Beberapa hari kemudian aku sudah berada di apartmentku. Kondisi mentalku juga sudah cukup stabil dan sudah bisa untuk menghabiskan waktuku untuk sendirian lagi. Walaupun aku sudah bisa untuk tinggal sendirian lagi, tetapi aku masih tidak bisa untuk melupakan Chris.
Sampai saat ini Chris masih tidak ada kabar. Seberapa keras aku melupakannya tetap saja aku tidak bisa untuk menghilangkan dia dari pikiranku.
Aku duduk di balkon dan memandang ke langit yang tidak secerah hatiku. Aku menopang kepalaku dengan tangan. Aku membayangkan Chris memelukku dengan erat sekarang. Aku membutuhkannya untuk berada di dekapanku.
Tanpa sadar air mata menetes membasahi pipiku, aku tidak tahan untuk menyembunyikan rasa rindu ini lagi. Aku menangis sejadi – jadinya seraya melihat fotoku bersama Chris.
Aku tidak boleh menyerah, aku harus tetap mencari Chris bagaimanapun caranya. Aku beranjak dari tempat dudukku dan mulai membuka laptop. Aku memulai pencarian dengan menelfon sepupu Chris yang menggantikan posisinya di perusahaan bernama Steve. Aku mendapatkan nomornya dari kartu nama yang resepsionis berikan kepadaku kemarin.
“Halo, apakah saya berbicara dengan Steve?” Tanyaku.
“Iya, ini siapa ya?”
“Aku Michelle, teman dari Chris. Aku mau tanya, kira – kira Chris dimana ya sekarang? Aku mencari dia sejak beberapa hari lalu.”
“Chris sedang berada di Korea. Apa kamu ada urusan penting dengannya?”
“Iya, urusan pekerjaan,” Jawabku berbohong. Aku takut jika aku menjawab jujur Steve tidak akan memberikanku alamat Chris.
“Maaf, aku juga kurang tau alamatnya dimana,” Steve menutup telfon.
Usahaku gagal lagi. Aku bingung kenapa tiba – tiba Steve membatalkan informasi yang akan dia berikan kepadaku. Aku benar – benar tidak tau lagi harus mencari Chris kemana lagi.
Aku berbaring di tempat tidurku dan mencoba lagi untuk mengistirahatkan pikiranku yang telalu berisik ini. Sekarang yang ada di pikiranku adalah Chris.
Tiba – tiba pintu bel berbunyi, aku dengan semangatnya berlari membuka pintu. Aku yakin itu adalah Chris. Chris pasti akan mengunjungiku cepat atau lambat. Dengan wajah yang ceria aku membuka pintu, “Hai.”
Seketika wajah ceriaku berubah menjadi muram. Yang ada di depan pintuku adalah Michael.
“Hai.” Sapa Michael dengan senyum manisnya.
Aku mencoba untuk tersenyum kembali, “Ayo masuk.”
Michael dengan senang hati masuk ke dalam apartmentku. Seperti biasa, ia selalu membawa makanan untukku jika ia berkunjung. Kali ini ia membawakanku satu lusin donat coklat.
“Wow, semua ini isinya coklat?” Tanyaku saat membuka kotak donat.
Michael mengambil donat coklat itu dan menggigitnya di hadapanku sampai isian coklat menetes ke tangannya, lalu ia menjilat coklat yang menetes seolah – olah ia sedang menggodaku.
“Kamu coba deh, enak banget,” Ucap Michael lalu menyodorkan donat dari tangannya.
Aku melahap donat dari tangan Michael seraya menatapnya tajam. Kemudian aku memejamkan mata, “Hmm, enak.” Kataku.
“Tapi kenapa kamu membeli semua donat dengan rasa coklat?” tanyaku penasaran.
“Karena coklat itu manis, semanis kamu,” Rayu Michael.
Aku mengabaikan rayuannya dan duduk di sofa. Michael ikut duduk di sampingku dan mencoba untuk merayuku lagi. Kali ini ia memegang daguku dan mendekatkan wajahnya kepadaku. Kemudian Michael mencium bibirku dengan mesra.
“I want you to be mine.” Bisik Michael di telingaku yang membuatku bergidik.
Aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Aku beranjak dari sofa dan berjalan menuju dapur, “Kamu mau minum apa?” tanyaku kepada Michael.
Michael menoleh kepadaku, “Kopi aja,” Jawab Michael.
Selagi aku menyiapkan kopi, sesekali aku melirik Michael. ia melirikku juga sesekali. Lirikkan matanya membuatku sedikit gugup sampai – sampai aku menumpahkan kopi yang akan aku sajikan.
“Hati – hati dong,” Michael menghampiriku dan memelukku dari belakang.
“Haha, aku terlalu gugup jadinya tumpah deh.”
“Gugup karena apa?” Tanya Michael seraya mencium pipiku.
Aku berusaha untuk menjauhkan badanku dari Michael, tetapi Michael mendekapku lebih erat seolah – olah tiada hari esok.
“Sebaiknya kamu gak usah mengingat Chris lagi, ada aku di sini.”
Mendengar perkataan Michael tersebut membuat hatiku sakit. Aku menjauh darinya dan berjalan ke kamarku.
“Michelle, kamu kenapa?” Tanya Michael, lalu ia mengikutiku ke kamar.
Aku hanya diam dan menunduk. Aku sangat sulit untuk menjelaskan perasaanku kepadanya.
“Aku gak apa – apa kok.” Jawabku.
Michael memegang wajahku, “Lihat aku.”
Aku memalingkan wajahku, “Aku gak apa – apa kok,” Kataku lagi untuk meyakinkan Michael.
Michael tiba – tiba menciumku. Aku terkejut tapi aku tebuai dalam racun cinta yang ia berikan kepadaku.
“Chris udah pergi dari kehidupan kamu. Sekarang kamu harus menerima kenyataannya. Dia gak cinta sama kamu, yang cinta sama kamu itu aku.”
Michael membaringkanku di tempat tidur dan menciumku lagi. Aku hanya mengikuti permainannya sampai aku terlarut dalam sentuhan yang ia berikan kepadaku.
***
Malam ini aku ditemani oleh Michael. Aku berbaring di tempat tidur sedangkan dia sedang meminum kopi sambil menikmati langit malam di balkon.
Aku masih mencerna momen yang barusan aku miliki dengan Michael. Tidak aku sangka aku akan bermesraan dengannya lagi setelah semua hal yang terjadi diantara aku dan dia.
Aku berjalan mendekatinya dan memeluk Michael dari belakang. Ia terkejut dengan pelukan yang aku berikan kepadanya. Ia membalikkan tubuhnya, “Hai cantik,” Sapa Michael.
“Hai,” Aku tersenyum kepada Michael.
“Sini duduk di pangkuanku,” Kata Michael. Aku mengikuti permintaannya itu dan duduk di pangkuannya.
“Aku mau ngomong deh sama kamu,” Ucap Michael.
“Mau ngomong apa?”
“Kamu bahagia gak sih sama aku?” Tanya Michael kepadaku.
Aku diam sejenak, “Iya bahagia kok, emangnya kenapa?”
“Aku mau kamu jadi milik aku, jadi aku harus mastiin kalau kamu memang bahagia sama aku.” Jelas Michael.
Aku lebih baik menghindar darinya sebelum ia menanyakan sesuatu yang lebih dari pada ini, “Aku tidur dulu ya.”
“Aku juga deh,” Kata Michael.
Aku dan Michael tertidur hingga pagi hari.
***
Hari ini aku kehabisan bahan makanan dan memutuskan untuk pergi berbelanja ke supermarket. Aku jadi teringat waktu aku dan Chris pergi ke supermarket. Untuk melepaskan kerinduan, aku pergi ke supermarket yang sama dengan sewaktu aku berbelanja dengan Chris.
Aku mengitari setiap lorong – lorong yang pernah aku lalui dengan Chris, aku juga mengambil makanan yang sama.
Mungkin Chris tidak tau betapa aku merindukannya. Aku sadar sekarang, karena aku yang terlalu bodoh aku kehilangan salah satu orang yang paling penting di dalam hidupku. Aku tidak semangat untuk menjalani hari tanpanya.
Saat aku hendak memasukkan belanjaanku ke dalam bagasi mobil, aku melihat flora bersama teman – temannya. Aku tidak akan menyia – nyiakan kesempatan ini. Aku berlari dan mengejar Flora.
“Flora,” Panggilku.
Flora membalikkan badan dan tersenyum ketika ia melihatku, “Hai Michelle, apa kabar?”
“Aku baik – baik aja. Kalau kamu?”
“Baik kok.” Jawab Flora.
Aku tidak mau berbasa – basi, lebih baik aku langsung menanyakan Chris kepadanya.
“Aku mau tanya sesuatu, Chris sekarang ada dimana ya?” Tanyaku. Aku sangat berharap bahwa Flora dapat memberikanku jawaban atas keberadaan Chris.
“Oh, Chris sedang ada di luar negeri.” Jawab Flora santai.
“Memangnya dia gak ngabarin kamu?” Tambah Flora.
Aku menggelengkan kepala, “Enggak sama sekali. Hampir satu minggu aku mencari keberadaannya.”
“Minggu lalu Chris bilang akan keluar kota, tapi gak ada satupun dari kami yang diberitahu ke negara mana ia akan pergi.” Balas Flora.
Raut kecewa tiak bisa aku tutupi, lalu aku tersenyum tipis kepada Flora dan pulang ke apartment. Saat ini aku benar – benar putus asa dan hilang harapan. Aku tidak tau harus bagaimana lagi agar aku bisa bertemu dengan Chris. Setidaknya jika ada pertemuan terakhirku bersamanya aku akan mengatakan bahwa aku membutuhkan dia, hanya dia.
Aku membawa barang belanjaanku ke apartment sendirian, pikiranku sangat kacau sehingga kantung belanjaanku jatuh dan membuyarkan semua barang – barang di dalamnya.
“Biar kubantu.” Ucap seseorang.
Aku menoleh ke sumber suara, orang tersebut adalah Michael.
“Michael?” ujarku heran. Aku tidak menyangka bahwa Michael akan ke apartmentku hari ini.
Michael mengambil barang – barangku yang jatuh dan menaruh kembali ke kantung belanjaan, “kamu ini kalau jalan hati – hati, jangan melamun.”
Aku hanya diam dan menunggu Michael untuk memberikan kantung belanjaan kepadaku.
“Nih belanjaannya,” ucap Michael.
“Thanks,” balasku seraya tersenyum. Lalu kami berdua pergi menuju ke apartmentku.
Aku meletakkan barang belanjaan di dapur dan menyusun semua bahan makanan yang harus dimasukkan ke dalam kulkas. Rasa gugup menghampiriku saat aku mengetahui bahwa Michael sedang mengamatiku dari sofa. Aku berpura – pura untuk tidak mengetahui bahwa ia sedang melihatku sedari tadi.
“You’re so hot Michelle,” Tuturnya dengan nada suara menggoda.
Aku membalikkan badan, “I don’t think so.”
Michael dengan setia menungguku sampai selesai. Dan ketika aku hendak berjalan mendekatinya, ia beranjak dari sofa dan langsung mencium bibirku dengan penuh kelembutan. Akibat ciumannya itu, aku menjadi semakin candu kepadanya.
Kami berdua berciuman dengan perasaan yang menggebu – gebu hingga aku tidak sadar bahwa aku sudah berada di kamarku. Michael menidurkanku, kemudian ia menindih badanku. Ia mendekapku erat serta membanjiriku dengan ciuman.
Malam ini kami memadu kasih. Diriku seperti bangkit lagi dari keterpurukan. Aku merasakan gelora asmara yang begitu hebat sampai – sampai aku tidak mau Michael menjauh dariku sedikitpun.
***
Aku dan Michael saling menatap satu sama lain di tempat tidur dengan selimut yang menutupi badan kami berdua. Michael mengamatiku sambil tersenyum manis.
“Kenapa kamu ngeliatin aku kayak gitu?” tanyaku dengan perasaan malu.
“Lagi mikirin sesuatu,” jawab Michael.
“Mikirin apa itu?” Tanyaku penasaran.
Michael mengelus kepalaku, “Besok kita ke theme park yok.”
Seketika aku langsung bersemangat mendengar ajakannya tersebut, sudah lama aku tidak jalan – jalan ke taman hiburan.
“Ayok.” Balasku pendek.