Keringat semakin deras membasahi pakaianku. Tidak ada udara di dalam lift yang sempit. Dadaku yang terasa sesak membuatku tidak lagi mampu untuk berdiri. Aku duduk di lantai seraya menyandarkan kepalaku. “Apakah kamu baik – baik saja?” tanya Michael kepadaku. “Enggak, badanku sudah merasa gak enak. Rasanya aku ingin mati saja,” jawabku. Michael ikut duduk di sampingku, kemudian ia menyandarkan kepalaku di bahunya yang lebar, “bersandar di bahuku dulu, jangan berpikir macam – macam dulu. Kita pasti akan segera keluar dari lift sialan ini.” Aku tidak mampu membalas perkataannya. Tubuhku sudah terlalu lelah, mulutku tidak mampu berbicara akibat rasa mual yang aku rasakan. Aku mulai memejamkan mataku untuk beristirahat. Bayangan akan masa laluku mulai berputar kembali di kepalaku. Wa

