Selamat Tinggal New York

1838 Kata
Sesampainya kami di bandara, aku dan Michael membawa koper kami masing – masing lalu kami Check – in. Setelah itu kami menunggu pesawat yang akan berangkat satu jam lagi. Aku dan Michael bersantai di ruang tunggu vvip, dimana kami disediakan makan siang dan beberapa dessert. Kemudian kami duduk di lounge chair dengan meja bulat kayu dengan berbagai makanan di antara kami. Kami duduk menghadap ke jendela yang sangat besar sambil melihat pesawat – pesawat yang akan take – off. “Ini langkah yang besar buat kita, kita harus benar – benar yakin karena aku yakin pasti akan ada masalah ke depannya,” ucap Michael, lalu ia meminum jus alpukat. Aku menoleh ke arahnya, “iya aku tau. Aku yakin kok dengan keputusanku untuk berkomitmen dan pindah ke Huntington Beach sama kamu. I’m happy,” balasku. Michael mengulurkan tangannya, “kamu sempurna buat aku.” Aku menyambut uluran tangannya, “kamu juga sempurna buat aku.” “Kalau nanti kita udah tinggal di sana, kita harus sering jalan – jalan berdua ya.” Pintaku kepada Michael. “Iya dong jelas. Kita harus sering – sering punya waktu berdua, aku gak mau nanti kita sibuk dengan kerjaan masing – masing sampai lupa sama hubungan kita.” Balasnya. Pemberitahuan keberangkatan akhirnya tiba, aku dan Michael bergegas berjalan ke pesawat. Rasanya berat meninggalkan New York tapi aku harus melanjutkan hidupku dan menemukan kebahagiaanku yang sebenarnya. Pramugari membantu kami untuk menemukan tempat duduk. Kami duduk di kursi pesawat yang empuk serta lebar, dengan sandaran kaki yang nyaman. Fasilitas yang kami dapat selain tempat duduk yang nyaman, kami juga di berikan minuman dan makanan gratis serta ekstra bagasi. Aku duduk di dekat jendela, tempat kesukaanku. Aku menyandarkan kepalaku di kursi, menikmati kenyamanan yang luar biasa. Sedangkan Michael langsung meminum sebotol air mineral dan lanjut memeriksa pekerjaannya di laptop. Aku memeluk lengan Michael, merasakan kehangatan suhu tubuhnya yang mulai dingin karena ac pesawat. Michael menatapku lalu mengelus pipiku, “kenapa my princess?” “gak apa – apa, aku bahagia aja.” Jawabku, kemudian aku memberikannya tatapan manja. Michael mencium kepalaku, “sini aku cium.” Michael mencium bibirku dengan penuh perasaan. Aku memejamkan mata dan menikmati ciumannya. Kami terlarut ke dalam gairah sampai akhirnya pramugari membuyarkan momen menegangkan sekaligus romantis ini. “Permisi, saya mau mengantarkan katalog kami.” Ujar si pramugari seraya tersenyum ramah. Kami langsung memberhentikan aktivitas kami dan tersenyum canggung kepada pramugari itu, “Thank you,” kata Michael. “Aku sampai gak sadar kalau pramugari itu ada di depan kita tadi, hahaha,” Kataku. Michael tertawa kecil, “iya aku juga gak sadar loh.” Kami berdua tertawa bersama dan sampai di suatu momen kami saling bertukar pandang. Seketika waktu berhenti, semua penumpang terasa hilang entah kemana. Seisi pesawat menjadi sunyi, tidak ada suara apapun. Michael mencium bibirku lagi, kali ini ia melakukannya dengan sangat halus. Aku menyentuh wajahnya, memberi sedikit dorongan agar ia menciumku lebih dalam lagi. “Kamu itu ratu di dalam hatiku,” bisik Michael. Lalu ia mendekapku erat. Walaupun jarak kami terpisah oleh tempat duduk yang agak jauh tapi pelukan Michael tetap membuatku terasa nyaman. *** Kenyamanan di dalam pesawat mulai hilang, badanku mulai sakit dan pegal akibat duduk terlalu lama. Aku meregangkan badanku, lalu aku menoleh ke arah Michael. Ia tertidur pulas, aku membelai rambutnya dan mencium keningnya sebelum aku pergi ke toilet. Toilet area first class terbilang luas ketimbang toilet di economy class. Aku cukup nyaman menggunakan toilet di sini, setidaknya tubuhku yang kaku sedikit terobati. Aku berjalan pelan dan menjaga keseimbanganku agar tidak tersandung, pesawat sedikit mengguncang dan membuatku harus lebih berhati – hati. Ketakutanku terjadi juga, secara tidak sengaja aku jatuh dan seorang laki – laki dengan sigap menangkapku. Aku menunduk, “thank you,” ucapku. Lalu aku melihat wajah laki – laki tersebut, tak di sangka – sangka ia adalah Chris. Chris yang selama ini aku cari – cari sekarang ada di depan mataku. “Michelle?” ujar Chris kebingungan. “Chris?” aku membelalak. Melihat wajahnya membuat hatiku kembali merasakan sakit. Tiba – tiba pesawat menjadi tidak seimbang mengguncang cukup keras. Aku merasakan sesak di dadaku, nafasku tidak beraturan dan detak jantungku berdetak sangat kencang. “Michelle, kamu gak apa – apa?” tanya Chris lalu ia hendak memegang tanganku. Dengan cepat aku menjauhkan diriku dan berjalan menuju tempat dudukku dengan bantuan pramugari. Michael tampak panik ketika melihatku yang sulit bernafas. Ia membantuku memasang sabuk pengaman, “kamu yang tenang ya, jangan panik.” Aku mengangguk pelan, lalu aku menyandarkan kepalaku. Aku mencoba untuk tenang dan mengatur nafas. Pesawatpun kembali normal, aku mulai tenang. “Michael, aku takut.” Aku memeluk Michael, ia membelai kepalaku. “Tenang, ada aku.” Kata Michael. Sekarang aku bukan memikirkan Chris, tapi aku syok dengan pesawat yang tiba – tiba kehilangan kendali. Malahan saat ini aku hanya ingin tau kenapa ia pergi begitu saja dari kehidupanku. Tapi aku memilih untuk tidak bertemu dengannya lagi. Michael menggenggam tanganku erat, “kamu tidur aja, beberapa jam lagi kita sampai kok.” Aku mengangguk dan memejamkan mataku hingga aku tertidur lelap. *** “Hei, bangun.” Ujar Michael seraya membelai rambutku. “Sebentar lagi kita sampai,” lanjutnya. “Akhirnya, aku gak sabar deh untuk menginjakkan kaki di Huntington Beach.” Kataku. “Aku juga.” Balasnya singkat. Pesawat mendarat di bandara Santa Ana J.wayne, Huntington Beach, orange county. Setelah awak pesawat mengizinkan kami untuk berjalan keluar pesawat, aku dan Michael langsung keluar. “This is it, Huntington Beach.” Ucap Michael seraya merangkulku. “With you, I feel more happy.” Lalu kami berjalan ke tempat pengambilan barang. Koper para penumpang cukup lama untuk di keluarkan, sehingga kami harus menunggu cukup lama. Aku dan Michael duduk di dekat tempat pengambilan barang. Aku dan Michael berpelukan mesra layaknya pasangan kekasih yang sedang dimabuk asmara. Michael menciumku lagi, “Our first kiss in Huntington Beach.” Aku tersenyum dan menciumnya balik. Tanpa aku sadari Chris melihat kami yang sedang bermesraan dari jauh. Michael menyadari kehadiran Chris, seketika ia membelalakan matanya. “Chris ada di sini?” “Aku juga kaget banget.” Wajah Chris tampak emosi ketika melihatku sedang bermesraan dengan Michael. Lalu ia memalingkan wajah. “Kita pindah jauh – jauh malah ada dia di kota ini. Sial,” gerutu Michael. Aku tidak tau harus berbicara bagaimana, aku pun bingung dengan situasi ini. Maksudku untuk pindah dari New York adalah memulai hidup baru tanpa kehadiran Chris, tapi nyatanya berbeda, dia ada di sini. “Gimana caranya dia tau kalau kita ada di sini sih.” Tambah Michael, lalu ia mengacak – acakkan rambutnya. Michael tampak kesal dengan kehadiran Chris di kehidupan kami. Aku merangkul Michael untuk menenangkannya, “ya sudahlah, kamu gak usah khawatir. Belum tentu dia bakal ketemu dengan kita, Huntington Beach kan luas.” “Aku tau, tapi-“ Aku memotong pembicaraan Michael dengan menciumnya. Aku tidak mau dia khawatir seperti ini, karena kegelisahannya membuat hatiku ikut gelisah dan aku takut jika aku akan menaruh hati lagi kepada Chris. “Oke, aku memang terlalu panik,” Kata Michael, lalu ia memelukku dengan erat. Aku mengusap – usap punggungnya agar ia merasakan kenyamanan di dekapanku. Kemudian aku memegang wajahnya dengan kedua tanganku, “jangan khawatir, kita akan baik – baik aja,” ujarku. Michael mengangguk dan tersenyum manis. Barang – barang penumpang sudah keluar dari bagasi pesawat dan sudah bisa di ambil. Aku dan Michael menunggu koper kami untuk di keluarkan. Seraya menunggu, aku melirik ke sekitarku untuk mencari keberadaan Chris. “Hei, itu koper kamu. Kamu ngelamun aja sih,” keluh Michael kepadaku. “Oh iya,” aku langsung mengambil koperku. Setelah kami sudah mengambil koper, aku dan Michael langsung berjalan keluar dari pengambilan barang. Aku menoleh ke belakang untuk melihat Chris yang entah dimana keberadaannya, ia menghilang begitu saja. Aku dan Michael di jemput oleh supir yang bekerja di hotel baru Michael. Kami langsung menuju ke rumah kami yang katanya terletak di dekat pantai. Cuaca di sini cukup panas dan berangin. Aku harus sering – sering keluar dari rumah untuk beradaptasi. Pindah ke suatu kota itu cukup sulit bagiku, karena aku seorang yang tidak pandai dalam bergaul. “Indah kan di sini?” tanya Michael kepadaku. Aku memandangi jalan yang aku lewati melalui jendela mobil, “indah banget, aku suka. Kamu suka gak?” “suka dong, apalagi ada kamu di sini,” jawab Michael seraya mencubit pipiku. Kami sampai di rumah baru kami yang terletak di komplek elit. Rumah ini tampak mewah dengan cat berwarna putih dan atap berwarna abu – abu yang menambah kesan mahal tapi simpel. Rumput jepang yang memenuhi halaman depan membuat rumah ini nyaman di lihat. Aku membuka pintu depan yang berukuran raksasa ini, walaupun sangat besar tapi pintu ini terbuat dari kayu yang ringan sehingga siapapun yang membuka pintu ini akan dengan mudah masuk. Mataku langsung tertuju pada sofa putih lebar bergaya minimalis dengan tv led besar di hadapannya. Ruang santai ini pasti akan membuatku sangat betah untuk tinggal di sini. Lalu aku berjalan ke lorong sebelah kanan untuk melihat dapur. Dapur di rumah ini jauh lebih luas dibandingkan apartmentku, kitchen set berbahan dasar kayu dilapiskan cat berwarna putih sangat cocok dengan gaya rumah ini. Counter kitchen dengan marble putih di atasnya membuatku akan semangat memasak setiap hari. Michael menyentuh bahuku dari belakang, ia memelukku dan menyandarkan dagunya di kepalaku, “this is for you, for us.” Aku membalikkan badan, aku menatapnya dengan tatapan kasih sayang, “aku bahagia banget sekarang.” “aku juga, ayo kita ke lantai atas,” ajak Michael. Kami menaiki tangga yang berbentuk spiral dengan anak tangga yang berlapis kayu berwarna coklat muda. Rumah ini melebihi kata sempurna. Saat aku sampai di lantai dua, aku di buat takjub lagi. Ada ruang santai lagi di atas dengan tanaman – tanaman yang mengisi sudut ruangan. Di lantai dua terdapat beberapa kamar dan ruangan. Pertama – tama, kami memasuki kamar utama. Di dalam kamar utama terpampang jelas tempat tidur King Size dengan seprai hitam. Selain itu, lemari serta meja dan kamar mandi juga lengkap ada di dalam kamar. “Ini kamar kita berdua,” ucap Michael. Ia berjalan ke arah jendela besar, “kita juga bisa ngeliat pantai dari kamar ini.” “Wow. Aku mimpi gak sih sekarang?” ujarku terpukau dengan rumah ini. “kamu gak mimpi kok, ini nyata,” balas Michael, lalu ia menciumku. “Michael, kamu benar – benar berhasil membuat aku bahagia, thanks ya,” lalu aku memeluknya dengan erat. Setelah kami puas melihat kamar, aku dan Michael pergi menuju dua kamar lainnya dan ruangan kerja kami. Michael memelukku lagi, “It’s perfect home for perfect person like you.” “we are perfect,” kataku kepadanya. “Yes, we are.” *** Selesai menjelajahi seisi rumah, kami berganti baju dan siap – siap untuk beristirahat. Rasanya badanku sudah capek, tangan dan kakiku pegal – pegal. Aku membaringkan badanku di tempat tidur dan mematikan lampu, Michael mengikutiku untuk berbaring. Sebelum terlelap, kami saling menatap satu sama lain. Aku merasakan ketenangan dan kenyaman yang pernah aku rasakan sebelumnya bersama Chris.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN