Sakit

1396 Kata
  Tiba – tiba hpku berbunyi. Michael menelfonku. Aku bingung kenapa ia tiba – tiba menelfonku setelah dua hari lalu ia berkata kasar kepadaku.   “Halo.” “Halo Michelle, kamu bisa ketemu aku gak sekarang ?” Tanya Michael. “Gak bisa.” Jawabku singkat. Aku sangat malas untuk bertemu dengannya sekarang, aku tidak mau meninggalkan Chris sendirian untuk bertemu Michael. “Please, sekali ini aja.” Katanya. “Kamu ada di mana ?” Tanya Michael. “Aku ada di rumah Chris.” “Yaudah, aku ke sana sekarang.” “Gak ah, ngapain kamu ke sini ? mau bikin rusuh lagi ? Chris lagi sakit gara – gara kamu.” Larangku. “Aku cuma mau ngomong baik – baik sama kamu. Maaf kalau aku ngomong kasar sama kamu, aku janji gak bakal ngulangin lagi.” “Entahlah.” Aku langsung menutup telfon.   Aku bingung harus bagaimana sekarang. Kalau Michael ke sini aku khawatir dengan keadaan Chris, aku tidak mau mereka berkelahi seperti kemarin. Aku merebahkan kepalaku di sofa dan beristirahat.   Aku membayangkan jika aku memilih salah satu diantara mereka berdua dan kami berpacaran. Aku bisa berkencan dengan tenang seperti orang lain. Aku mencoba berpikir tenang dan melupakan masalah – masalahku. Aku memejamkan mata sejenak untuk menjernihkan pikiran. Hingga keheninganku dipecahkan dengan suara bel rumah yang berbunyi. Aku langsung beranjak dari sofa dan membuka pintu.   “Michael ?” Aku terkejut. “Ngapain kamu di sini ? Tanyaku.   Michael menariku keluar dari rumah dan menutup pintu. “Ikut aku.” “Lepasin aku.” Aku melepaskan genggaman tangannya. “Stop. Gak gini caranya.” Kataku. “Jadi harus gimana lagi ?” Tanya Michael. “Pokoknya gak kayak gini.” Aku berjalan lagi untuk masuk ke dalam rumah. “Aku minta maaf, Michelle.” Michael menarik tanganku lagi. “Oke oke. Aku pulang sekarang tapi please jangan marah sama aku lagi.” Ucap Michael.   Aku menarik tanganku dan langsung masuk ke dalam rumah. Chris sudah duduk di sofa. Aku merasa bingung harus bagaimana aku menjelaskan padanya tentang Michael yang datang ke sini barusan.   Aku duduk di samping Chris dan menyentuh tangannya. Chris hanya diam dan tidak merespon apa – apa. “Chris.” Panggilku. “Iya.” Jawab Chris singkat. “Kamu kenapa ?” Tanyaku seraya membelai kepalanya. “Aku gak apa – apa kok. Kamu gak usah khawatir ya. Aku cuma mau duduk aja sambil nonton tv.” Jawab Chris. “Yaudah aku nyalain ya tvnya.” Aku menyalakan tv. “Kamu mau nonton acara apa ?” Tanyaku. “Udah ini aja.” Jawab Chris.   Sepertinya Chris sedang tidak baik – baik saja. Aku tau perasaannya sekarang sedang tidak karuan karena Michael kemari tadi. Aku jadi kesal dengan Michael.   “Jangan diam aja dong.” Pintaku kepada Chris. “Kamu mau aku ngomong apa ?” Tanya Chris sambil menoleh kepadaku. “Apa aja, yang penting jangan diam.” “Oke.” Kata Michael singkat. “Michael itu ngapain tadi ke sini ?” Tanya Chris dengan wajah kesal. “Katanya dia tadi mau ngomong sama aku, jadi ke sini.” “Awalnya dia ngajak ketemu di luar, tapi aku gak mau. Dia terus maksa sampai nekat ke sini.” Lanjutku. “Astaga.” Chris menghela nafas. “Aku gak masalah kalau dia ketemu kamu di luar tapi jangan sampai ke rumah aku.” Tambah Chris. “Aku minta maaf. Aku udah nolak dia, aku gak tau dia bakal ke sini.” Ucapku. “Kamu gak salah apa – apa kok. Aku kesal aja dengan b******n itu.” Ujar Chris.   Aku memeluk Chris dan menyandarkan kepalaku di bahunya. Chris membelai kepalaku dan ia menciumku sekilas. “Gimana kalau kita nonton film aja ?” “Boleh.” Aku tersenyum. “Oke.” Chris mengambil remote tv dan memilih – milih film yang akan ditonton. “Kamu mau nonton film apa ?” Tanya Chris. “Terserah kamu sih.” “Jangan terserah, aku gak tau ni mau nonton apa.”   Ketika pikiranku lagi kacau aku tidak tau harus melakukan apa. Contohnya seperti sekarang, Saat Chris menanyakan aku mau menonton film apa aku sama sekali tidak mood untuk nonton film.   Tiba – tiba aku merasa meriang dan kepalaku sangat pusing. Aku merebahkan kepalaku.   “Michelle, kamu kenapa ?” Tanya Chris khawatir. “Kepalaku pusing.”   Chris mengecheck suhu tubuhku menggunakan tangannya. “Badan kamu panas.” “Kamu demam ya ?” Tanya Chris khawatir. “Mungkin.” Jawabku singkat. Aku memejamkan mata. “Ayo ke kamar, istirahat aja.” “Gak kuat jalan.” Keluhku.   Mendengar keluhanku Chris langsung menggendongku ke kamar dan menaruhku di tempat tidurnya. Chris berbaring di sampingku dan membelai kepalaku. Lalu dengan sigap ia membuatkanku teh manis hangat serta air dingin untuk kompres.   “Kamu ke rumah sakit ya abis ini.” Ucap Chris seraya mengkompres kepalaku. “Gak usah, ini kan cuma demam biasa.” “Yaudah, aku panggilin aja dokter ke sini.” “Enggak Chris.” Aku menarik tangannya. “Aku maunya kamu yang ngerawat aku.” Pintaku dengan wajah sedih. “Itu pasti dong, tapi aku harus panggil dokter biar dikasih resep obat.” Chris mencium keningku. “Iya deh kalau gitu.” Aku mengangguk pelan.   Setengah jam kemudian Dokter datang ke rumah untuk memeriksaku. Dokter hanya membutuhkan beberapa menit saja untuk memeriksaku dan mengakatakan bahwa aku demam. Katanya aku terlalu banyak pikiran.   Setelah Dokter pulang, aku beristirahat dan tiduran di tempat tidur. Chris setia menemaniku. Ia berbaring di sampingku sejak Dokter pulang. Ia menatapku terus dan membelai kepalaku sesekali.   “Maaf ya, aku jadi ngerepotin kamu.” Kataku. “Kamu gak ngerepotin sama sekali kok.” Chris tersenyum. “Muka aku juga udah baik, udah gak sakit lagi.” Tambah Chris. Aku hanya tersenyum mendengar perkataannya.   Beberapa jam berlalu, Aku tertidur pulas dipelukkan Chris. Aku bangun sekitar pukul 10 malam. Saat aku bangun, Chris tidak ada di sampingku. Aku beranjak dari tempat tidur dan mencari keberadaan Chris. Aku mencari Chris dari ruang tengah sampai ke dapur, tapi aku masih belum menemukannya.     Lalu aku berjalan ke halaman belakang. Aku melihat Chris sedang duduk sambil melamun. Ia memandangi langit malam sendirian. Aku duduk di samping Chris, ia tersenyum kepadaku. “Kamu di sini ?” Tanyaku. “Iya, nyari udara segar.” Jawab Chris. “Eh, kamu ngapain di sini ? kamu kan lagi demam.” “Tuh kan masih panas badan kamu.” Lanjut Chris sembari menyentuh keningku. “Gak apa – apa kok. Aku maunya deket sama kamu, sepi di kamar sendirian.” Aku memeluk Chris erat. “Sini peluk aku. Jaketnya di tutup sampai atas dong.” Chris menutup jaketku. “Makasih.” Balasku seraya mencium pipinya. “Jangan cium aku dong nanti aku ketularan demam.” Kata Chris iseng. “Ih, sialan kamu.” Aku mencubit pipi Chris. “Hahaha. Kan emang bener.” Chris tertawa. “Chris, beli es krim yok keluar.” Aku menarik lengan baju piyama Chris. “Astaga, kamu nih gimana sih. Kamu kan lagi demam, masa makan es krim.” “Ya gak apa – apalah. Please.” Aku memohon seraya memasang wajah sedih. “Enggak.” Tegas Chris. “Yaudah, kalau gitu kita jalan keluar aja ya.” “Kamu itu lagi demam loh.” Tolak Chris. “Iya aku tau. Tapi aku bosan.” Keluhku. "Yaudah deh, kamu"Aku mau makan cheese burger." Jawabku. "Oke. Jangan lupa pakai jaket, topi, celana panjang." "Iya ganteng." Aku mengacak rambutnya.  mau kemana ?" Tanya Chris.   Aku dan Chris menaiki mobil untuk pergi ke restoran cepat saji. Entah kenapa malam - malam seperti ini aku ingin makan cheese burger. Aku senang dengan Chris yang selalu berusaha untuk menuruti keinginanku. Aku tidak menyangka bahwa permintaanku untuk keluar di malam hari akan dituruti olehnya. Tidak susah untuk mencari restoran cepat saji yang buka 24 jam di New York, Kami menemukannya dengan sangat mudah. Aku dan Chris makan di restoran dan tidak membawa pulang. Pengunjung restoran terbilang cukup ramai di jam tengah malam. Aku dan Chris memilih meja dekat jendela karena kami ingin melihat ke langit malam dengan mudah. “Kok kamu mau sih nurutin kemauan aku ?” Tanyaku penasaran. “Kan aku sayang sama kamu, apapun yang bisa aku lakuin pasti aku lakuin.” Jawab Chris. “Aku nyaman banget sama kamu Chris.” Aku memeluknya. “Aku juga.” “Aku mau kita kayak gini terus.” Ucapku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN