Terkepung

1046 Kata
Kepala Rigel terbentur sandaran kursi mobil karena Joanna tiba-tiba berhenti mendadak. Ia mengaduh, meringis kesakitan. "Arrrggghhh." Rigel mengerang, menyandarkan tubuhnya dan menghadap ke depan. "Apa yang kau lakukan Jo? Kau mau membuatku gagar otak?" Joanna tak menanggapi, membisu. Sontak hal tersebut membuat Rigel bertanya-tanya. Pasalnya mobil yang dikendarai Joanna juga berhenti mendadak. Lantas, ia memfokuskan pandangan sepenuhnya ke depan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. "Astaga!" Rigel melotot, betapa terkejutnya ia saat melihat apa yang membuat Joanna terdiam. Tanpa perlu bertanya pada Joanna, Rigel tahu kalau orang-orang yang berdiri menghadang di depan sana ialah agen biro kontrol. Terlihat dari pakaian mereka yang tampak rapi, serba hitam dan beberapa orang memakai baju pelindung bewarna putih. Orang-orang tersebut menodongkan pistol ke arah mobil Joanna. "Apa yang harus kita lakukan Jo?" tanya Rigel, mencondongkan tubuhnya ke depan dekat telinga Joanna. Suaranya sukses menyadarkan Joanna dari kebisuan sesaat. "Kau ada ide?" Joanna malah balik bertanya pada Rigel. Rigel jelas kebingungan. Pasalnya selama ini yang menyusun rencana dan strategi ialah Joanna. Lagipula yang lebih tahu seluk beluk tempat ini dan musuh yang akan dihadapi ya cuma Joanna. Sedangkan dirinya tidak tahu apa-apa, seperti anak ayam yang hanya bisa mengikuti induknya ke mana pun pergi. "Kau bertanya padaku? Lalu aku harus bertanya pada siapa?" Rigel mendengkus pelan. "Tapi ngomong-ngomong, ke mana perginya drone-drone tadi?" tanya Rigel saat tak melihat drone-drone yang mengejarnya tadi. Joanna mengedikkan kepala ke depan, tepatnya pada orang-orang yang masih setia berdiri di depan sana. "Ternyata mereka yang mengendalikan." Joanna mendesis. "Harusnya aku tahu sejak awal, tapi aku kecolongan mengenali mata-mata mereka." Rigel terkulai lemas, mempasrahkan diri pada keadaan. Tak ada jalan keluar yang bisa ditempuh, mereka telah terpojok. Rigel mengutuk otaknya yang tak bisa berpikir cemerlang, setidaknya satu ide saja untuk menyelamatkan diri dari para agen biro kontrol itu. "Jo, apa ini akhirnya?" lirih Rigel. Joanna melirik sekilas, memperhatikan wajah Rigel yang begitu pasrah. Terkesan menyerah dan memang benar, Rigel lebih mirip anak ayam yang tersesat dari induknya. "Tidak," jawab Joanna kemudian. "Ya?" Rigel spontan menoleh, menatap Joanna yang meluruskan pandangannya ke depan. Ia bisa melihat perubahan ekspresi di wajah Joanna, seakan wajah itu menunjukkan semangat yang membara dan seolah memberinya sebuah harapan untuk tetap bertahan. "KALIAN SUDAH TERKEPUNG. SEBAIKNYA KALIAN TURUN DAN MENYERAH SAJA!" Suara dari pengeras suara menginterupsi Rigel yang sedang menantikan ucapan Joanna selanjutnya. Sontak ia kembali menatap ke depan, di mana salah satu pria berkacamata hitam membawa microphone dan speaker. Pria berpakaian jas serba hitam itu melangkah maju, kembali berbicara. "Keluar dan kami akan mengembalikan kalian ke tempat asal kalian," seru pria berjas itu. Rigel yang mendengar mencoba mencerna ucapan pria tersebut. Lalu ia menoleh pada Joanna. "Kau dengar Jo? Mereka akan mengembalikan kita ke tempat asal, sebaiknya kita keluar saja. Kita akan diselamatkan. Kita nggak perlu melakukan misi itu. Kita bisa kembali." Rigel tampak senang, mengasumsikan kalau orang-orang di depan sana berniat membantunya. Namun, ucapan Joanna selanjutnya membuat kesenangan Rigel langsung lenyap dalam sekejap mata. "Bodoh!" "Apa?" Rigel tak terima dibilang bodoh. "Siapa bodoh? Aku?" Ia tersenyum sinis. "Jelas-jelas kau yang bodoh. Ada cara yang lebih mudah, tapi kau malah mengambil cara yang berbahaya." Rigel yang begitu naif, mempercayai saja ucapan petugas biro kontrol. "Keluarlah, kami tak akan menyakiti kalian kalau kalian mau bekerjasama dan tidak melakukan perlawanan." Pria berjas itu kembali berbicara lewat pengeras suara. Rigel yang dengan mudah termakan oleh ucapan pria itu pun berniat untuk keluar. "Terserah kalau kau tidak mau dan tetap dengan misi konyol itu, terserah. Tapi aku tidak akan ikut, aku ingin pulang dan mereka bisa mengembalikan aku." Rigel berucap sembari bergerak untuk membuka pintu mobil. Namun, belum sempat Rigel berhasil membuka pintu tersebut. Joanna lebih dulu mencegahnya, mencekal pergelangan tangan Rigel dan menahan pergerakannya. Tentu saja Rigel marah dengan tindakan Joanna itu. "Apa yang kau lakukan, Jo? Lepaskan!" Rigel berontak, menarik tangannya dari cekalan Joanna. Tapi entah kekuatan dari mana Joanna mencengkram pergelangan tangan Rigel begitu kuat, sampai-sampai Rigel sendiri tak bisa melepaskan cekalan tangan Joanna dari tangannya. "Jo! Lepaskan!" Joanna mengembuskan napas kasar. "Apa kau sebodoh itu?" Kali ini ia memalingkan wajahnya ke belakang, menatap tajam Rigel yang terkesiap oleh suara dingin Joanna. "Kau pikir mereka benar-benar akan mengirimkan kita kembali ke sana?" Rigel menjawab. "Iya, bukankah kau barusan dengar sendiri. Mereka akan mengembalikan kita ke tempat asal kita. Bukankah itu ide baik, kita tak perlu repot-repot menyelesaikan misi." Joanna tersenyum sinis. "Jika iya mereka akan mengembalikan kita ke tempat asal. Aku tak akan mungkin terkurung di sini begitu lama, aku juga tak akan mungkin kehilangan beberapa patner!" Rigel terdiam. Memikirkan kembali ucapan Joanna dan penawaran agen biro kontrol. Hingga ia juga menyadari sesuatu yang janggal, lalu mengarahkan pandangannya ke depan untuk memperhatikan kembali orang-orang dari agen biro kontrol itu. Kalau mereka memang benar berniat menolong, lalu untuk apa mereka menodongkan senapan laras panjang seperti itu? "Aku hitung sampai tiga. Jika kalian tidak keluar juga, maka terpaksa kami akan melakukan pemaksaan untuk mengeluarkan kalian!" Orang berjas hitam itu kembali bersuara. Joanna tersenyum sinis. "Lakukan saja jika kau bisa." Joanna menarik persneling, membuat Rigel sontak menoleh kepadanya. "Apa yang akan kau lakukan, jo?" tanya Rigel. Joanna menatap Rigel sekilas. "Tentu saja melarikan diri, kau pikir aku akan menyerahkan diri pada mereka? Tidak akan pernah!" Setelah itu Joanna mengambil granat yang sudah ia siapkan dan langsung melemparkan keluar, tepat ke kerumunan para agen biro kontrol berdiri. "Bye!" seru Joanna, menjalankan mobilnya mundur dengan cepat. Bersamaan dengan granat yang dilemparnya tadi meledak. Rigel terbengong-bengong menyaksikan kobaran api yang membesar. Kepulan asap membumbung tinggi, menutupi area itu dan agen biro kontrol tadi tak terlihat lagi. Seakan gulungan api telah melahap habis mereka. Rigel menghela napas lega, berpikir mereka telah selamat. Tapi dugaannya salah, karena dari balik kepulan asap itu muncul deretan mobil yang melaju kencang. "Jo." Rigel spontan menepuk-nepuk bahu Joanna, panik. "Jo, gawat jo." "Kenapa?" Joanna menatap Rigel lewat cermin di atasnya. Lalu mengikuti pandangan Rigel yang terus menoleh ke belakang mobil. Betapa terkejutnya Joanna saat melihat beberapa mobil mengejar dengan kecepatan penuh. "Mereka belum mati Jo!" Rigel berteriak panik. "Apa yang harus kita lakukan?" Joanna mempercepat laju mobilnya. "s**t!" Ia mengumpat saat melihat dari arah depan muncul mobil-mobil lain yang sepertinya mobil para perampok yang tadi sempat mengejarnya. "Astaga, mampus, kita benar-benar terkepung." Rigel mengusap kasar wajahnya. Kali ini ia benar-benar pasrah untuk kesekian kalinya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN