Innara, 13.14: Za, aku udah ngobrol sama Mas Rayka semalam.
Innara, 13.15: Jujur aja, ini sulit dipercaya.
Innara, 13.16: Tapi aku nggak bisa mendiamkan aja masalah ini.
Innara, 13.17: Aku udah berpikir semalaman suntuk.
Innara, 13.18: Ayo kita bicara bertiga, dengan Mas Rayka juga.
Azanie menatap pesan beruntun di ponselnya. Dia baru saja menghabiskan makan siangnya saat rentetan notifikasi chat yang berasal dari Innara memenuhi layar ponsel.
Azanie, 13.23: Nara, aku nggak berharap kamu maafin aku.
Azanie, 13.24: Ini salahku juga.
Azanie, 13.25: Sebelumnya aku sudah bicara dengan Rayka.
Azanie, 13.26: Tapi dia menyangkal, makanya aku datang ke kamu lusa kemarin.
Azanie, 13.27: Aku rasa ini yang terbaik, ayo kita ketemu.
Innara, 13.30: -share location-
Innara, 13.31: Aku sudah ngasih tahu ke Mas Rayka juga.
Innara, 13.31: Aku nggak mau ini merusak pertemanan kita.
Innara, 13.32: Sampai ketemu di sana, Za.
Azanie langsung menuju ke lokasi yang diberikan oleh Innara.
"Apa katanya? Pertemanan?" Azanie mendengkus, menahan tawa. "Siapa yang temennya siapa, sih, Ra? Kamu ngerasa banget ya kita temenan? Sayang sih ... aku nggak pernah ngerasa punya temen kayak kamu."
Dia tersenyum tipis saat membaca pesan itu. Azanie dan Innara sudah menjalin hubungan pertemanan yang akrab sejak masa – masa SMA, dan waktu itu memang Azanie yang lebih dulu mendekati Innara untuk menjadi temannya. Namun itu bukan tanpa alasan.
Dulu aku mau temenan sama kamu karena Rayka udah keliatan tertarik dan suka sama kamu, Nara. Dari pada ngelihat dia ngejar – ngejar kamu dan mengurangi waktu kebersamaan kami, mending aku yang deketin kamu duluan, kan?
Jadi, jangan pernah berharap kalau Rayka akan jadi suami kamu. Sejak awal, dia milikku. Kamu bisa pacaran selama itu sama Rayka karena aku mengizinkan kamu. Tapi, bukan berarti aku akan melepas dia buat kamu, Innara.
Azanie melajukan mobilnya sampai ke sebuah lokasi restoran yang bisa dibilang cukup terkenal dan mahal. Mereka memiliki VIP room yang kedap suara, dan Azanie langsung masuk ke dalam sambil menyebutkan reservasi atas nama Innara dan Rayka. Saat pelayan mengantarnya masuk ke dalam ruangan, wanita itu bisa melihat kalau Innara dan Rayka saling menatap satu sama lain dalam suasana tegang.
"Hei," Azanie duduk di satu meja yang sama, menyapa Innara dan Rayka yang canggung. "Udah lama?"
Rayka mengangguk, "lumayan."
"Karena Za udah dateng, mending kita mulai aja diskusinya." Innara menatap tajam ke arah Rayka, dia mengeluarkan sebuah memory card. "Ini Mas Rayka, kamu cek sendiri."
Pada akhirnya, Rayka sama sekali tidak bisa membujuk Innara. Wanita itu sama sekali tidak mau mendengarkan penjelasan apapun darinya. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan pertemuan bertiga. Innara hanya berharap kalau masalah ini akan cepat selesai. Begitu pula Rayka. Dia tidak menginginkan wanita lain selain Innara. Meski itu Azanie sekalipun, teman masa kecilnya yang sudah tumbuh bersama sampai sekarang.
"Ini...."
"Itu aku yang kasih." Azanie mengangkat tangannya, wajahnya tertunduk dan wanita itu sama sekali tidak bisa menatap Innara. "Maaf, aku terpaksa Ray." Ia beralih menatap Rayka.
Pria itu mendengkus. Dia tahu kalau Azanie sengaja melakukannya. Rayka sudah mengenal Azanie sejak kecil. Dan meskipun dia tahu kalau Azanie menyukainya, selama ini rayka hanya menganggap wanita itu sebagai teman, tak lebih.
"Innara, aku minta maaf karena sudah merusak moment paling membahagiakan dalam hidup kalian. Andai aja nggak ada anak ini..." Azanie mengelus perutnya yang masih rata. "Kalau aja anak ini nggak ada, aku pasti akan melepaskan kalian berdua ke pelaminan. Tapi ..."
"Cukup Za, kamu jangan memutar balik fakta, seolah semua ini hanya salahku aja." Rayka mengepalkan tangannya. "Aku nggak ingat kalau kita melakukannya. Kamu menjebak aku, Azanie!"
"Aku nggak menjebak kamu, Rayka. Malam itu aku juga mabuk. Aku nggak sadar. Kamu pikir perempuan mana yang bisa menyerahkan tubuhnya sembarangan?" Azanie menangis. "Aku juga nggak mau merusak kebahagiaan kamu."
"Tapi dengan kamu melakukan ini, semuanya sudah kamu rusak, Azanie." Rayka mengerang frustrasi. "Kamu bilang itu open relationship atau apa lah! Kalau memang sesuai yang kamu katakan, berarti seharusnya kamu tanggung semua itu dan nggak merusak kebahagiaanku dengan Innara!"
"Mas Rayka!" Innara yang sejak tadi hanya mengamati saja akhirnya angkat bicara. "Gimana bisa kamu bilang begitu ke Za? Kamu yang melakukan, kamu menidurinya dan sekarang dia hamil, gimana bisa kamu nyuruh Azanie untuk menanggung semuanya sendiri?"
Azanie terdiam, dia melihat respon yang diberikan oleh Rayka dan Innara. Wanita itu menelisik, diam – diam memperhitungkan langkah selanjutnya. Meski tak pernah menganggap kalau Innara adalah temannya, tapi saat ini Rayka masih mencintai Innara. Itu akan jadi hal yang tidak menguntungkan kalau Rayka tahu fakta bahwa selama ini Azanie membenci Innara.
"Nara, aku nggak salah, Sayang. Ini semua kecelakaan. Aku sama sekali nggak ada hubungan apapun sama Azanie." Rayka mencoba membujuk. "Azanie waktu itu bilang untuk melupakan semuanya. Dia bilang dia nggak apa – apa, Nara. Tolong jangan batalkan pernikahan kita."
Innara terdiam, sementara Azanie memperhatikan keadaan.
"Kamu egois, Mas. Apapun alasan kamu, anak yang ada di dalam kandungan Za itu anak kamu." Innara menarik napas, suaranya bergetar. "Pernikahannya nggak akan batal. Tapi kamu harus tetap menikahi Azanie. Kamu harus bertanggung jawab, Mas."
Kening Rayka dan Azanie mengerut seketika. Itu adalah jawaban yang ambigu dari Innara.
"Kamu mau aku menikahi Azanie sebagai istri kedua?" Rayka memperjelas maksud yang ditangkap dari ucapan Innara.
Azanie menggeleng keras. Aku nggak mau berbagi Innara! Rayka itu sejak awal milikku. Aku nggak rela jadi istri kedua!
"Nggak, Nara ... aku nggak bisa melakukan itu. Gimana bisa aku jadi madu kamu?" Azanie berucap lirih, dia menahan diri untuk tidak menunjuk kepala Innara yang baginya t***l dan naif.
"Aku nggak bilang kamu akan jadi istri kedua Mas Rayka, Azanie." Innara akhirnya menjelaskan. "Pernikahannya nggak akan batal, karena pada akhirnya Mas Rayka akan tetap menikah, kan?"
"Maksud kamu?" Rayka menelisik curiga.
"Pernikahan kita persiapannya udah sempurna, Mas. Teman dan kerabat kita saling kenal karena kita juga selalu bareng dari dulu sampai saat ini. Perubahan kecil nggak akan berarti apa – apa." Innara sudah memutuskan. "Azanie akan menggantikan aku sebagai mempelai wanitanya."
"Apa?!" Rayka menatap tak percaya pad Innara. Matanya terbelalak sempurna. "Kamu bilang apa?"
"Aku nggak akan membatalkan pernikahan kita, Mas. Itu udah menelan banyak biaya. Banyak vendor yang udah di kasih DP juga." Inna memperjelas maksudnya. "Mas akan menikahi Azanie sebagai gantinya."
"Tapi aku nggak mau menikahi dia, Nara. Aku cuma cinta sama kamu!" Rayka menyugar rambutnya frustrasi.
Azanie menatap sendu, "Rayka benar, Ra. Aku nggak mau jadi perusak hubungan kalian."
"Terus kamu mau aku gimana, Mas? Kamu lebih suka aku marah ke Azanie dan nyuruh – nyuruh dia aborsi?" Innara tampak lelah. "Udahlah, lebih baik aku yang ngalah. Aku akan bilang ke Mama dan bantu jelasin ke orang tuamu juga." Innara beranjak pergi dari sana.
Rayka tak sempat mengejarnya. "Innara, tunggu! Innara!"