Karel menunggu di depan gedung kantornya, sedikit gusar karena taxi online yang dipesannya belum juga tiba. Hari ini dia tidak membawa mobilnya karena sedang diservis, membuatnya harus bergantung pada transportasi lain. “Karel...” Suara lembut yang familiar membuat Karel menoleh. Indi berdiri tidak jauh darinya, menatap penuh harap. Hati Karel mencelos, senyumnya getir. Ia belum siap bertemu dengan Indi—sahabatnya, atau lebih tepatnya mantan sahabatnya. Ada jarak yang tak kasatmata, ada luka yang masih sulit ia terima sepenuhnya. “Mau pulang, Kar?” tanya Indi, mencoba terdengar biasa meskipun jelas terlihat kecanggungan di wajahnya. “He-em,” jawab Karel singkat, mengangguk tanpa banyak ekspresi. Indi menggigit bibir bawahnya, tampak ragu sejenak sebelum akhirnya berbicara lagi. “Kar,

