Aku duduk di bangku yang terletak di halaman rumah Michael. Aku mencoba untuk menelfon Chris karena sejak kemarin malam dia menghilang tanpa kabar. Bahkan sosial medianya tidak update story. Aku juga mencoba menghubungi kantornya, tapi pegawainya mengatakan bahwa Chris sedang keluar kota.
Chris tidak membalas chatku, bahkan nomornya tidak aktif. Mungkin dia sengaja untuk menghindar dariku. Aku benar – benar sedih kalau dia menghilang dari hidupku.
Aku menunduk dan mengusap air mataku, aku tidak mau Michael melihatku menangis lagi. Aku tidak mau jika aku terlihat lemah di depan orang lain.
Aku buru – buru untuk merapikan rambutku yang berantakan saat Michael keluar dari rumah dan berjalan ke arahku, “Michelle. Lagi ngapain kamu di situ?” Tanya Michael kepadaku.
Michael duduk di sampingku dan membawakanku satu batang coklat, “Gak lagi ngapa – ngapin sih.” Jawabku sambil menerima coklat pemberiannya.
Michael mengambil satu kotak rokok di saku celananya, “Mau gak?”
“Boleh.” Aku mengambil satu batang rokok, lalu Michael membantuku untuk menyalakannya.
Lalu kami menghisap rokok bersama – sama, “Aku gak tau kalau kamu ngerokok.” Kataku.
“Aku perokok, ya walaupun gak sering – sering banget.” Balas Michael.
Michael menatapku sambil tersenyum, “Aku juga gak tau kalau kamu ngerokok.” Ujarnya.
“Aku udah berhenti ngerokok dari dulu banget. Ini aja baru ngerokok lagi.” Kataku, lalu menghembuskan asap rokok.
“Kapan – kapan kita jalan – jalan, mau gak?” Ajak Michael.
“Boleh, aku butuh refreshing. Penat banget pikiran aku.” Jawabku dengan nada semangat.
“Hmm, gimana kalau kita jalan – jalan ke forks?” Tanya Michael.
Aku sangat gembira mendengar kata ‘Forks’ dari mulut Michael. Kota Forks adalah kota Twilight. Aku adalah salah satu penggemar berat Twilight saga, aku rela menontonnya beratus – ratus kali dan tidak pernah merasakan bosan.
“Forks? Aku benar – benar mau ke sana. Itu impianku.” Jawabku dengan semangat.
Michael terlihat sangat senang melihatku bahagia. Tiba – tiba keadaan menjadi hening, Michael diam dan menatapku dengan serius. Hatiku berdetak kencang akibat tatapan yang ia berikan kepadaku.
Michael mendekatkan wajahnya kepadaku lalu ia mencium bibirku dengan penuh kelembutan. Aku memejamkan mata untuk menikmati setiap sentuhan yang ia berikan.
“Kalau kamu nurut kayak gini sama aku, aku jadi senang banget.” Bisiknya.
Aku hanya diam mendengar perkataannya. Michael seolah – olah mengisi lubang yang kosong di dalam hatiku. “Aku juga senang.” Ucapku, lalu aku tersenyum manis kepadanya.
***
Sore pun berganti malam, aku dan Michael menghabiskan waktu dengan masak BBQ di halaman menggunakan alat panggangan. Kami memanggang sosis, daging sapi, dan bacon. Kami juga membuat burger.
“Kamu mau pedas atau enggak?” Tanya Michael sambil mengoles bumbu bbq.
“Iya, pedas banget.” Jawabku. Aku hanya duduk melihat Michael memanggang. Ia tidak mau aku mengganggunya.
“Pokoknya aku mau makan yang banyak banget malam ini.” Kataku, lalu aku berdiri di sampingnya untuk melihat makanan – makanan yang sedang dipanggang.
“Oke. Pokoknya ini bbq paling enak yang pernah kamu cobain.” Balas Michael.
Aku ikut membantu Michael menyajikan sosis, daging dan burger ke atas piring. Lalu kami bersantai di meja makan kayu. “Hmm, wangi banget.” Kataku.
“Hati – hati panas.” Ucap Michael.
Kemudian aku menyajikan makanan untuk Michael, “Nih buat kamu.” Kataku sambil menaruh piring di hadapannya.
“Thanks.” Ucapnya.
Aku duduk di sampingnya, dan menikmati malam sambil berduaan, “Sosisnya enak. Aku suka.”
“Kamu tau gak sih kenapa kamu beda dari wanita lain?” Tanya Michael kepadaku.
Aku menggelengkan kepala, “Enggak tau.”
“Karena kamu itu cahaya di hidup aku yang gelap.” Balas Michael seraya tersenyum.
“Bisa aja kamu.” Wajahku merah akibat gombalan yang dilontarkan oleh Michael.
“Tapi beneran loh, pertama kali aku ngeliat kamu di kampus aku langsung jatuh hati sama kamu.” Jelas Michael.
“Jatuh hati sama aku? Kok bisa?”Tanyaku bingung.
Michael mendekatkan posisi duduknya denganku, kemudian ia memegang tanganku dan menciumnya. “Aku mau kamu jadi ratu di hatiku.” Ucapnya.
Aku hanya diam dan memeluknya erat. Entah apa yang aku rasakan sekarang, tapi yang jelas aku merasakan kenyamanan yang aku rasakan saat aku bersama dengan Chris, walaupun tidak tergantikan tetapi Michael mengisi kekosongan hatiku sekarang.
Aku jadi penasaran dengan keberadaan Chris sekarang, aku sangat merindukannya. Mungkin aku adalah orang yang egois dan tidak mempunyai pendirian tetapi aku berusaha keras untuk tidak seperti itu.
Michael menciumku kepalaku dengan penuh kasih sayang, “Aku bahagia sekarang.”
Malamnya..
Aku membaringkan badanku di tempat tidur dan membayangkan keberadaan Chris di sampingku saat ini. Aku benar – benar membutuhkannya untuk saat ini. Aku penasaran dengan keberadaannya sekarang.
Aku mencoba untuk menelfonnya sekali lagi tapi hasilnya nihil. Tidak ada jawaban. Aku mengirimkannya pesan chat, “Kamu kemana sih?”
Mungkin aku harus mencoba ke kantor dan rumahnya besok. Aku tidak mau kalau Chris menjauh dariku karena kesalahanku sendiri.
Aku mencoba untuk mematikan lampu dan tidur, tetapi aku tetap tidak bisa tertidur. Aku berjalan menuju kamar Michael. Dan membuka pintunya. Aku melihatnya yang sedang tertidur pulas. Aku memutuskan untuk tidur di sampingnya.
***
Aku terbangun dari tidurku. Michael masih tertidur pulas. Aku mencoba untuk membangunkannya dengan memberinya ciuman – ciuman di wajahnya.
“Aa..” ucapnya lalu ia membuka matanya.
Tujuanku berhasil untuk membangunkannya, “Bangun.” Pintaku.
“Iya.” Balasnya singkat. Terlihat ia masih ngantuk dan belum sepenuhnya sadar.
Michael tidak mau kalah, ia memelukku erat ketika aku hendak beranjak dari tempat tidur, “Jangan kemana – mana.” Pintanya.
“Aku mau mandi dulu biar gak bau.” Kataku.
“Ih, sini dulu.” Ucap Michael dan mempererat pelukkannya.
Michael mencium kepalaku, “Aku masih kangen sama kamu.” Ucapnya dengan nada suara pelan.
“Kan aku masih di sini.” Balasku.
“Iya sih, mana aku ada meeting lagi hari ini. Pokoknya pas aku pulang nanti aku mau kamu ada di rumah ya.” Pinta Michael kepadaku.
“Kalau gak ada gimana?” candaku.
“Kalau gak ada di rumah, kamu gak akan aku bolehin ke sini lagi.” Jawabnya dengan wajah serius.
“Aku pasti ada di rumah kok, tenang aja.” Kataku, lalu tersenyum.