Eps 9

2132 Kata
“Gita, kamu ngapain?” Iklan yang baru saja keluar dari mobil dengan cepat menghampiri istrinya. Lexi yang sudah menghidupkan mesin motor, terpaksa mematikannya lagi. Bersedekap dengan wajah santainya menatap madu tuanya. Sedangkan Gita terlihat gelagapan dengan mata melotot, cukup terkejut dengan kehadiran Iklan. “Mas,” kang parkir menepuk bahu Iklan, membuat Iklan, Lexi dan Gita menatap kang parkir. “Itu, istrinya kok di kunci didalam mobil. Kasihan, nanti mati kehabisan oksigen.” Iklan menggaruk kepala belakang, buru-buru nyamperin Gita, membuatnya lupa jika ada Putri yang tadi datang bareng. Bahkan, Putri lah yang ngajakin dia datang ke rumah makan ini. Lexi terlihat menahan tawa, melirik Gita yang kini terlihat kesal dengan menatap kearah Iklan. “Mau nyamperin yang punya sumur?” Gita nabok punggung Lexi. Menyentak nafas kasar melihat iklan yang mulai memencet remot mobil, lalu Putri turun dengan wajah kesalnya. Berjalan cepat, nabok dadaa Iklan untuk melampiaskan kesal. “Jahat banget kamu, mas! Demi kejar mbak Gita, kamu tinggalin aku. Kamu lupa kalau ke sini sama aku, hn?! Nyebelin!” kembali tangan itu nabok dadaa Iklan. Iklan mencekal tangan Putri, agar wanita semok itu berhenti melakukan aksinya. “Maaf, maaf, aku lupa.” Dengan sangat sengaja Putri ngambek, manyun sambil menghentakkan kaki. “Kamu ngeselin, besok-besok nggak usah ajak aku lagi.” Kening Iklan berkerut. “Aku kan emang nggak ngajak kamu, Put. Tadi kamu yang ngajak nyari makan disini.” “Mas,” kali ini Gita tak tahan jika hanya akan diam menjadi penonton kemesraan suami dengan sekertarisnya ini. “Kenapa, sayang,” sahut Iklan cepat. Dan dengan cepat pula lengan itu ditarik Putri. “Adil dong, mas.” “Bentar deh, Put. Kamu diam dulu.” Kini kembali menatap Gita yang sudah terlihat memerah karna marah. “Kenapa, Git?” “Jadi ... kamu tadi main ke rumah baru yang kamu beliin buat Putri itu?” tanya Gita, masih dengan suara pelan. Iklan membuang nafas panjang, wajahnya terlihat begitu santai. “Iya, aku main sebentar ke rumah baru itu. tapi ... ralat, sayang. Rumah itu nggak aku kasih ke Putri kok. Seperti yang awal aku jelasin ke kamu. Putri hanya tinggal disana.” Gita tersenyum miring. “Udah lah, mas. Aku males debat sama kamu. Terserah sama pemahamanmu, karna aku juga akan dengan pemahamanku.” “Gita, kamu kenapa bisa sama cowok ingusan ini? Kalian ... benar-benar punya hubungan, kan?” tanyanya curiga dengan telunjuk yang mengarah ke Lexi dan Gita bergantian. Diam untuk beberapa menit, Lexi pun enggan untuk mengeluarkan kata-kata. Hanya menatap Iklan dan Gita melalui kaca spion. “Uumm, kita ... kita ini ... uumm ....” gita terlihat mencari jawaban yang tepat. “Ya, gue sama Gita emang punya hubungan.” Akhirnya Lexi memilih mengungkapkan yang sejak tadi ia tahan. Terlalu muak dengan Iklan yang kebanyakan bacot! Iklan terbelalak, merasa terkejut dengan pengakuan Lexi. Sementara Gita menggenggam erat jaket Lexi yang ada dibagian pinggang. “Iya, mas. Aku sama dia memang punya hubungan. Tapi kami bukan sepasang sel—“ “Aku beneran nggak nyangka lho, Git. Wanita yang terlihat polos seperti kamu ini ternyata jago selingkuh.” Ucap Iklan seraya geleng kepala, merasakan kekecewaan. Lexi menoleh, menatap Iklan dengan ekspresi ala dia. Galak, tapi santai. “Eh, denger ya. Kita nggak selingkuh. Kita ini malah udah nikah.” “Sayang,” lirih Gita. Dia masih takut mengakui statusnya dengan Lexi, terlebih didepan Iklan. Kembali mata itu melotot tajam. “Apa?! Nikah?! Kalian menikah?” tanya Iklan meyakinkan. Gita makin mencengkram erat jaket Lexi. “Iya, mas. Aku sama dia nikah kemarin malam.” “Wuuahh,” Iklan berkacak pinggang, ada yang menghimpit dadaa, terasa sesak dan ada aura panas yang keluar dari tubuhnya. “Aku baru tau, kamu menuduhku selingkuh, menuduhku mendua, padahal, kamu sendiri yang melakukan itu! kamu gila, Gita! Kamu berani bermain dibelakangku! Kamu yang berkhianat, tapi kamu melemparnya ke aku. Dasar munafik! Pembohong! Aku akan adukan perbuatanmu ini sama ibuk dan bapak.” Ancam Iklan. Gita terbelalak mendengar ancaman itu, berpegangan di kedua bahu Lexi, turun dari motor pelan untuk mengejar Iklan yang sudah membuka pintu mobil. Bisa di pastikan jika lelaki itu mengambil ponsel, akan melakukan panggilan telpon ke nomor mertuanya. “Mas, jangan ngomong yang belum tentu benar ke bapak!” menarik kaos Iklan yang menunduk dengan kepala masuk ke dalam mobil, ngambil ponsel. “Aku hanya ingin bilang tentang anak kebanggaan bapak yang udah aku nikahi. Ternyata dia nggak setia. Padahal aku ini udah didik kamu dengan benar, Git. Bisa-bisanya kamu selingkuh begini.” Omelnya, mulai mengusap layar ponsel. Gita berusaha merebut ponsel Iklan, tapi Iklan makin menjauhkan ponsel. Hingga Gita beraksi seperti memeluk Iklan. “Mas, dengar, aku nggak selingkuh. Aku sama dia nggak ada hubungan apa pun. Beda halnya dengan kamu dan Putri yang nyata selingkuh. Kamu yang dengan segala bukti, benar-benar telah mendua dan selingkuh.” “Beda! Aku sama Putri nggak nikah seperti kamu dan cowok itu! aku hanya sering berdua tanpa ikatan apa-apa. Dan sampai detik ini, aku nggak kasih kamu madu, Git. Aku setia sama pernikahan kita, aku nggak poligami seperti apa yang udah kamu lakukan!” “Oo ... jadi istrinya nikah lagi?” “Yaampun, lagi hamil gede gitu, punya suami lagi? Huuu ....” “Huuu ... nggak bisa bayangin, betapa murah harganya. Punya dua suami lho.” “Iya, keknya baru ini ada wanita yang punya dua suami.” “Duuh ... sabar ya, mas. Istrinya kurang bersyukur banget lho.” “Iya, padahal suaminya tampan, “ “Iya, suaminya Cuma jalan berdua, nggak mendua kok malah di tinggal poliandri.” “Ini wanitanya serakah bener ya.” Nyali Gita menciut mendapat cibiran dari para ibuk-ibuk yang kebetulan lewat dan sengaja mendengar keributan didepan rumah makan. Wajah ketakutan karna diserang rame-rame itu membuat Putri merasa menang. Dengan sangat sengaja dia memvidio yang baru saja. Lexi yang tak tahan melihat Gita diperlakukan seperti itu, segera menyetandarkan motor, turun dan berjalan menghampiri Gita. Tak lupa menyenggol tangan Putri, membuat ponsel yang di gunakan untuk mengambil vidio itu jatuh. Selanjutnya, Lexi sengaja menginjak ponsel ber-softcase putih itu dengan segenap tenaganya. “Hah, ponselku!” teriak Putri histeris. Lexi, mana peduli! Menerobos para ibuk-ibuk yang mendorong bahu Gita, bahkan ada yang menjambak rambut Gita. Anehnya, Iklan malah menyingkir, ia sendiri takut terkena serang ibuk-ibuk warga +62 ini. “Minggir!” teriak Lexi, membuat para ibuk-ibuk itu berhenti membully. Cepat Lexi menyeret tangan Gita, keluar dari kerumunan. Menyuruhnya naik ke atas motor, dan tanpa banyak pikir lagi, Lexi membawa Gita menyingkir dari tempat itu. “Gita! Gita!” “Mas!” Putri mencekal lengan Iklan yang akan lari mengejar motor ninja itu. “Hape-ku mati, mas. Hapeku di injak sama madumu.” Adu Putri. “Kamu kan bisa beli lagi, Put. Udah, aku mau kejar Gita.” “Mas!” kembali Putri mencekal lengan Iklan. “Ngapain sih kamu kejar mbak Gita! Dia pergi sama suaminya lho. Apa yang mau kamu permasalahin?” Tak peduliin itu, Iklan mengibaskan tangannya, hingga cekalan Putri terlepas. Segera dia masuk ke mobilnya, dan tentu disusul oleh Putri yang duduk disamping kemudi. “Mau ngapain sih, kamu ngejar mereka, mas?” tanya Putri lagi dengan tangan sibuk memakai sabuk pengaman. “Gita itu istriku, wanita yang paling aku cintai. Sampai kapan pun, dia akan tetap menjadi istriku.” Jawab Iklan dengan fokus menatap depan. Putri menyentak nafas kesal. “Udah tau mbak Gita nikah lagi. Dia udah khianati kamu, mas. Ngapain kamu masih pertahanin sih.” Iklan geleng kepala. “Enggak, dia Cuma balas dendam ke aku. Dia pernah bilang ingin mencoba khilaf. Dan aku yakin, dia sedang melakukan khilafnya.” Kening Putri berkerut, memilih ngambil ponselnya yang tadi mati. Berharap si ponsel bisa nyala lagi. “Beneran nggak ngerti cara pikir kamu, mas. Udah jelas mbak Gita ngaku kalo nikah lagi. Kamu masih bilang kalo dia itu khilaf. Otak kamu kok unik banget. Wajib banget itu dimusiumkan. Amit-amit ....” mengelus perutnya, karna didalam situ ada janin yang sedang berkembang. ** Novel ini hanya ada di aplikasi innovel/dreame. Jika kalian baca selain di aplikasi, itu artinya kalian membaca barang curian. (karya, Yuwen Aqsa) Gita berpegangan erat dikedua bahu Lexi. Pen peluk, tapi nggak bisa, karna terhalang perutnya yang besar. Ini bukan peluk yang mesuum ya, tapi peluk karna takut jatuh. Lexi membawa motor jauh dari kata pelan, membuat Gita sedikit ketakutan, terlebih jok belakang yang tinggi, membuatnya benar-benar takut jatuh. Beberapa menit berlalu, ia mulai bisa bernafas lega. Langsung turun dari boncengan, mengelus dadaa serta membuang nafas panjang berkali-kali. Lexi memasukkan kedua tangan ke saku celana, menatap istrinya dengan tatapan ... entah. Hingga menit berlalu, dia tak mengatakan apa pun. Memilih berjalan masuk kedalam apartemen. Menatap tajam kearah Celo begitu menemukan tawa kecil Celo. Tak ingin tertinggal diparkiran, Gita memilih mengikuti langkah Lexi. Berhenti saat Lexi berbalik, menengadah kearahnya. “Apa?” tanyanya yang tak paham. “Hape lo mana?” pintanya. “Oh,” Gita merogoh saku jaket yang ia gunakan. Lalu menyerahkan ponsel ke Lexi. Lexi mengutak atik ponsel, Gita yang tak paham, memilih diam membiarkan apa saja yang Lexi lakukan. Satu yang ia tau, Lexi tak mungkin mencelakainya. “Nih.” Mengembalikan ponsel. Gita menerima ponsel, mengamati layar tipis yang sama sekali nggak berubah. "Sayang, kamu tadi ngapain ponselku?” tanya Gita yang beneran tak paham. Lexi hanya menatap Gita sekilas, ngeloyor masuk kedalam. Memencet angka, lalu berdiri menanti pintu lift terbuka. “Sayang,” Gita menarik lengan jaket Lexi. Lexi yang tak tahan, melirik Gita sekilas. “Biar suami lo nggak bisa lacak lo.” Gita terlihat diam, berfikir tentang keta-kata Lexi. Tapi tetap melangkah mengikuti kaki Lexi saat pintu lift terbuka. “Jadi ... aku bisa dilacak pakai hape ya?” tanyanya yang masih nggak paham. Lexi ngangguk, menatap berkeliling keatas dengan kedua tangan yang ada disaku jaket. Melirik Gita yang masih diam dengan wajah kusutnya. “Lo ... nyesel?” tanyanya. Gita mendongak, menggeleng pelan. “hanya ....” Ting! Pintu lift terbuka, pak Gelar yang berdiri diluar pintu tersenyum menatap Lexi serta Gita. Lexi tak membalas, tetap ngeloyor keluar dari lift. Berbeda dengan Gita yang membungkukkan sedikit badan dengan senyum ramah. Kembali mengikuti langakh Lexi yang sudah masuk kedalam kamar apartemen. Mendudukkan p****t ke sofa ruang tamu. Menutup wajah dengan kedua tangan, lalu terisak kecil dengan kedua bahu yang bergetar. Ia sudah menahan untuk tak menangis ditempat ramai tadi. Lexi yang baru saja melepas sepatu, segera mendekati Gita, diam menatap wanita yang kini terisak, bahkan tergugu dengan bahu bergetar. Pelan, Lexi mengelus bahu itu, memberi kekuatan dari elusan tangannya. Hingga kurang lebih setengah jam, tangis Gita mulai mereda. Membuka wajah yang kini sudah sangat jelek karna ada ingus dan air mata yang memenuhi wajah. Melihat Gita yang udah tenang, Lexi berdiri, melepas jaketnya. “Cuci muka gih. Muka lo jelek banget!” ucapnya, lalu masuk kedalam kamar. Beberapa menit berlalu, Lexi keluar kamar sudah dengan pakaian santai. Menyipit menatap Gita yang duduk di sofa ruang teve dengan segelas teh hangat ditangannya. Ada satu gelas teh hangat yang masih utuh diatas meja. Menyadari kedatangan Lexi, Gita menoleh, sedikit mengulas senyum. “Aku buatin teh hangat.” Tak menjawab, Lexi menjatuhkan p****t kasar ke sofa samping Gita. Meraih gelas teh itu, lalu meneguknya. “Uumm, makasih, tadi ... udah bawa aku kabur dari amukan ibuk-ibuk itu.” ucapnya setelah lama mereka hanya saling diam. “Hhmm.” Jawab Lexi, cuek. Gita menoleh, menatap Lexi yang ternyata asik main game. “Sayang, apa aku ... boleh nginep sini lagi?” ijinnya takut-takut. Lexi meliriknya sebentar, kembali fokus dengan game-nya. “Hhmm.” Mendengar jawaban Lexi, Gita sedikit mengulas senyum. “Makasih, sayang.” Kembali ia meneguk minumannya. “Lo bobok dikamar.” “Uhuk! Uhuk! Uhuk!” seketika itu, Gita tersendak oleh minuman yang hampir tertelan. “Maksud kamu, kita tidur bareng?” Lexi menghentikan permainan, menatap Gita yang terlihat sangat kaget. “Itu,” menuding pintu yang ada disamping kamarnya. “Lo bisa tidur di kamar itu. ngarep banget bisa bobok sama gue!” celetuknya kesal. “Oh, itu” Gita mengelus dadaa. Lega. Setidaknya tak sekamar dengan Lexi, walau memang status mereka adalah suami istri, tapi ... tetap saja pernikahan mereka masih sangat di pertanyakan. “Aku ... liat kamarnya dulu ya.” “Hhmm,” Menaruh gelas kosong diatas meja, beranjak, masuk kedalam kamar tamu yang lama tak terpakai. Beberapa menit berlalu, Lexi masih asik dengan permainannya, kali ini tiduran di sofa, karna Gita tak lagi duduk disampingnya. Tingtung! Tingtung! Keningnya langsung berlipat mendengar ada bunyi bel dirumah tempat tinggalnya. Lexi mem-pause game, beranjak, duduk dengan perkiraan-perkiraan. Hingga bel itu kembali berbunyi, Lexi mulai berdiri. Berjalan dengan penuh tanya kearah pintu utama. Menatap monitor lebih ludu sebelum membuka pintu. Matanya melotot sempurna melihat daddy-nya berdiri diluar sana dengan baju santai. Bisa dipastikan jika daddy akan nginep untuk malam ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN