Tentang Aku

1755 Kata
Matahari sudah terbit ketika aku bangun dari tidurku, aku bangun dan melihat jam, waktu menunjukkan pukul 12 siang. Chris masih tertidur pulas, aku tidak membangunkannya karena aku tidak mau mengganggunya karena aku tau dia kekurangan tidur. Aku membuat sarapan untuk Chris dan aku.   Aku memasak fried chicken dan nasi hangat. Aku menonton video dari hpku untuk menghilangkan rasa jenuh sembari aku makan. Setelah aku makan, aku menghidangkan makanan untuk Chris agar nanti dia bangun dia bisa langsung makan.   Tiba – tiba seseorang menelfonku. Aku tidak mengenal nomor yang menelfonku. Awalnya aku ragu untuk mengangkat telfon, tetapi aku tetap mengangkatnya.   “Halo. Siapa ya ?” “Ini ayah.” Aku terkejut ketika mendengar jawaban dari orang itu. Aku sudah lama tidak berjumpa dengan ayahku. Aku lupa kapan terakhir aku bertemu dengannya, mungkin sejak aku masih SMA. “Ayah ?” “Iya, Michelle kamu apa kabar ?” Tanya ayahku. “Baik. Ayah apa kabar ?” “Baik juga.”   Aku tidak tau harus membicarakan apa lagi dengan ayah karena keadaan kami sangat canggung. Aku tidak bisa berpura – pura ramah dengannya, masih ada perasaan tidak enak di hatiku yang sulit untuk di obati.   “Yaudah kalau gitu, Michelle mau pergi dulu.” “Tunggu sebentar.” Kata ayah menahanku agar tidak menutup telfon. “Ada apa yah ?” Tanyaku. “Ayah mau ketemu sama kamu, apa boleh ?” “Maaf, aku masih sibuk dengan pekerjaanku.” Tolakku. Aku berbohong, aku sama sekali tidak sibuk dengan pekerjaanku. Malahan aku tidak mempunyai pekerjaan sekarang. Aku berbohong untuk menghindar darinya, aku belum siap untuk bertemu dengannya. “Oke kalau gitu, apa boleh ayah simpan nomor kamu ?” “Boleh kok. Yaudah, aku pergi dulu ya.” Aku langsung menutup telfon.   Aku duduk di sofa dan menghela nafas. Aku masih syok karena telfon dari ayah barusan. Memang aku menemuinya dulu sesekali tapi semenjak aku masuk kuliah aku sudah tidak pernah lagi ke rumahnya. Aku tidak pernah menemuinya lagi karena istrinya yang tidak suka denganku. Ditambah lagi dia juga tidak ada niatan untuk bertemu denganku duluan.   Aku ingat sekali dulu waktu aku ke rumah ayahku, istrinya tidak bicara sepatah katapun kepadaku. Istrinya memantau kami dari jauh dan ketika aku hendak pulang, Istrinya langsung menghampiriku dan berkata bahwa aku tidak boleh ke rumah mereka lagi. Namun aku tidak menuruti perkataannya tersebut.   Berbulan – bulan kemudian semenjak kejadian itu, aku mengunjungi ayah sekali lagi. Ayah menyambutku dengan baik, tetapi istrinya menamparku disaat ayah tidak ada. Sejak itu aku tidak mau lagi ke rumah mereka dan ayah pun sepertinya tidak keberatan kalau aku tidak mengunjunginya lagi. Ayah juga tidak pernah menanyakan kabarku selama bertahun – tahun.   Aku sudah muak dengan drama keluargaku ini. Aku sulit untuk melupakan kenangan – kenangan burukku sejak ayah menelfonku tadi. Aku menyandarkan kepalaku dan memijat – mijat keningku. “Michelle, kamu kenapa ?” Tanya Chris memecahkan keheningan. “Chris, astaga kamu bikin aku kaget aja.” Aku memegang dadaku karena terkejut. “Kamu kenapa ? kok kayak lagi sedih gitu mukanya ?” Chris duduk di sampingku. “Gak apa – apa kok.” Jawabku. “Oh iya, aku masakin kamu makanan tu tadi.” Aku mengalihkan pembicaraan agar Chris tidak bertanya lebih lanjut tentang keadaanku. “Wah, makasih. Aku makan dulu ya. Kamu mau temanin aku makan gak ?” Chris merangkulku.   Rasanya aku sedang ingin sendirian. Aku tidak bisa berpura – pura atau menyembunyikan kesedihanku di depan Chris. Aku memilih untuk pergi keluar sebentar untuk mencari udara segar sekaligus menenangkan diriku.   “Gimana kalau kamu makan sendiri dulu, aku mau keluar sebentar.” Kataku. “Ngapain ?” Tanya Chris. Raut wajahnya sedih setelah mendengarku menolak permintaannya. “Aku mau beli baju untuk nginap beberapa hari di rumah kamu. Emang kamu mau kalau aku pakai baju kamu terus ?” Aku berbohong agar Chris mengizinkan aku untuk keluar rumah. “Iya juga sih. Kenapa kamu gak ambil aja di rumah kamu ?” Tanya Chris. “Aku malas ke rumah. Nanti ketemu mom.” Jawabku. “Kamu masih kesal soal mom yang mendadak mau nikah ?” “Sedikit sih. Lagian aku udah lama nih mau shopping.” Aku memasang ekspresi wajah cemberut. “Oke oke. Sebentar.” Chris masuk ke kamar, aku mengikutinya. “Nih, kamu pake credit card aku.” Chris menyodorkan kartu kreditnya. “Serius ?” Tanyaku. “Iya serius lah. Nih.”   Aku mengambil kartu kredit yang Chris kasih kepadaku. Lalu aku pergi menggunakan mobilku. Aku pergi menuju taman favoritku dan duduk di bawah pohon. Aku hanya duduk di sini dan melihat orang – orang yang sedang bersanda gurau dengan teman dan pasangan mereka.   Aku memejamkan mata sejenak untuk menenangkan pikiranku tapi hasilnya nihil. Pikiranku tidak bisa berhenti berbicara. Bahkan aku sendiri tidak mengerti kenapa rasa hampa ini terus datang kepadaku. Seberapa keras aku mengalihkannya, tetap saja pikiranku masih berusaha membunuhku secara perlahan.   Meskipun Chris dan Michael hadir di hidupku aku tetap merasa kesepian dan kosong yang tidak ada habisnya. Ayahku sibuk dengan keluarganya, sedangkan ibu juga sedang kasmaran. Aku sendirian merasakan sakit ini, trauma ini dan kehampaan ini. Aku lelah berpikir terus menerus, aku tidak bisa bekerja. Di dalam diriku ini ada suatu hal yang tidak aku mengerti, kenapa aku tidak mau untuk bekerja dan bertemu dengan orang baru. Rasa takut yang terus datang menghampiriku perlahan – lahan mengambil semua tenaga dan harapanku.   Aku kesal pada diriku sendiri, kenapa aku sangat labil dan tidak bisa memilih salah satu diantara Chris dan Michael. Padahal di dalam hati kecilku aku sangat ingin bersama dengan Chris dan menghabiskan sisa umurku dengannya, tapi aku belum bisa untuk berhubungan serius dengan dia.   Aku meminum segelas teh panas yang aku beli tadi. Lalu aku menyandarkan badanku dan melihat langit yang sangat indah. Aku menghela nafas dan beranjak dari kursi. Aku pergi dari taman dan membeli baju untukku selama di rumah Chris.   Aku masih malas untuk pulang ke rumah. Aku tidak mau berbicara banyak dengan ibu yang sibuk dengan urusan pernikahannya. Bukannya aku tidak suka, tadi aku kesal karena ibu tidak mengenalkan aku kepada om Darwin terlebih dulu sebelum ia memutuskan untuk menikah.   Sesampainya di toko baju, aku memilih asal – asalan saja. Aku tidak melihat model baju yang akan aku beli, aku hanya ingin cepat pulang. Sesampainya di rumah Chris aku langsung di kejutkan dengan satu mobil yang terparkir di depan rumahnya. Mobil itu seperti mobil orang tua Chris. Aku langsung merapikan rambut dan membenarkan bajuku yang sedikit berantakan.   Aku berjalan dengan penuh rasa gugup. Lalu aku membuka pintu dengan pelan. Terlihat papa dan mama Chris yang sedang duduk di sofa bersama Chris. Wajah mereka semua terlihat menegangkan, aku menebak pasti mereka membicarak sesuatu yang serius.   “Hai om, tante.” Aku tersenyum dan memberikan mereka salam. “Hai Michelle. Udah lama gak ketemu ya kita.” Sapa mama Chris. Sedangkan papa Chris tersenyum tapi wajahnya sangat serius. “Ayo duduk.” Ucap papa Chris. “Iya om.” Aku duduk di samping Chris. Chris tersenyum kepadaku namun ia tidak berkata apapun kepadaku. “Jadi gini, Chris kan sudah menghamili seorang gadis.” Kata papa Chris. Aku langsung membelalak dan terkejut. “Nama perempuan itu adalah Lina.” Tambah papa Chris. “Tapi Chris gak kenal sama perempuan itu.” Bantah Chris. “Terserah kamu lah Chris. Papa sudah dikasih buktinya bahwa kamu lah yang menghamili gadis itu.” Ucap papa Chris dengan raut wajah kecewa. “Mana buktinya ?” Tanya Chris. “Ini.” Papa Chris melempar beberapa foto mesra Chris dengan seorang perempuan yang wajahnya sama dengan Lina. “Chris. Aku gak nyangka sama kamu.” Aku kecewa saat melihat foto – foto tersebut. “Itu bukan aku.” Bantah Chris. “Itu kamu !” Kata mama Chris. “Bukan. Pasti Chris dijebak ma.” Chris tampak bingung dan sedih. “Michelle, kamu percaya kan sama aku ?” Tanya Chris kepadaku.   Aku bingung dengan keadaan ini, awalnya aku percaya dengan Chris tapi setelah melihat foto – foto yang di berikan oleh papanya Chris aku jadi meragukan kepercaayanku terhadapnya. Di foto itu wajah Chris dan Lina benar – benar terlihat jelas.   “Aku gak tau.” Jawabku. “Kamu harus menikah dengan dia.” Ucap papa Chris. “Apa ? ini Amerika, aku gak harus nikah dengan dia.” Tolak Chris. “Papa tau ini Amerika, tapi kalau semua orang tau tentang kejadian ini pasti kamu dan perusahaan yang kena imbasnya.” Jelas papa Chris. “Aku bakal buktiin kalau cewek itu hamil bukan anak Chris.” Tegas Chris. “Baik kalau gitu. Sebaiknya kamu cepat mengatasi masalah ini.” “Kami pulang dulu ya Michelle.” Lanjut papa Chris. “Baik om, tante. Hati – hati dijalan.” Aku mengantarkan mereka sampai ke mobil mereka.   Aku masuk lagi ke rumah Chris dan duduk di sampingnya lagi. Chris mengacak – acakkan kepalanya. Ia meringis kesakitan karena wajahnya yang luka terkena tangannya.   “Chris, kamu harus sabar.” Aku mengusap punggungnya. “Aku udah bohong sama kamu.” Ucap Chris. “Bohong ? bohong gimana ?” Tanyaku kebingungan. “Sebenarnya aku kenal Lina. Aku ketemu dengan dia di bar beberapa bulan lalu. Terus aku minum dengan dia tapi beberapa menit setelah itu aku mabuk dan aku lupa apa aja yang aku lakuin pas aku mabuk. Paginya aku terbangun di rumahku sendiri.” Jelas Chris. “Astaga. Kenapa kamu bohong sama aku ?” Tanyaku. “Aku takut kamu kecewa aja.” Jawab Chris sambil menyandarkan kepalanya di sofa.   Aku tidak boleh egois. Chris membutuhkan aku. Lagian aku dan Chris juga belum ada hubungan apapun jadi aku tidak berhak cemburu seperti kejadian di Jepang waktu itu.   “Tenang dulu.” Aku memegang bahu Chris. “Maafin aku.” Chris menggenggam tanganku. “Gak ada yang perlu dimaafin. Kamu gak salah kok. Kita kan belum ada hubungan apapun jadi aku gak berhak marah sama kamu.” Aku tersenyum. Walaupun sebenarnya aku cemburu, tapi aku harus menghilangkan rasa itu. “Makasih ya, udah ada di samping aku sekarang. Aku benar – benar gak ngerti sama keadaan aku sekarang.” Kata Chris. “Iya sama – sama Chris. Mendingan kita sama – sama nyari bukti kalau Lina itu penipu. Suruh anak buah kamu juga untuk ngebantuin.” Saranku. “Iya kamu benar. Mana aku masih pusing.” Keluh Chris. “Kamu istirahat lagi deh sana. Muka kamu masih banyak bekas lukanya, masih sakit juga kan ?” Tanyaku khawatir. “Iya, masih sakit banget.” Jawab Chris. “Yaudah. Aku anterin kamu ya ke kamar.” Tawarku, lalu Chris mengangguk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN