Mereka memutuskan untuk pulang pada tengah hari. Kembali, Kiki duduk di kursi samping kemudi sementara Giska dan Raia duduk di kursi belakang.
Raia menyalakan musik mobil dengan menggunakan sambungan bluetooth. Memilih lagu secara acak dan ikut bernyanyi dengan suara yang keras. Giska mkaengikutinya dan hal itu membuat perhatian Sandy teralih karena pria itu sesekali melirik Giska dari spion tengah mobil dan hal itu membuat Kiki kesal karena ia yang sejak tadi berusaha mengajak pria itu bicara tidak pernah berhasil sebab suara Raia dan Giska membuat suaranya tak terdengar oleh Sandy.
Di pertengahan jalan, saat musik berhenti, mereka mulai membicarakan alur perjalanan pulang. Kiki menyarankan supaya mereka pergi lebih dulu ke kediaman Giska dan setelah itu baru mengantar Kiki pulang.
Namun Raia menyarankan hal lain. Menurut Raia, lebih baik mengantarkan Kiki pulang terlebih dahulu barulah mengantarkan Giska karena arah rumah Giska satu jalur dengan rumah mereka. Kiki kembali bersungut-sungut dalam diamnya saat Sandy memutuskan untuk mengantarkan Kiki lebih dulu baru setelahnya mengantarkan Giska. Sementara orang yang sedang didiskusikan memilih diam saja dan mengikuti pilihan pemilik mobil dan supirnya.
Mereka sudah tiba di area perumahan rumah Kiki. Saat Sandy--yang memang tidak tahu kediaman Kiki--bertanya dimana mereka akan berhenti, Kiki sontak meminta mobil berhenti beberapa rumah sebelum rumahnya berada. Hal itu menimbulkan tanya di benak Sandy, namun melihat adik dan juga sahabatnya tak banyak berkomentar, Sandy menurut saja. Kiki bahkan mengatakan untuk tidak repot mengantarnya ke depan rumah dan bersopan santun pada ibunya saat Sandy menawarkan diri. Dan karena tidak mendapatkan respon apapun dari adiknya, Sandy menurut saja dan tetap berada di dalam mobil.
Dalam perjalanan pulang dari rumah Kiki, Sandy mempertanyakan tentang Kiki pada Raia dan juga Giska. Namun kedua gadis itu hanya mengedikkan kepala dan tidak banyak berkomentar.
"Pindah ke depan." Perintah Sandy saat mobil terhenti di lampu merah. "Enak aja kalian ini nganggap Abang supir," Ucap Sandy kesal tanpa sebab. Raia memandang Giska dan kemudian sambil mengedikkan bahu ia pindah duduk ke bagian depan mobil melewati celah kursi supir dan penumpang.
Mereka terlibat perbincangan seru sepanjang perjalanan. Giska menurunkan kaca jendela saat mereka sudah berada di depan rumah. Dengan sengaja berteriak pada tukang kebun yang menjaga rumahnya sekalipun ia sudah melihat sosok itu membuka pintu.
"Loe itu ya, bikin masalah aja." Komen Raia yang hanya dijawab cekikikan Giska. Dia memang suka sekali menjahili pria paruh baya itu, terlebih dengan sikap latahnya yang seringkali membuat Giska tertawa.
"Non ih, gak sabaran banget." ucap pria bertubuh kurus berkumis itu.
"Bapak yang lelet. Makanya buka pintunya sambil terbang." Jawab Giska yang direspon gelengan kepala Raia.
"Ya kali bapak ini bapak sihir." Komentar tukang kebun itu lagi.
Sandy memasukkan mobilnya ke halaman depan kediaman Giska. Bersamaan dengan itu merka melihat pintu depan terbuka dan sosok Andra muncul. Pria yang seusia Sandy itu mengernyitkan dahi dan menatap mobil dengan tajam, mencoba mengenali siapa orang yang sedang berada di balik kemudi.
"Walah-walah, bule Indo udah balik rupanya." sapa Andra saat melihat Sandy keluar dari mobil. "Lama balik tapi gak pernah muncul kemari, kemana aja loe?!" Ucap Andra lagi dengan sengaja menyindir. Pria itu merentangkan tangannya dan memeluk Sandy dengan erat. Tepukan yang ia berikan di punggung Sandy lebih mirip seperti pukulan bagi Raia dan Giska yang membuat keduanya mengernyit karena ngilu.
Sandy terbatuk karena pukulan di punggungnya yang kencang. Ia hendak membalas Andra namun pria itu sudah melepaskan pelukannya saat sadar apa yang hendak Sandy lakukan padanya.
"Loe.." desis Sandy sambil terbatuk. Andra terkekeh.
"Loe gak ada niatan balik lagi ke negeri orang kan?" Tanya Andra lagi dengan nada menyindir.
Sandy menggelengkan kepala. "Enggak, Bro. Gue udah diborgol disini. Bokap udah nyuruh gue cepetan kerja. Dia mau cepet pensiun katanya." Jawab Sandy yang hanya Andra jawab dengan anggukkan.
"Jadi, kalian pergi bareng?" Tanyanya seraya mengedikkan kepalanya pada adiknya. Sandy hanya menganggukkan kepala.
"Lain kali, kalo kamu mau jalan sama dia, kamu gak usah minta jajan sama Mas. Duit dia lebih banyak dari duit Mas." Ucap Andra pada Giska yang dijawab Giska dengan kedua alis terangkat.
"Ya kali Giska minta duit sama kakak orang. Kecuali ya Bang Sandy mau adopsi Giska jadi adiknya, ya Giska mau aja minta duit jajan. Tapi emang Mas Andra rela kehilangan adik yang super duper cantik dan baik kayak aku?" Tanyanya yang membuat Raia seolah hendak muntah dan Sandy terkekeh sendiri.
Andra menawarkan Sandy untuk masuk dan pria itu mengikuti Andra. Sementara Raia memilih untuk ikut ke atas ke kamar Giska dan malah tanpa sadar tertidur disana sehingga saat Sandy mengajaknya pulang, pria itu hanya bisa menggelengkan kepala.
Di tempat lain
"Kamu darimana aja?" pertanyaan itu menyambut Kiki saat ia baru saja membuka pintu rumahnya. Ibunya sedang duduk di sofa dengan anak kecil dalam pelukannya.
Tanpa menjawab pertanyaan ibunya, Kiki meneruskan langkahnya, menarik koper dengan tangannya.
"Kiki! Mama nanya kamu, kenapa kamu gak jawab?!" Tanya ibunya lagi dengan nada lebih tinggi dari sebelumnya. :Gimana bisa kamu ngilang gitu aja tanpa ngasih Mama kabar? Udah gitu setiap kali Mama coba hubungin kamu, telepon Mama kamu reject! Mama udah berkali-kali ngirim kamu pesan, tapi pesan Mama juga gak kamu baca. Kamu ini kenapa? Sengaja bikin Mama khawatir?!" Tanya ibunya lagi lebih terdengar histeris alih-alih sekedar panik.
Langkah Kiki tertahan, tanpa menoleh pada ibunya ia berkata. "Emangnya sejak kapan mama peduli sama aku?" Tanyanya tanpa menolehkan kepala.
"Apa maksud kamu?" Tanya ibunya kesal. Wanita itu berdiri masih dengan bayi dalam pelukannya.
Kiki seketika membalikkan tubuhnya dan memandang ibu serta bayi dalam pelukan ibunya dengan tatapan tajam. "Dimana Mama waktu Kiki ngebutuhin Mama? Dimana Mama waktu Kiki butuh figur seorang ibu? Dimana Mama waktu Kiki butuh seseorang untuk peduli dan perhatian sama Kiki?!
"Gak ada! Mama gak pernah ada buat Kiki.
"Mama sibuk sama suami baru Mama sampai lupa sama Kiki. Dan sekarang, Mama sibuk sama dia, sampai Kiki bener-bener udah gak berarti." Ucap Kiki dengan nada lantang yang membuat ibunya marah dan malah menamparnya.
"Jaga mulut kamu." Desis ibunya, berusaha menenangkan bayi yang kini menangis dalam pelukannya. "Kalo Mama gak peduli sama kamu, ngapain Mama nanyain keberadaan kamu? Kamu gak tahu kalau Mama gak bisa tidur karena mikirin kamu ada dimana!"
Kiki hanya mengangkat sudut mulutnya dan tersenyum sinis pada wanita yang sudah melahirkannya itu.
"Kita gak sedang syuting drama, Ma. Mama gak usah bersikap sok baik sama kiki. Kita semua tahu kalau kalian gak ada yang pedui sama Kiki." Ucap Kiki lagi dengan suara lirih dan dingin. "Kiki capek, Kiki mau tidur. Gak usah repot bangunin Kiki. Urus aja suami baru dan anak cengeng itu." ucapnya seraya mengedikkan kepala pada bayi yang sedang ibunya gendong dan tenangkan.
Tanpa repot mengangkat kopernya, Kiki naik ke lantai atas dimana kamarnya berada. Suara koper yang beradu dengan sudut tangga ia abaikan. Ia membuka pintu dan menutupnya dengan kasar sebelum berjalan cepat menuju tempat tidur dan menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur dengan kasar.
Kenapa? Tanyanya dalam hati. Kenapa semuanya tidak pernah berjalan mulus seperti apa yang dia inginkan?