Pesan Terakhir

2101 Kata
Joanna berhasil sampai ke lantai enam dengan aman. Ia bersembunyi di balik tumpukan barang tak terpakai di sisi kiri, mengawasi dua orang yang sedang berjaga di depan pintu ruang penyimpanan s*****a. Joanna berdecak saat memperhatikan secara detail kelengkapan s*****a yang dibawa oleh dua orang itu. Senapan laras panjang yang sudah dipastikan bisa membunuh Joanna dalam hitungan detik. "Bagaimana aku bisa masuk kalau masih ada yang berjaga." Joanna bermonolog sendiri, memaksa otaknya untuk berpikir dan menemukan sebuah ide agar bisa menerobos masuk tanpa mencelakai dirinya sendiri. Joanna memperhatikan keadaan sekitar, begitu hening karena memang sebagian besar para penjaga sudah pergi. Mungkin hanya ada dua orang itu yang menjaga lantai enam. Joanna mengembuskan napas panjang, berusaha menenangkan dirinya yang gugup dan memberikan sugesti agar tetap semangatnya tidak kendor. "Hanya dua orang, kamu pasti bisa mengalahkan mereka Jo. Harus bisa." Joanna lantas membuka tas ranselnya dengan hati-hati. "Coba kita lihat, apakah ada sesuatu yang bisa aku gunakan." Joanna memang punya kebiasaan bermonolog sendiri. Hanya untuk menghibur diri sendiri agar tidak merasa kesepian, karena selama ini Joanna memang sudah hidup lama sendirian di sini. Joanna mengecek semua s*****a yang dibawanya, mencari s*****a yang benar-benar ampuh untuk melumpuhkan dua penjaga itu. Namun, melihat senapan laras panjang milik dua penjaga membuat Joanna insecure. Bagaimana tidak insecure kalau s*****a yang dimilikinya tidak ada satu pun yang sebanding dengan senapan laras panjang tersebut. Joanna nyaris putus asa, tapi mengingat pengorbanannya agar sampai ke sini dan juga Rigel yang sekarang mungkin dalam bahaya demi menjadi umpan agar ia bisa leluasa bergerak, seketika menambah semangat dan tekad Joanna. Ia tak boleh menyerah begitu saja hanya karena keterbatasan s*****a. Lantas Joanna kembali melihat satu per satu s*****a yang ada di ransel, menimang-nimang s*****a mana yang berpotensi lebih besar untuk melumpuhkan musuh. Senyum Joanna merekah saat menyadari ada sebuah s*****a yang sangat berguna untuk situasinya sekarang. "Semoga berfungsi," lirih Joanna saat mengeluarkan ketapel dari dalam tasnya. Joanna sudah memikirkan sebuah ide untuk melumpuhkan musuh dengan menggunakan ketapel itu. Joanna mengeluarkan cadangan peluru kapsul, di mana dalamnya berisi cairan beracun yang bisa membuat siapa pun yang terkena cairan itu akan tak sadarkan diri dan seluruh sarafnya lumpuh seketika. Sadis? Tentu saja. Tapi di tengah kondisi seperti sekarang, ini cara terbaik untuk mempertahankan hidup atau justru Joanna sendiri yang akan dilumpuhkan oleh musuh. Lagipula ini dunia game, di mana semua orang di sini dianggap tak nyata oleh Joanna, makanya ia begitu berani bahkan sampai membunuh mereka sekalipun. "Fokus Jo." Joanna menginterupsi dirinya sendiri untuk fokus, ketika tangannya sudah bersiap membidik dengan ketapel dan peluru kapsul yang akan dilemparnya tepat mengenai sasaran. Incarannya leher musuh, di mana zat beracun akan dengan cepat meresap dan merambat lewat pembuluh darah dan dalam hitungan detik akan melumpuhkan seluruh saraf. "Satu." Joanna memicingkan mata, benar-benar fokus pada target yang terlihat tengah mengawasi sekitar. "Dua." Sejujurnya tangan Joanna gemetar saking gugupnya, tapi ia tetap berkonsentrasi membidikkan ketapel itu ke arah target. "Tiga." Dan Joanna pun akhirnya melepaskan bidikannya, tersenyum puas saat bidikannya berhasil. Peluru kapsul itu jatuh tepat di leher salah satu penjaga. "Aww." Salah satu penjaga memekik, tangannya bergerak cepat memegang lehernya. "Ada apa?" tanya penjaga lainnya yang berada satu meter di sisi kirinya. Penjaga yang ditanya mengusap lehernya yang terasa basah, lalu menggelengkan kepala saat beradu tatap dengan rekannya. Ia memang tidak tahu apa yang telah mengenai lehernya barusan, ia hanya merasa ada sesuatu yang mengigit lehernya dan terasa basah. Saat ia melihat tangannya terdapat sesuatu seperti lendir, penjaga itu berniat mengatakannya pada rekannya. Namun, belum sempat ia mengatakannya, tubuhnya lebih dulu lemas dan ia pun terjatuh tak sadarkan diri. "Hei!" Rekannya pun terkejut melihat penjaga itu tergeletak tak sadarkan diri. Apalagi dari mulutnya seketika keluar buih berbusa, membuatnya langsung menodongkan s*****a yang dipegangnya. "Siapa itu? Keluar!" Ia berteriak, mengarahkan senjatanya menyisir ke sekitar dan matanya bergerak liar memperhatikan apa pun yang dianggap mencurigakan. Tapi Joanna langsung bertindak cepat, membidikkan ketapel mengarah pada penjaga yang tersisa. Ia yang cukup handal memakai ketapel, sekali lagi berhasil meluncurkan peluru kapsul mengenai leher targetnya. Joanna tersenyum lebar saat melihat reaksi serupa terjadi pada penjaga satunya dan dua penjaga itu sukses dilumpuhkan dalam hitungan menit. "Good job Joanna." Joanna memuji keberhasilan dirinya sendiri. Setelah melihat dua penjaga yang tergeletak di lantai tak sadarkan diri, Joanna pun bergegas keluar dari persembunyiannya. Ia memastikan terlebih dahulu kalau targetnya benar-benar tak sadarkan diri, setelah itu barulah ia memasuki ruangan penyimpanan s*****a. "Wuah." Baru saja masuk ruang penyimpanan s*****a, Joanna dibuat takjub dengan isi di dalamnya. "Ini keren. Kau baru saja mendapatkan jackpot besar, Jo." Joanna begitu girang sekali saat melihat deretan rak berisi s*****a-s*****a premium milik agen biro kontrol yang berhasil dijarah para perampok dan sekarang Joanna yang akan menjarahnya. Joanna tak menyia-nyiakan kesempatan dan waktu yang terbatas, ia segera mengeluarkan kantong yang terbuat dari kain. Ia mempersiapkan kantong itu sebagai wadah untuk hasil jarahannya hari ini. Lantas Joanna tanpa pikir panjang memasukkan berbagai jenis s*****a yang ada di rak ke kantong tersebut, terutama s*****a-s*****a yang dinilainya punya potensi tinggi untuk mengalahkan musuh. Sembari memasukkan s*****a ke kantong, Joanna menghubungi Rigel untuk mengetahui lokasinya sekarang dan juga mengingatkan agar bertemu di tempat yang sudah dijanjikan. Berhubung mereka diburu-buru waktu karena bisa saja musuh kembali, Joanna ingin meminta Rigel stand by di tempat itu dari sekarang. Itu pun kalau Rigel sudah berhasil lolos dari kejaran musuh. "Test." "Test." "Test." "Rigel." "Rigel, kau masih hidup?" "Apa menurutmu aku sudah mati? Atau keinginanmu agar aku mati?" Terdengar sahutan sinis dari Rigel. Joanna tersenyum geli, bersyukur sekaligus lega mendengar suara Rigel merespon meski dengan nada suara yang sinis. Joanna tidak ambil pusing apalagi berniat memperdebatkannya, ia juga tak berniat membela diri, karena memang kesalahannya juga kenapa bertanya seperti itu. "Syukurlah, sekarang posisimu di mana. Aku sudah berhasil masuk ke ruang penyimpanan s*****a, mungkin sekitar sepuluh menit lagi aku akan keluar dari sini. Kita bertemu di tempat biasa ya," ucap Joanna, matanya terus fokus mencari dengan jeli s*****a-s*****a yang bagus dan memiliki kegunaan lebih, kemudian memasukkan ke kantong yang dibawanya itu sampai hampir mau penuh. "Oke, tapi mungkin akau bakal sedikit terlambat," sahut Rigel. "Why?" Joanna mengernyit, heran. Dalam pikirannya muncul banyak spekulasi negatif. Mungkinkah Rigel sedang kesusahan menghindari musuh? Atau ia tidak bisa meloloskan diri dari kejaran para perampok itu? Joanna jadi sangat khawatir, kalau sampai Rigel tertangkap musuh itu semua salahnya yang telah menjadikan lelaki itu umpan. "Rigel, are you okay? Apa terjadi sesuatu?" "I am okay. Tapi ada sedikit kendala di sini." "Kendala?" Kening Joanna makin mengkerut, ia menoleh mengawasi sekitar. Setelah itu melirik ke arah pintu untuk memastikan tidak ada yang masuk. "Kendala apa, Rigel?" tanya Joanna, menghentikan sebentar aktivitasnya. "Entahlah, aku pun tak bisa menjelaskannya secara lengkap. Tapi intinya para perampok itu seolah bisa membelah diri. Jumlah mereka bukannya berkurang malah semakin banyak. Mana aku sudah kehabisan amunisi dan sekarang ...." "s**t! Mata Joanna melebar ketika mendengar u*****n Rigel, bersamaan dengan suara sesuatu yang keras memekakkan telinga. Seperti ada gesekan dan benturan keras yang terdengar sangat jelas sekali. "Rigel, kau baik-baik saja kan?" Tak ada jawaban dari Rigel, membuat Joanna semakin panik. "Rigel jawab!" Hanya ada suara gerungan mesin mobil dan decitan ban yang bergesek dengan aspal yang Joanna dengar. "Rigel--" Joanna seketika tercekat saat dari luar terdengar suara teriakan. "PENYUSUP!!!" "ADA PENYUSUP!!!" Joanna kelabakan saat alarm bahaya berbunyi. Ia harus bergegas keluar dari ruangan ini sebelum para perampok datang menyergapnya. Namun, baru saja Joanna akan berbalik, tiba-tiba dari ambang pintu muncul seseorang menodongkan senapan laras panjang. "SIAPA KAMU!!!" ----- Rigel mengumpat berkali-kali, tangannya mencengkram kuat stir mobil guna mempertahankan posisi mobilnya yang dipepet dua mobil musuh dari sisi kanan dan kirinya. Ditambah mereka terus memborbardir mobil Rigel, dari arah belakang rombongan musuh juga melakukan hal serupa. "s**t!" Rigel melotot saat menyadari benturan keras di atas atap mobilnya. "Whuaaa!!!" Dan Rigel kaget setengah mampus saat seseorang muncul di kaca depan mobil. "s****n! Bagaimana mereka bisa naik ke sana!" Rigel menatap horor salah satu anggota perampok yang melambai di depan kaca mobil, lalu tiba-tiba memukul kaca dengan palu. Hal tersebut membuat konsentrasi Rigel buyar, alhasil mobil yang dikendarainya keluar jalur apalagi dengan keberadaan dua mobil besar yang menghimpitnya. "Aaarrghh!!!" Rigel mengerang frustrasi, meski bodi dan kaca mobil masih mampu menahan serangan musuh, tapi psikisnya semakin tertekan dengan kondisi ini. "Rigel, mikir, mikir! Cari jalan keluarnya!" Rigel memukul kepala, memaksa otaknya agar mau bekerja untuk mencari jalan keluar dari kondisi mematikan ini. Namun, suara bising dari gerungan mesin mobil, suara peluru dan juga aktivitas dari palu dan kampak yang menghantam kaca dan atap mobilnya, membuat Rigel tak bisa berkonsentrasi dan berpikiran logis. Ditambah teriakan bar-bar dari musuh yang terus bersorak kayak orang hutan. Seolah mereka sangat berhasrat untuk menghakimi Rigel dan memakannya hidup-hidup. "Anggap saja kamu sedang bermain game, abaikan semua ketakutan kamu dan hanya berfokus pada kemenangan. Maka kamu bisa melalui semuanya dengan mudah. Jangan sampai terbawa dengan perasaan, apalagi sampai iba, ingat nyawamu lebih beharga dari mereka yang tak nyata." Kata-kata Joanna tadi kembali terngiang-ngiang dalam telinga Rigel, merasuk ke otak dan hatinya, membangkitkan semangat yang sempat redup serta tekad yang kembali menguat. "Ya, Rigel. Kamu bisa, kamu bisa kalahkan mereka semua. Kamu pasti bisa, harus!" Semangat Rigel berkobar, gejolak tekadnya membuat ia langsung bertindak. Mengabaikan orang yang bertengger di kaca dan juga teriakan dari dua mobil yang menghimpitnya. Rigel memfokuskan diri pada tombol-tombol di dasbor dan juga layar monitor di depan. Ia mengotak-atik sesuatu, kemudian mengaktifkan semua fitur s*****a tersembunyi pada mobilnya. "Sekarang saatnya membalikkan situasi!" seru Rigel, dengan mantap menekan tombol hijau yang artinya mulai. Jemari tangannya bergerak lincah di keyboard, ia juga mengaktifkan mode otomatis agar mobil bisa mengendarai sendiri. Hal pertama yang terjadi ialah wiper yang mulai bergerak, tapi wiper ini berbeda dari wiper mobil biasa. Karena alat itu memiliki penghantar listrik dan lihat saja, orang yang tadi bertengger di kaca mobil seketika kesetrum dan tersingkir dari kaca mobil. "Mampus!" seru Rigel, puas sekali melihat orang tadi kesetrum sampai gosong. Rigel terus mengotak-atik semua fitur s*****a pada mobil. Kali ini dari kedua sisi mobilnya keluar besi berduri runcing yang berhasil menancap di ban kedua mobil yang menghimpit mobilnya. Alhasil dua mobil itu pun tak bisa mempertahankan keseimbangannya dan tertinggal dari laju mobil Rigel yang tetap melaju di jalur. "Babay!" Rigel melambaikan tangan saat melihat ke belakang, di mana kedua mobil itu seketika berhenti dan menghalangi jalan. Namun, sialnya hal tersebut tak menjadi penghalang untuk gerombolan lain. Karena tanpa belas kasihan mereka melibas mobil itu dengan mobil tank berukuran dua kali lipat. Rigel menganga, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia pun panik, terlebih masih ada satu orang yang berada di atas mobil. Orang tersebut menunjukkan wajahnya di kaca jendela. "s**l!" Rigel langsung mengambil alih stir kemudi, kemudian membanting stir ke kanan dan kiri bergantian agar orang di atas sana terpelanting dan usahanya membuahkan hasil. Orang tersebut terhempas kasar dari atas mobil Rigel. Rigel menoleh lagi ke belakang, melihat jarak segerombolan musuh yang sedikit lagi mendekat ke arah mobilnya. Lantas Rigel memacu mobilnya lebih cepat, menambahkan kecepatan sampai di atas rata-rata. Ia membuka peta di map untuk mendapatkan rute pelarian yang dibilang Joanna sebelumnya. Ada dua rute pelarian dan Rigel mengambil rute dengan jalanan sempit memasuki g**g-g**g kecil, berharap hal itu bisa membuat musuh tak lagi mengejar atau setidaknya mengulur waktu lebih lama karena mobil tank tidak mungkin bisa melewati g**g sempit ini. Rigel pikir rencananya berhasil, tapi ia salah karena mobil tank itu tetap menerobos dan menghancurkan semua bangunan yang ada di sisi kanan kirinya. "s****n!" Rigel panik, berusaha tetap fokus. Tapi bagaimana ia akan fokus saat serangan dari mobil tank membuat sesuatu di depannya meledak dan hal itu membuat Rigel seketika membanting stir serta mengerem mendadak. Rigel melotot, melihat kobaran api menghalangi jalur di depannya. Ditambah di belakang mobilnya mobil tank itu semakin mendekat. Rigel mengusap kasar wajahnya, posisi mobilnya sekarang tak bisa bergerak ke mana-mana lagi. Ia terdesak dan mungkin ini akan jadi akhir dari pelariannya. "Jo." Rigel menghubungi Joanna, tapi belum ada sahutan. Ia menyandarkan tubuhnya, pasrah dan juga lelah. "Maaf, sepertinya aku tak bisa menepati janjiku." Rigel tampak begitu pesimis kali ini, ia tak yakin bisa selamat dari mobil tank musuh yang kemungkinan akan melibas mobilnya. Maka dari itu ia mengucapkan pesan terakhirnya pada Joanna. "Kamu harus keluar dari sini Jo, berjanjilah kamu pasti akan keluar dengan selamat. Jika kamu berhasil keluar, tolong sampaikan pesanku pada orangtuaku, Jo. Katakan pada mereka permintaan maafku dan bilang ke mereka kalau aku sangat menyayangi mereka berdua." Rigel menghela napas panjang dan berat, bahkan sampai meneteskan air mata. Lalu ia mengucapkan salam perpisahan pada Joanna ketika mobil tank tinggal beberapa meter lagi di belakangnya. "Selamat tinggal, Joanna. Terima kasih sudah menjadi rekan yang hebat, semoga kau berhasil menyelesaikan misinya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN