aku membuka pintu. Tak disangka – sangka, Josh berdiri sambil memegang satu kotak donat coklat.
“Josh?”
“Hai Michelle, boleh aku masuk? Aku bawak donat nih untuk kita makan.” Katanya.
Aku akui Josh adalah orang yang sangat ramah dan Friendly. Sepertinya aku butuh teman untuk berbicara sekarang. “Boleh.”
Tanpa menunggu lama, Josh berjalan masuk ke dalam apartmentku. Gaya berjalannya sangat gemulai dibandingkan para wanita pada umumnya. Lalu ia duduk di sofa sambil membuka kotak donat yang ia bawa tadi.
“Aku ngeliat tadi ada cowok ganteng banget keluar dari apartment kamu, siapa dia?” Tanya Josh penasaran sambil memakan donat.
Aku berjalan dan duduk di samping Josh, lalu aku mengambil donat yang ia bawakan untukku. “Namanya Michael.” Jawabku.
“Hmm. Michael, Michael Anderson?” Josh melihatku penasaran.
“Iya, kamu tau dia?” Tanyaku.
Josh terlihat sangat semangat ketika kami membicarakan soal Michael Anderson. Josh menyandarkan badannya ke sofa. “Iya taulah, dia kan terkenal. Michael Anderson, seorang CEO muda yang tampan.”
“Dia kan juga pernah terlibat cinta segitiga sama seorang wanita dengan sahabatnya yang juga CEO namanya siapa ya, aku lupa.” Ucap Josh sambil memegang kepalanya untuk mengingat – ingat gosip tersebut.
“Kiara dan Chris kan?”
“Nah iya, kok kamu bisa tau?” Tanya Josh heran.
Josh bangkit dari sandarannya dan membelalak. “Jangan – jangan, kamu juga terlibat cinta segitiga dengan Michael dan Chris juga sama seperti Kiara?”
Aku hanya mengangguk pasrah dan merebahkan badanku.
Josh tampak sangat terkejut, ia memegang kedua bahuku. “Omg, Michelle kamu hebat.” Ucapnya kagum.