Planning

1276 Kata
Matahari baru saja muncul saat Rigel membuka mata, setelah kelelahan melarikan diri dari kejaran musuh, ia baru bisa tertidur tengah malam. Namun, matanya dipaksa terbuka ketika pendengarannya terganggu oleh suara berisik di sekitarnya. Rigel menoleh ke sumber suara berisik itu dan mendapati seulas senyum Joanna menyambutnya. "Morning," sapa Joanna, wajahnya terlihat berseri-seri. "Sorry, aku bikin kamu bangun ya?" Rigel tak menyahut, fokusnya lebih tertuju pada apa yang sedang Joanna kerjakan. "Apa yang sedang kau kerjakan?" tanya Rigel, penasaran saat melihat Joanna mengotak-atik remot kontrol. Jelas bukan remot kontrol yang semalam, karena remot kontrol semalam sudah Joanna buang setelah mobil-mobilannya diinjak sama salah satu mobil anggota agen biro kontrol. Joanna sempat uring-uringan semalam karena hal tersebut, tapi lihatlah pagi ini, Joanna tampak biasa saja seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya. Joanna menoleh sebentar, tersenyum tipis lalu kembali sibuk merakit kabel pada bagian belakang remot. "Aku sedang mencoba meperbaikinya, aku harap ini akan berhasil." "Untuk apa?" Mata Rigel beralih melihat ke samping Joanna, di mana terdapat drone yang tampak familiar. Rigel spontan melotot saat mengenali drone tersebut. "Bukankah itu drone milik agen biro kontrol?" Joanna mengangguk. "Benar, aku memungutnya. Siapa tahu masih bisa diperbaiki dan kita bisa menggunakannya untuk memulai planning selanjutnya." "Planning?" Rigel mengernyit, tapi tah heran karena otak Joanna memang dipenuhi dengan banyak rencana. Namun, yang jadi masalahnya kenapa Joanna harus memungut drone milik agen biro kontrol, bagaimana jika ternyata drone itu memiliki chip pelacak di dalamnya? Jelas itu sangat membahayakan mereka berdua, karena agen biro kontrol bisa sewaktu-waktu mendatangi mereka lagi. "Jo, apa tidak sebaiknya kau membuangnya saja?" Rigel memberikan saran dengan hati-hati. "Apa?" Joanna menyahut, melirik Rigel lalu menunjukkan drone yang ia angkat dengan tangannya. "Ini maksudmu?" Rigel mengangguk. "Aku takut benda itu bisa jadi boomerang buat kita. Bagaimana kalau ternyata di dalamnya ada semacam chip atau alat pelacak, bukankah itu bisa membuat keberadaan kita ketahuan?" Joanna terkekeh, membuat Rigel bertanya-tanya akan respon Joanna tersebut. Tapi kemudian Joanna menjelaskan apa yang jadi permasalahan oleh Rigel, membuatnya cukup lega saat mendengar penuturan Joanna. "Tak perlu khawatir, Rigel. Aku tidak sebodoh itu dengan melewatkannya dan tentunya aku sudah menyingkirkan segala macam chip dan alat pelacak yang bisa mendeteksi lokasi drone. Jadi kita aman, tenang saja." Joanna tersenyum lebar, selanjutnya mengalihkan topik pembicaraan. "Kau pasti lapar, makanlah. Kali ini kau bebas pilih mau makan yang mana. Asal jangan serakah, makan secukupnya. Kecuali kau mau kembali masuk ke ruang penyimpanan makanan milik para perampok." Mendengar peringatan Joanna, Rigel langsung bergidik. Ia tidak sudi jika disuruh ke ruang penyimpanan makanan lagi. Dari pada beresiko mati konyol di tangan perampok, Rigel lebih suka mati kelaparan. Mengingat bagaimana para perampok s***s itu tanpa ampun memborbardirnya dengan peluru, membuat Rigel sedikit trauma untuk ke sana lagi. Maka dengan berat hati Rigel mengambil satu makanan yang menurutnya cukup untuk membuatnya kenyang. Makanan kemasan dalam kaleng, bukan daging mentah atau setengah matang, tapi semacam manisan buah. Rigel memakannya dengan lahap, meski matanya sesekali akan memperhatikan Joanna yang masih sibuk memperbaiki remot kontrol dari drone yang ditemukannya. "Kapan kau memungutnya?" tanya Rigel, kepo. Pasalnya semalam ia tak melihat Joanna keluar dari mobilnya, bahkan perempuan itu juga tidur lebih awal dari pada dirinya. "Tadi," jawab Joanna, tanpa mengalihkan pandangannya. Tetap fokus dengan pekerjaannya menyambung kabel-kabel yang terputus. "Tadi? Jadi kau keluar?" Rigel melebarkan mata, tak percaya. Joanna terlalu nekat, jelas-jelas mereka sedang bersembunyi. Bisa-bisanya Joanna malah keluar-keluar, bagaimana jika perempuan itu tertangkap oleh agen biro kontrol maupun para perampok yang sedang memburu mereka berdua. Rigel ingin sekali marah, tapi ia tidak bisa. Entahlah, melihat Joanna tidak uring-uringan seperti semalam membuatnya cukup lega. Perempuan kalau marah memang menyeramkan, tapi diamnya perempuan juga berbahaya. "Lain kali jangan keluar-keluar sendiri atau tanpa sepengetahuanku, kalau terjadi apa-apa denganmu bagaimana? Aku juga nantinya yang repot," pungkas Rigel. Joanna hanya mendengkus geli, tak berniat menanggapi ucapan Rigel meski hatinya menghangat mendengar ucapan lelaki itu. Joanna merasa senang karena itu artinya Rigel peduli dan perhatian akan keselamatannya. Walau tampaknya lelaki itu malu-malu untuk menunjukkannya. Tapi Joanna merasa tersentuh dan .... Plak! Joanna menggeleng-gelengkan kepala, mengenyahkan segala macam pikiran dan prasangka apa pun yang berkaitan dengan Rigel. Ini bukan waktunya memikirkan hal-hal semacam itu, ia harus fokus untuk menjalankan rencananya agar kali ini tidak gagal. "Apa yang akan kau lakukan dengan drone itu?" tanya Rigel setelah keheningan panjang menyelimuti keduanya. Joanna yang baru selesai memperbaiki remot kontrol pun menoleh. "Kau mau lihat?" Lalu menawari Rigel untuk melihat apakah dronenya bisa bekerja dengan baik. Rigel mengangguk, mulai memperhatikan Joanna yang membuka pintu mobil dan meletakkan drone di tanah. Kemudian kembali masuk dan segera menutup kembali pintunya. Ia mengaktifkan drone tersebut dengan remot kontrol yang sekarang sedang dikendalikannya. "Perhatikan baik-baik di layar," kata Joanna kemudian, menoleh ke depan di mana layar yang dimaksud ialah layar lcd yang ada di bagian atas dekat kaca spion. Rigel memperhatikan seksama, saat layar tersebut mulai aktif bersamaan Joanna yang sudah menerbangkan dronenya. Rigel seketika takjub ketika layar lcd itu menampilkan gambar keadaan di sekitar luar mobil. Di mana semakin tinggi drone terbang, maka cangkupan lokasi yang ditampilkan di layar pun semakin luas. Dari tangkapan kamera drone, Rigel bisa melihat ke sekeliling tempat itu. Memantau dengan pasti semuanya, bahkan ia juga bisa melihat ke bagian tempat-tempat lainnya. "Gimana, keren kan?" Suara Joanna menarik atensi Rigel dari layar monitor, beralih menoleh ke belakang pada Joanna yang sedang fokus mengendalikan drone dengan remot kontrol di tangannya. Sekali lagi Rigel mengangguk, menyetujui ucapan Joanna barusan. "Terus apa rencana selanjutnya?" Joanna menatap Rigel serius, lalu mengatakan mengenai rencananya untuk pergi ke gudang persenjataan yang dijaga ketat. "Aku akan ke gudang persenjataan." Rigel seketika melotot mendengarnya, menyadari reaksi lelaki itu sontak Joanna memberikan kalimat penenang. "Tenang saja, aku tak akan melibatkanmu kali ini. Aku akan ke sana sendiri." "Tapi Jo, itu terlalu berbahaya," kata Rigel, tak setuju dengan ide Joanna yang dianggapnya sangat berbahaya karena masuk ke kandang musuh. "Apa tidak ada cara lain untuk mendapatkan s*****a?" Joanna menggeleng. "Kalaupun ada, untuk apa aku repot-repot membahayakan nyawaku hanya untuk mendapatkan s*****a. Karena ini memang satu-satunya cara untuk mendapatkan persediaan s*****a. Tenang saja, aku akan baik-baik saja. Karena kau akan membantu pergerakanku." "Apa?" Rigel terkejut mendengar pernyataan Joanna yang terakhir. "Apa maksudmu? Tadi kau bilang tidak akan melibatkan aku? Lalu sekarang kau bilang aku akan membantu pergerakanmu?" Rigel mengerutkan keningnya, bingung. Joanna tersenyum geli melihat ekspresi Rigel yang mulai tegang. Seakan-akan lelaki itu ketakutan jika harus dipaksa ke medan tempur. "Aku memang tidak akan melibatkan kamu ke sana, tapi bukan berarti kamu tidak mengerjakan apa pun." Kemudian Joanna menyerahkan remot kontrol kepada Rigel. "Pegang ini. Kau harus belajar mengendalikannya. Karena saat aku ke sana, kau harus mengawasi keadaan sekitar dan melindungi aku saat ada musuh yang bergerak mendekatiku nantinya. Apa kau mengerti?" Rigel kelihatan bingung, memandang remot kontrol di tangannya. Lalu beralih lagi pada Joanna, seakan sorot matanya meminta penjelasan yang lebih detail lagi. Joanna yang menyadari itu pun hanya bisa menghela napas kasar. Tapi setelahnya menjelaskan secara detail apa saja yang harus Rigel lakukan selama dirinya masuk ke gudang persenjataan. Di mana Rigel harus memberikan info keadaan sekitar yang dilihatnya dari pemantauan kamera drone dan juga melindunginya jika sewaktu-waktu ada musuh yang bergerak mendekat dan membahayakan dirinya. "Sekarang kau belajar untuk mengendalikan itu. Nanti malam kita beraksi," ucap Joanna setelahnya. "Ya?" Rigel tersentak, tak menyangka Joanna akan bertindak secepat itu. "Tapi Jo———" "Tidak ada tapi-tapian, Rigel. Waktu kita tidak banyak. Jadi kau harus melakukan sesuai rencana yang kusiapkan. Kali ini nggak boleh gagal," sergah Joanna, tak mau dibantah. Rigel mengembuskan napas kasar, tak berdaya. Dengan terpaksa ia menerima ide Joanna dan mau tidak mau ia harus berusaha keras agar bisa dengan cepat mengendalikan drone tersebut. Kamu bisa, Rigel. Pasti bisa!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN