Tumbal

2081 Kata
"Jadi kau buat keributan di luar sana untuk mengalihkan perhatian semua para penjaga. Kalau bisa kau kecoh mereka agar semua penjaga keluar dan mengejarmu. Saat mereka semua sedang fokus mengejar kamu, aku di sini bisa leluasa menuju tempat penyimpanan s*****a dan mengambil untuk persediaan kita. Setelah semuanya beres, aku akan memberimu kode untuk kembali dan kau menuju sisi kanan gedung. Lalu kita pergi dari kota ini dengan selamat. Gimana, keren kan ide aku?" Joanna terdengar sangat antusias saat mengatakan gagasan idenya. Namun, reaksi Rigel justru sebaliknya. "Apa?" Rigel tentu saja tercengang mendengar apa yang baru saja Joanna sampaikan. Bahkan ia tak habis pikir patnernya itu akan mengusulkan ide yang cukup ekstrim dan berbahaya pastinya. Dan Rigel merasa kalau dirinya tak sanggup, lantas ia mengutarakannya keraguannya itu pada Joanna. "Jo, sepertinya aku tidak bisa, aku ...." "Kau bisa, Rigel. Aku percaya padamu." Tapi Joanna tetap membujuknya, mencoba meyakinkan Rigel kalau dirinya bisa melakukan semua itu. Walau perasaan takut membuat lelaki itu tetap yakin dengan keraguannya, kalau ia tak akan  bisa melakukan hal berbahaya itu. Bayangkan saja, Joanna meminta Rigel untuk menjadi umpan guna mengecoh musuh. Bisa dibayangkan akan ada berapa banyak orang bersenjata lengkap yang memburu ia nantinya. Dengan keterbatasan skill dan s*****a, jelas itu hanya akan jadi bom bunuh diri untuk Rigel sendiri. Apalagi hal tersebut dilakukan untuk mempermudah aksi Joanna di dalam sana, Rigel jadi merasa kalau dirinya bukan sekadar dijadikan umpan tapi juga tumbal oleh Joanna. "Dengar Rigel, tugasmu hanya mengecoh mereka. Kau tak perlu keluar untuk berduel ataupun bertempur dengan musuh. Kau cukup mengendarai mobil dan mengalihkan perhatian mereka semua. Tak akan lama, kalau semua penjaga pergi dari gedung ini, aku janji dalam lima belas menit aku bisa menyelesaikan semuanya. Bagaimana, kau setuju?" Joanna tak menyerah membujuk Rigel agar mau mengikuti rencananya. Menurut Joanna ini cara paling tepat dan juga cepat untuk menyelesaikan semuanya. Walaupun memang ini cukup berbahaya untuk dilakukan dan sangat beresiko, apalagi dengan jumlah musuh yang begitu banyaknya. Rigel sendiri terdiam, tak langsung memberikan jawaban pada Joanna. Ia menatap ke luar jendela untuk sekian kalinya. Pandangannya menerawang jauh, membayangkan ide yang Joanna katakan sebelumnya. Lalu pertanyaan itu kembali terbesit dalam benaknya. Apakah aku bisa melakukannya? Rigel mengembuskan napas panjang, mencoba meyakinkan diri sendiri kalau ia bisa melakukan hal itu. Rigel harus bisa, ia harus mau, karena semua ini dilakukan demi kebaikannya. Meski tetap saja ini beresiko menghilangkan nyawanya jika tertangkap oleh musuh. Mungkin Rigel akan dicincang dan dijadikan santapan mereka semua. "Apa jaminannya?" Rigel akhirnya mengajukan pertanyaan pada Joanna, meminta jaminan apa yang akan Joanna berikan untuk meyakinkannya mengikuti semua ide gilanya itu. "Apa kau akan menjamin aku baik-baik saja?" Terdengar helaan napas berat dari Joanna, disusul decakan putus asa. "Maaf, aku tak bisa menjanjikan jaminan apa pun padamu. Karena menjamin diriku saja aku tak mampu. Tapi aku bisa beri harapan, jika kau bisa melewati ini, maka harapan untuk kembali ke dunia nyata semakin besar. Potensi menyelesaikan misi semakin besar dan sekaligus kekuatan bertahanmu bisa menjadi acuan untuk bergerilya di sepanjang perjalanan nanti. Anggap saja ini sebagai sesi latihan, ingat Rigel, ini dunia game. Kau bisa memainkan game ini, lalu apa lagi yang membuatmu ragu?" Rigel kembali terdiam, mencerna dengan baik perkataan Joanna, mencoba meresapinya. Benar, ini memang dunia game dan ia sering memainkan game ini sebelumnya. Kalau memang dunia game ini sama dengan game yang dimainkannya setiap waktu, maka seharusnya ini akan jadi mudah untuknya. "Oke, akan aku coba." Dan pada akhirnya Rigel memberikan jawaban persetujuannya untuk mengikuti rencana gila Joanna. "Apa yang harus aku lakukan untuk menarik perhatian mereka?" "Good, aku sudah yakin kalau kau pasti bisa Rigel." Joanna terdengar senang sekali karena Rigel menyetujui rencananya, lalu ia pun memberikan arahan apa saja yang harus dilakukan Rigel. "Pertama, kamu buat keributan di luar. Aa, aku ingat, ada tombol sirine di dekat persneling, kau pakai itu saja. Jangan lupa atur mode perlindungan ganda, karena aku yakin mereka akan membabi buta untuk merusak mobil———" "What?" Rigel spontan melotot mendengar penuturan Joanna. "Apa kau gila, Jo? Kau benar-benar akan menumbalkan aku jika seperti itu caranya." Rigel tak habis pikir kalau rencana Joanna akan sejauh itu, sangat ekstrim untuk mengorbankan diri jadi santapan para musuh itu. "Bisa nggak jangan memotong omongan orang dulu? Dengarkan baik-baik sampai selesai, baru kau boleh protes. Kau harus membiasakan itu, jika tidak komunikasi kita akan sangat kacau karena hanya berdebat saja. Tolong, dewasa sedikit, di sini kau bukan lagi anak-anak, Rigel." Joanna sudah sangat lelah karena Rigel selalu saja memotong pembicaraannya setiap kali ia sedang berbicara serius dan Joanna sangat benci hal tersebut. "Oke, maaf. Tapi bisakah kau membuat rencana yang masuk akal? Jangan membuat rencana yang seolah nyawa tidaklah beharga," balas Rigel yang juga lelah selalu ditempatkan sama Joanna di kondisi yang sangat berbahaya dan nyawanya selalu dipertaruhkan. Joanna menghela napas panjang di seberang sana, setelah itu kembali berkata pada Rigel. "Apa kau pikir semua yang aku lakukan masuk akal, Rigel? Kau pikir masuk akal jika aku mengorbankan nyawa demi membantumu keluar dari sini? Sedangkan kau sendiri sama sekali tak mau berkorban demi kelangsungan misimu sendiri. Baiklah, sekarang aku lemparkan kepadamu, kau yang membuat rencananya. Bagaimana? Kau bisa?" Mendapat balasan telak dari Joanna yang sepertinya sudah sangat kesal, Rigel tak bisa berkutik. Walaupun ia juga sama marahnya karena merasa dijadikan tumbal, tapi ia sendiri juga tak punya rencana apa pun. Otaknya tak bisa diajak berpikir, jangankan untuk memikirkan sebuah rencana, untuk fokus saja ia tak bisa. Mata dan pikirannya terlalu fokus melirik ke luar jendela, mengawasi setiap pergerakan musuh yang masih berkumpul di sekitar mobilnya. Entah sedang apa mereka semua, mungkin istirahat atau menyadari keberadaan dirinya makanya sengaja berjaga di sana. "Kenapa diam? Aku tak punya banyak waktu Rigel, di sini terlalu panas dan sempit. Cepat katakan kau maunya gimana?" Suara Joanna menyentak Rigel yang malah sedang fokus memperhatikan musuh di luar. Bukannya memikirkan jawaban atas pertanyaan Joanna. "Ya?" Lalu dengan polosnya Rigel menjawab seperti itu. Membuat Joanna di seberang sana kesal. "Apa kita hentikan saja ini. Aku menyerah untuk menjadi pemandumu. Kau bisa berjuang sendirian jika mau keluar, atau tetap bertahan di sini. Terserah. Aku tak peduli——" "Jo." Rigel spontan memotong pembicaraan Joanna. Ia langsung panik dan ketakutan ketika mendengar Joanna mengatakan untuk berhenti dari misi sekaligus pemandunya keluar dari dunia game ini. Meski Rigel kesal pada Joanna, tapi ia menggantungkan harapan begitu besar pada wanita itu mana mungkin ia akan membiarkan Joanna berhenti dari misi. Kalau Joanna sampai berhenti, Rigel tak bisa membayangkan bagaimana nasibnya selanjutnya. Lantas, ia mengambil sebuah keputusan mantap. Toh kalau Joanna meninggalkannya, ia juga akan tetap mati di tangan musuh. Lantas, Rigel memilih untuk berjuang bersama Joanna. "Oke, aku mau dan aku tak akan memprotes apa pun. Tapi please, jangan pernah tinggalin aku sendirian di sini. Aku tak akan bisa bertahan tanpamu, sekarang katakan apa yang harus aku lakukan. Aku akan melakukannya," ucap Rigel, mantap. Ia menekan rasa takutnya, membuang ego dan keras kepalanya, serta menguatkan tekadnya kalau ia pasti bisa melakukannya. Ini gampang, Rigel menyugesti diri sendiri, menghibur dirinya agar tidak perlu khawatir lagi. Joanna menghela napas panjang lagi, meredam kekesalan yang sebelumnya menguasai otak dan benaknya. "Apa kau yakin? Aku tak ingin membutmu terpaksa melakukan ini, aku tak mau kau menyesal. Jadi pikirkan baik-baik." "Aku yakin. Apa aku punya pilihan lain? Enggak kan." Rigel menjawab pertanyaannya sendiri, lalu terkekeh untuk mencairkan ketegangan di antara mereka sebelumnya. "Aku yakin sama keputusanku. Aku akan melakukannya. Toh kalau aku tak melakukannya, aku tetap akan mati di sini karena tak bisa bertahan hidup. Jadi tak ada salahnya aku mencoba, aku harus melakukan apa pun agar bisa keluar dari sini. Seperti katamu, lebih baik mati karena berjuang, dari pada mati sia-sia karena tak melakukan apa pun." Di tempat persembunyiannya, Joanna tersenyum tipis mendengar perkataan Rigel. Ia terharu karena pada akhirnya lelaki itu mau mengerti kenapa ia mengambil keputusan nekat ini. Semua semata-mata demi mempercepat penyelesaian misi mereka, mereka harus bergerak cepat sebelum agen biro kontrol mengerahkan pasukannya untuk memburu mereka di setiap tempat nantinya. "Oke, sekarang aku lanjutkan yang tadi." Joanna meneruskan ucapannya yang tadi dipotong Rigel. "Setelah membuat keributan  dan memastikan sebagian besar musuh berkumpul di luar, kau harus memacu mobilmu meninggalkan tempat itu. Kau kecoh mereka, sebisa mungkin menghindar. Di sini skillmu di uji dan nyawamu dipertaruhkan, apa kau siap?" tanya Joanna, mempertanyakan kesanggupan Rigel. Mengingat Rigel gampang sekali berubah pikiran dan sering kali pesimis, ketakutan lebih dulu padahal belum mencoba. "Iya, aku siap," jawab Rigel. Syukurlah, Joanna senang mendengar jawaban Rigel yang terdengar sangat mantap. Itu artinya Rigel sudah benar-benar mempersiapkan dirinya untuk melakukan apa yang harus dilakukannya setelah ini. "Oke, selanjutnya. Aku sudah menyimpan map kota ini pada dasbor untuk berjaga-jaga, kau hanya perlu mengaktifkannya. Kau bisa kan?" Rigel kembali menjawab iya, karena sebelumnya Joanna sudah mengajarkan semua fitur yang terletak di dasbor yang bisa ia gunakan saat keadaan genting. "Setelah itu kau cari jalan pintas, nanti map akan mengarahkan rutenya untuk kembali ke sini dan pastikan tidak ada musuh yang bisa mengejarmu. Lalu kau bisa standby di sisi kanan gedung ini untuk menjemputku. Setelah itu kita kabur dari sini. Bagaimana?" "Baiklah, aku akan melakukannya sekarang." Rigel menjawab dengan semangat. Secepat itu Rigel merubah suasana hatinya. Sepertinya lelaki itu sudah tak menakutkan apa pun lagi dan sudah bertekad kuat untuk menjalankan perannya sebagai umpan. "Hm. Good lucky, Rigel." Semoga Tuhan selalu menyertai dan melindungi kita di mana pun berada. Joanna berdoa untuk mereka berdua, sebelum dirinya kembali beraksi menembus saluran gelap ini agar bisa ke lantai enam. ————— Rigel mengembuskan napas berulang kali. Sudah lima menit berlalu sejak berakhirnya percakapan dengan Joanna tadi. Tapi ia masih belum melakukan apa pun, padahal tadi ia menjawab akan langsung memulainya. Kenyataannya Rigel masih ragu-ragu, tangannya gemetaran memegangi stir mobil dan juga mata yang terus menatap awas pada musuh yang masih bergerombol di luar. Entah kapan mereka akan pergi, karena tak ada tanda-tanda mereka akan meninggalkan tempat ini. "Kau bisa, Rigel. Kamu pasti bisa. Aku percaya padamu." Kata-kata Joanna terus terngiang-ngiang di pikirannya, merongrong dirinya untuk segera melakukan seperti yang tadi Joanna perintahkan. Namun, ketakutan dan keraguan sama-sama mendekapnya sangat erat, membuat Rigel kembali dilema parah. "Terserah jika kau mau mati di sini." Lagi, kali ini kata-kata mengerikan lainnya dari mulut Joanna yang terkenang dalam benaknya. Rigel seketika menggelengkan kepalanya, menepis rasa takut dan keraguan yang serasa mencekik. Ia mengumpulkan seluruh sisa-sisa keberaniannya, mengembalikan tekad yang sempat meredup. "Oke, kamu pasti bisa Rigel. Ini mudah, kamu hanya perlu menarik perhatian, mengecoh mereka meninggalkan tempat ini, lalu kembali lagi ke sini dengan selamat dan menunggu Joanna di sisi kanan gedung. Sesimpel itu Rigel, kamu pasti bisa." Rigel menyemangati dirinya sendiri, berusaha melawan rasa takutnya sendiri. Rigel mengembuskan napas panjang, tangannya terulur menekan tombol untuk mengaktifkan mode perlindungan ganda seperti yang disarankan Joanna. Ia memejamkan mata, mendorong tangannya terus maju menekan tombol di dasbor. Klik! Sebuah bunyi tercipta selepas Rigel menekan tombol bewarna hijau tersebut. Lalu setelahnya suara gemuruh menyusul, menyentak Rigel yang seketika melotot tak percaya. Ia mencengkram sabuk pengaman saat mobil tiba-tiba bergoyang, sepertinya mobilnya sedang bekerja untuk melapisi bodi mobil dengan lapisan baja tebal yang tak bisa ditembus sama apa pun. Namun, kejadian tersebut ternyata berhasil menarik perhatian musuh yang ada di luar. Mereka semua sedikit menjauh dari mobil, tapi mata mereka tak sedikit pun berpaling dan terus mengawasi. "Mobil itu kenapa?" Salah satu di antara mereka bertanya. "Mungkinkah itu mobil penyusup?" "Sepertinya iya," jawab seseorang yang lain. "Bagaimana kalau kita hancurkan saja?" "Ya benar, hancurkan saja." Semua orang setuju untuk menghancurkan mobil yang dianggap mencurigakan dideteksi sebagai mobil musuh. Rigel melotot mendengar orang-orang di luar bersorak-sorak akan menghancurkan mobilnya. Tapi ia tak boleh goyah, sedikit lagi mode perlindungan selesai terpasang. Rigel melihat ke arah layar di mana presentasi pemasangan sudah mencapai sembilan puluh lima persen. Untuk mengulur waktu agar musuh tidak langsung menyerang, Rigel menekan tombol sirine di dekat persneling dan sirine pun seketika berbunyi. "Apa itu?" Musuh tampak terkejut, mereka yang awalnya sudah melangkah maju untuk melakukan pengerusakan pada mobil pun seketika mundur. Rigel berseru. "Yes!" Ia menghela napas lega, kini tinggal mengeraskan volume sirine agar semua orang di dalam gedung ikut keluar. "Mari kita mulai." Rigel berucap riang seraya memutar tombol volume dan sirine semakin keras berbunyi di tempat itu.  Namun, tiba-tiba saja sirine berubah, Rigel terkejut dan panik saat sirine berubah jadi suara musik  es krim keliling yang sering didengarnya melewati perumahan. "Apa-apaan ini?" Rigel kebingungan bagaimana cara menggantinya kembali pada sirine alarm bahaya. Tak menemukan cara untuk mengembalikan, lantas hanya satu yang bisa ia lakukan. "Jo, tolong aku."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN