Sinar matahari menyinari menembus jendela kamarku, aku terbangun dari tidur nyenyakku. Hal yang pertama kali aku lakukan adalah mencari keberadaan Michael, ia sudah menghilang entah kemana. Aku beranjak dari tempat tidur, lalu aku menuju kamar mandi untuk membersihkan badan.
Aku turun ke bawah dan mencari keberadaan Michael, ternyata dia sedang memasak sarapan pagi untuk kami berdua. Aku menyandar di dinding dapur dan memperhatikan dia yang tidak sadar dengan keberadaanku.
“Good morning,” sapaku.
Michael menoleh kepadaku, ia tersenyum melihat aku yang sedang mengamatinya memasak, “Morning, kamu dari tadi di situ?”
“Enggak kok. Aku baru bangun. Kamu masak apa?” tanyaku seraya berjalan mendekatinya.
“Aku masak omlet buat kita, kamu bisa ambil piring gak di lemari?” tanya Michael kepadaku.
“Oke,” jawabku, lalu aku mengambil piring yang diminta olehnya.
Aku berdiri di samping Michael lalu aku mencium pipinya, “ini ciuman karena udah buatin aku sarapan.”
“Cuma di pipi? Di bibir dong,” ujar Michael sambil memajukan bibirnya. Aku dengan cepat mencium bibirnya.
“That’s what I want,” lanjutnya seraya memasak.
Beberapa menit kemudian sarapan sudah siap, kami memakan sarapan bersama – sama.
“Hari ini pembukaan hotel, kamu siap – siap ya abis sarapan,” kata Michael.
“Oh ya? Kok kamu bilangnya mendadak?” tanyaku heran.
“Aku lupa, kemarin capek banget.” Jawabnya.
Sehabis makan aku dan Michael langsung bersiap – siap untuk pergi ke acara pembukaan hotel. Aku dan Michael memakai baju dengan warna serasi yaitu biru dongker,
“Pokoknya kita harus kompak, terutama soal baju,” kata Michael seraya menatap pantulan dirinya di cermin.
Aku mendekatinya dan menyandarkan kepalaku di bahunya, “Iya, tenang aja,”
“Oke, aku udah siap. Ayo kita pergi,” kata Michael, lalu ia menggandeng tanganku.
Aku dan Michael pergi menuju hotel menggunakan mobil sedannya. Jalanan cukup ramai hari ini. Matahari di kota ini lebih menyengat ketimbang kota New York, aku harus beradaptasi dengan cuacanya yang cukup panas.
Kami sudah berada di depan hotel milik Michael yang bernama Beach hotel. Hotel ini cukup mewah dan bernuansa tropis yang memiliki 5 lantai.
Entah apa alasan Michael mau meninggalkan jabatannya di perusahaan mobil dan mendirikan hotel di sini, mungkin memang benar, dia bosan dengan New York.
“Hotel kamu bagus banget,” pujiku saat aku melangkah masuk ke dalam gedung hotel.
Kami berdiri di lobby, lalu Michael merangkulku, “thank you princess.”
Tamu – tamu mulai meramaikan hotel, aku dan Michael berjalan menuju aula untuk memulai acara peresmian. Aku duduk di kursi paling depan, persis di depan panggung. Aku jadi teringat sewaktu aku kuliah dulu, aku menonton Michael yang sedang membawakan acara seminar.
Para pengunjung sudah memenuhi ruangan, termasuk para wartawan. Michael memulai acaranya di mulai dari pidato. Aku benar – benar senang menontonnya berpidato, ia sangat berkharisma.
Selesai berpidato acara di meriahkan oleh penyanyi lokal serta dancer yang sangat bertalenta. Michael lalu duduk di sampingku dan mencium tanganku, “aku senang kamu di sini, terima kasih udah support aku.”
Aku mengangguk, lalu aku menciumnya, “terima kasih juga udah buat aku bahagia.”
Beberapa kamera langsung mengarah kepada kami berdua, dengan sigap aku berlindung di balik badan Michael agar wajahku tidak terlihat, “kenapa mereka mengarahkan kamera ke kita?” tanyaku kepada Michael.
Michael menoleh ke arah kamera, “karena kita bintangnya, kamu jangan malu ataupun takut, kamu cantik Michelle.”
“Gimana kalau kita ke suatu tempat yang private?” ajak Michael,
Aku menatapnya dengan tatapan nakal, “oh, private? Boleh.” Balasku.
Michael menarik tanganku, kami berjalan meninggalkan aula. Tidak lupa untuk mengambil kunci salah satu kamar hotelnya. Lalu kami memasuki lift dan sampailah kami di salah satu kamar.
Michael menutup pintu dan menguncinya. Ia mendorongku ke tempat tidur, dengan cepat ia berada di atasku. Ia menciumku dan memberiku sentuhan yang membuatku ingin terbang.
Ia mengabsen setiap sisi tubuhku, lalu ia memelukku erat. Ia menciumku lagi seperti tiada hari esok. Aku melingkarkan tanganku di lehernya agar ia tidak menjauh dariku dan menandakan bahwa aku tidak sanggup untuk menjauh darinya.
Aroma tubuh Michael tercium di hidungku, aroma vanila yang menenangkan hati sekaligus jiwaku.
Michael tidak puas menghujaniku dengan ciuman saja, ia memberiku sentuhan ajaib yang membuatku semakin candu dengannya. Kami tidak peduli dengan siapa yang akan mendengar suara kami.
Kenikmatan yang tiada duanya aku rasakan sekarang. Aku benar – benar dibuat tergila – gila olehnya.
Tiba – tiba seseorang mengejutkan kami berdua, pintu yang tadinya dikunci oleh Michael terbuka lebar. Kami berdua menoleh ke arah pintu, betapa terkejutnya kami saat melihat Chris yang berdiri di depan pintu.
“Chris?” ujar Michael terkejut.
Michael beranjak dari tempat tidur, lalu aku merapikan bajuku.
“Ngapain lu di sini?” tanya Michael kepada Chris.
“Gue di sini cuma mau ngucapin selamat atas pembukaan hotel lu, gue udah bosan dengan permusuhan kita,” jawab Chris dengan wajah datar. Aku tidak tau apakah dia berbicara tulus atau menyindir, aku lebih memilih untuk diam.
Otakku masih berusaha untuk memproses hal yang baru saja terjadi, aku kebingungan dengan Chris yang tiba – tiba ada di sini. Ia seperti seorang mata – mata yang sedang mengintai kami.
“Kamu tau kita ada di sini dari mana?” tanyaku kepada Chris.
“Gak mungkin aku gak tau. It’s easy for me to find you,” jawab Chris. Lalu ia berjalan mendekatiku.
Chris memegang daguku, aku menjauhkan diriku kepadanya “lepasin aku.”
Michael tidak terima langsung menarik Chris dan melayangkan tinjuan di wajahnya, “let her go!” murka Michael.
Chris terjatuh ke lantai, lalu ia bangkit lagi dan membalas tinjuan tersebut kepada Michael. Mereka saling menyerang satu sama lain.
“Stop!” teriakku, tapi teriakanku tidak membuahkan hasil.
Aku langsung berlari keluar kamar dan memanggil security dengan berbisik – bisik agar tidak ada wartawan yang mengikuti kami.
“Lu udah ambil Michelle dari gue!” teriak Chris kepada Michael.
“Terus lu mau ngapain ha?” tanya Michael.
Akhirnya security berhasil memisahkan mereka berdua. Michael terlihat sangat emosi, aku mencoba untuk memegang wajahnya, “sudah Michael,” pintaku. Tapi ia tidak menggubrisku dan masih berusaha untuk melawan Chris walaupun ia sudah di cegah oleh security.
Aku menarik tangannya dan memeluknya dengan paksa, lalu aku memegang wajahnya sekali lagi dan langsung menciumnya. Kali ini aku berhasil untuk membuat dia tenang.
“Michael, tenang ya,” pintaku.
Lalu security memaksa Chris untuk segera pergi, Chris menatapku dengan tatapan benci. Entah apa kesalahanku sampai ia memberi tatapan benci seperti itu. Aku mengabaikan tatapannya tersebut dan lanjut menenangkan Michael.
“Udah jangan kebawa emosi, duduk dulu,” aku menyuruh Michael untuk duduk, lalu aku mengambilkan sebotol air mineral untuk Michael.
Akibat perkelahian tadi wajah Michael dipenuhi oleh lebam. Aku berusaha untuk mengobatinya dengan meminta es batu di dapur hotel.
“Sini aku kompres dulu,” ucapku sambil memegang wajahnya.
“Aw, sakit,” keluh Michael ketika aku mulai mengkompres di area lebamnya.
Lalu Michael menatapku, aku menatapnya kebingungan, “kenapa ngeliatin aku gitu?”
Michael menggelengkan kepalanya, “gak apa – apa, kamu cantik aja,” lalu ia menyentuh wajahku.
Aku diam terpaku, jantungku berdetak semakin kencang. Michael mendekatkan wajahnya denganku dan mendaratkan ciuman di bibirku, “please, don’t go.”
“I’m not going anywhere,” balasku, lalu aku lanjut menyembuhkan lukanya.
“Wajahku lebam gini, gak bisa dong lanjutin acaranya,” keluh Michael.
“Hmm, suruh aja manager hotel kamu untuk gantiin. Kamu harus istirahat.” Saranku. Aku tidak mau orang – orang melihat Michael yang babak belur seperti ini, aku takut akan memperburuk reputasinya.
Aku mengambil masker di tasku lalu aku memakaikannya pada Michael, “Ayo kita pulang, pakai masker ini buat nutupin wajah kamu biar gak terlalu keliatan.”
Aku membantu Michael berjalan keluar dari gedung hotel. Lalu aku minta security untuk mengawasi jalan keluar dari hotel agar tidak ada satupun pengunjung yang melihat keadaan Michael.
Setelah sambai di lobby, kami keluar dari hotel lewat jalur keluar melalui dapur. Aku membantu Michael untuk duduk di kursi penumpang, sedangkan aku akan menyetir mobil.
“Kita ke rumah sakit dulu ya,” ujarku.
Michael hanya mengangguk lemas.
Sesampainya kami di rumah sakit terdekat, Michael langsung di bawa ke ugd. Aku duduk di samping ranjangnya dan melihat ia yang sedang di obati oleh perawat.
Aku khawatir dengan Michael, tapi tidak dipungkiri bahwa aku juga cemas dengan keadaan Chris sekarang. Chris juga memiliki luka yang cukup parah, aku penasaran dengan siapa yang akan merawat lukanya.
“Oke, sudah selesai. Pasien dibolehkan untuk pulang ke rumah,” kata perawat.
Aku beranjak dari kursi, “terima kasih sus.”
“Sama – sama.” Lalu perawat itu pun pergi meninggalkan kami.
“Aku mau pulang,” pinta Michael.
Aku memegang lengannya, “iya, ayo kita pulang.”
***
Sepulangnya dari rumah sakit kami langsung beristirahat, Terutama Michael. Aku melepas jas dan kemeja yang ia kenakan dan menggantinya dengan kaos agar ia terasanya nyaman. Kemudian aku membaringkannya di tempat tidur.
Saat aku hendak pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk Michael, ia menarik tanganku untuk mencegahku pergi, “jangan kemana – mana,” pinta Michael.
“Aku mau nyiapin makan siang buat kita, kamu kan belum makan,” jawabku.
Mendengar ucapanku, Michael semakin manja dan menarik tanganku, “aku gak laper, temani aku dulu di sini.”
“Sebentar doang kok, ini udah sore dan kamu belum makan nanti malah tambah sakit,” aku berusaha meyakinkan Michael untuk melepaskan tanganku.
“Oke, jangan lama,” ujar Michael.
“Iya, gak lama kok,” Aku pergi meninggalkan Michael. Dan segera memasak makanan untuknya, hari ini aku akan masak fried chicken dan kentang goreng.
Disaat aku sedang asik memasak, seseorang membunyikan bel pintu rumah. Aku buru – buru mematikan kompor, lalu bergegas membuka pintu.
“Chris? Apa yang kam-“ Chris menutup mulutku agar aku tidak lanjut berbicara, ia membawaku ke samping rumah.
Aku mendorongnya agar ia tidak menutup mulutku lagi, “ada apa sih?” protesku.
“Aku cuma mau bicara sama kamu,” jawab Chris.
“Bicara apa lagi? Gak ada yang perlu dibicarakan,” balasku kemudian aku pergi meninggalkan Chris, tapi Chris malah menarik tanganku lagi.
“Aku ngerti kamu marah sama aku tapi tolong dengerin dulu penjelasan aku,” Chris memaksaku untuk berbicara dengannya, tapi aku tetap tidak mau mendengar penjelasan apapun darinya.
“Stop atau aku teriak?” gertakku.
Chris melepaskan cengkeramannya di lenganku, “oke, tapi kamu harus tau kalau aku gak ada maksud buat menghilang gitu aja dari hidup kamu.”
Aku tidak memperdulikan omongannya, aku tetap masuk ke dalam rumah dan kembali ke dapur dan memasak makan siang.
Pikiranku sekarang tambah kacau, ekspektasiku untuk memulai hidup baru di sini menjadi hancur. Aku tidak habis pikir dengan Chris, kenapa ia tiba – tiba muncul lagi di kehidupanku dan membuat segala hal menjadi rumit.
Sebenarnya aku senang dengan kehadiran Chris, aku juga sedikit merindukannya. Tetapi aku sudah berkomitmen dengan Michael untuk menjalani hubungan yang baik. Aku juga sudah berusaha untuk tidak memikirkan Chris tetapi tetap saja gagal.