Anika luruh ke bawah setelah mendengar pernyataan dari suaminya, dia tidak menyangka kalau suaminya bertindak sampai sejauh ini dan bahkan tanpa izinnya.
Sekarang Anika sedang terduduk lemas di sofa dengan napas yang memburu tidak karuan, matanya berkaca-kaca menahan tangis dari luka yang dibuat Davin.
"Anika, kamu tidak apa-apa?" tanya Davin khawatir melihat Anika sesak napas.
Bukannya jawaban yang Davin dapat, melainkan satu tamparan kuat melayang menyapa pipinya. Anika belum merasa puas setelah satu tamparan yang dia layangkan, dia menampar lagi Davin dengan sekuat tenaganya.
"Maaf ...." Hanya itu yang mampu Davin ucapkan.
Dia tidak marah ketika Anika menamparnya dua kali, Davin merasa pantas mendapatkannya karena dia menikahi wanita yang dulu menjadi kakak iparnya dan sekarang berstatus sebagai istri kedua.
Sedangkan Yunita hanya mampu menunduk, entah merasa malu atau bersalah, dia tidak bisa membela Davin karena akan menambahkan masalah nantinya
"Untuk apa kamu membawaku kembali kalau kamu melakukan ini padaku?!" teriak Anika.
"Maafkan aku, tapi aku tidak bisa hidup berjauhan denganmu, aku ingin kita terus bersama. Aku tidak bisa memilih antara Ibu dan dirimu, maafkan aku."
Davin berlutut menggapai kedua tangan istrinya, membenamkan kepalanya di paha istrinya dengan sebuah rasa bersalah yang cukup besar.
"Anika, aku akan berlaku adil. Maafkan aku untuk yang ini, kita jalani kehidupan baru kita, aku mohon padamu untuk tetap di sini bersamaku," pinta Davin dengan tangisannya.
"Berlaku adil? Rupanya kamu memang berniat untuk beristri dua dari dulu dan kau bernafsu dengan wanita yang tadinya adalah kakak iparmu, kau benar-benar binatang!" pekik Anika.
Anika menepis tangan Davin yang tengah memegangi tangannya, tapi Davin menggapai lagi tangan Anika, dengan mata yang sudah sangat merah dia menatap lekat Anika.
"Tidak, Anika. Rasa sayangku padamu dan padanya berbeda, aku menyayangimu sebagai seorang istri dan aku hanya menganggapnya sebagai saudaraku," jelas Davin.
Memang benar selama ini Davin tidak melebihkan perasaannya pada Yunita, perasaannya tetap milik istrinya dan untuk Yunita hanya sebuah rasa kasih sayang terhadap saudara dan tidak lebih.
Davin melakukan ini hanya karena terpaksa oleh ibunya yang terus menyuruhnya menikahi Yunita.
"Tapi kamu menikahinya! Mana ada saudara yang menikah!" teriak Anika lebih lantang lagi.
"Anika, percayalah padaku. Aku hanya menuruti mau Ibu, tidak lebih dari itu." Davin berusaha menjelaskan yang terjadi sekarang.
"Kamu menikahinya! Kamu menikahinya tanpa seizinku! Untuk apa kamu membawaku ke sini jika kamu melakukan ini?! Untuk memperlihatkan kemesraan kalian dan menyakitiku!" tuduh Anika.
Anika sangat emosi melihat suaminya yang dianggapnya berkilah ingin benar sendiri, ditambah kakak iparnya yang diam saja menunduk dari tadi.
"Anika, maafkan aku. Aku sama sekali tidak bermaksud begitu, aku hanya menuruti kemauan ibu. Aku yakin kita bisa melewati ini bersama, bersabarlah sebentar saja, aku mohon, Anika."
"Kamu menyuruhku bersabar dengan kehadiran orang baru di antara kita? Kamu menyuruhku untuk terbiasa menahan rasa sakit hatiku?!"
Anika tidak tahan lagi menahan air mata di pelupuk, sudah terlalu penuh di matanya sampai tumpah melintasi pipinya.
"Kenapa kamu tidak ceraikan aku saja?" lanjut Anika.
"Aku mana bisa hidup tanpamu, Anika. Aku sangat mencintaimu, kita menikah karena saling mencintai, aku tidak pernah berpikiran untuk melepaskanmu." Davin semakin memeluk Anika.
Tidak ada yang lebih menyakitkan dari penderitaan yang Anika alami saat ini, dia sedang hamil dan suaminya menikah lagi tanpa seizinnya.
"Anika ... Davin sama sekali tidak berniat memadu dirimu, dia hanya mematuhi perintah ibunya." Kali ini giliran Yunita yang bicara.
Terdengar keraguan di dalam nada bicaranya, tapi Yunita berusaha meyakinkan Anika tentang perbuatan mereka yang menikah tanpa seizinnya.
Anika menepis kasar pelukan Davin dan Anika beranjak dari duduknya berjalan melangkahkan kakinya ke hadapan Yunita. Anika memandangi wanita yang kini sudah menjadi istri kedua suaminya dengan tatapan nanar.
"Apa kamu berhak bicara sekarang? Pasti sekarang kamu senang karena sudah menikah dengan Davin, sekarang kau jadi merasa berhak atas dirinya, padahal dulu kamu hanya bisa menatapnya dengan penuh cinta!" sindir Anika.
Yunita terkesiap mendengar sindiran Anika, padahal dulu Anika adalah wanita baik dan sungkan terhadapnya, tapi sekarang dia mendapat sindiran dari Anika.
"Anika!" tegur Davin.
Anika berbalik menatap nyalang suaminya dengan mata yang basah dibingkai bulu mata lentik.
"Apa?! Sekarang kamu mau membela istri keduamu ini?!" teriak Anika.
Davin diam, dia tidak tahu bagaimana caranya untuk menjelaskan ke Anika tentang semua yang telah terjadi, Davin takut menyakiti Anika lebih dalam lagi.
"Kalian bahkan sangat cocok! Kenapa kalian tidak menikah dari awal saja? Kenapa harus mengorbankan perasaanku?!" Lagi-lagi Anika memberi sindiran yang sangat menusuk ke hari mereka berdua.
Yunita merasa tersentil dengan sindiran dari Anika, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena hasilnya akan sama saja mengajak bicara Anika yang sedang marah.
"Bisakah kita berdamai dan hidup rukun, Anika? Aku benar-benar menginginkan hal itu ...," lirih Davin.
Justru Anika malah memandang Davin lebih nyalang lagi, raut wajahnya makin terluka dan napasnya makin memburu sangat emosi.
"Tidak ...! Aku tidak bisa! Aku akan bahagia jika hubungan yang kita jalani normal. Hubungan yang di dalamnya ada tiga orang bagiku terlalu ramai dan tidak normal, akan ada orang yang tersisihkan, yaitu aku!" tekan Anika.
Anika menjelaskan betapa menjijikannya pernikahan yang dia bangun dengan Davin, baginya pernikahan sudah dikotori oleh suaminya dan juga berikut kenangan di dalam hubungan pernikahannya selama ini.
"Anika—"
Tidak sempat Davin menyelesaikan kalimatnya, Anika sudah memberi tamparan untuk ke tiga kalinya saat ini, rasanya masih belum puas dan tidak setimpal dengan rasa sakit hatinya.
"Anika! Kamu keterlaluan, kamu menampar suami kita berkali-kali," terus Yunita.
Bukannya menyesal Anika malah terkekeh geli sambil menangis seperti orang gila.
"Suami kita? Astaga ... bukan tebakanku saja ternyata kamu memang menargetkan Davin setelah kematian suamimu, ya?" sindir Anika.
Davin memberi isyarat pada Yunita agar jangan ikut campur pertengkarannya dengan Yunita, tapi rasanya Yunita kali ini tidak ingin diam saja.
"Ibu yang menyuruh kami menikah!" kilah Yunita.
"Kamu bisa menolaknya jika kau tidak mau, tapi kamu mau makanya kamu tidak ingin menolak kesempatan ini, kamu merindukan belaian suamimu, tapi pada suami orang!"
Tidak ada hentinya Anika menyindir Yunita, baginya ini masih belum cukup. Rasa sakit hatinya belum terbayar, ketika Yunita melangkah maju, Davin memberi isyarat agar tetap di titiknya berdiri dan jangan mencoba menyentuh Anika, padahal Yunita sudah ingin menampar Anika.
"Bunda ...!" teriak Yudha yang baru saja bangun tidur keluar kamarnya.
Anika berniat menghentikan amarahnya karena tidak mungkin dia marah-marah di depan anak sambungnya. Yudha berlari memeluk kaki Anika dengan bergelayut manja.
Disusul anak-anak Yunita keluar kamar dengan wajah khas orang baru bangun tidur, Nita dan Hafiz. Hal sederhana yang membuat Anika makin muak.
Anika makin tidak bisa menyalurkan amarahnya, walaupun dia jadi ikut sedikit membenci anak-anak Yunita yang tidak bersalah, tapi dia mencoba menahannya.
"Tante sudah pulang? Boleh buatkan aku dan adik sarapan? Aku suka sekali masakan Tante," ujar Nita yang masih berumur tujuh tahun.
"Nita, jangan seperti itu, tidak sopan," tegur Davin.
"Maaf, Nita hanya anak kecil, dia tidak tahu apa-apa dan tidak ada maksud buruk," bela Yunita.
Anika tersenyum dengan tatapan nyalangnya pada anak kecil berusia tujuh tahun itu.
"Nita, ini rumah Tante dan Tante bukan pembantu yang bisa kamu suruh seenaknya, jaga sikapmu ketika tinggal di sini, ya." Anika berusaha menyunggingkan senyuman manisnya.
Baru saja Yunita ingin membela putrinya, Davin sudah memperingati untuk tetap diam dengan tatapan matanya, dia jadi kesal sendiri karena itu.
"Memangnya tidak boleh kalau Tante membuatkanku makanan?" tanya Nita dengan wajah polosnya.
Sebenarnya Davin ingin sekali menutup mulut Nita dan membawa Anika pergi dari hadapan semua, tapi dia sangat tidak berani jika menambah kemarahan Anika.
"Tidak, suruh ibumu buatkan!" ketus Anika yang sudah habis kesabarannya
"Ibu tidak bisa memasak, bagaimana bisa membuatkan kami sarapan," balas Nita dengan wajah merengutnya.
"Kalau begitu suruh ibumu belajar agar tidak menyusahkan orang dalam merawat anak-anaknya, Tante tidak mau karena Tante sedang hamil dan gampang lelah, sedangkan ibumu sedang dalam keadaan baik dan tidak punya kesibukan," ucap Anika dengan sindirannya ke Yunita yang tidak bisa memasak.
Anika berbalik menyeret kopernya menuju kamar tempatnya tidur bersama Davin selama bertahun-tahun. Davin melihat punggung Anika yang menjauh kemudian tertutup pintu.
Dia menunduk sambil mengusap pipinya yang lumayan sakit, tapi sedetik kemudian niat mendengar teriakan Anika berupa umpatan, segera dia membuka pintunya untuk melihat apa yang yang terjadi.
Davin melihat Anika dengan wajah kecewanya sedang memegang lingerie merah yang tipis di kamar yang menjadi tempat mereka beberapa tahun.
"Ternyata kalian tidak bisa menunda malam pertama kalian, ya? Kalian juga melakukan itu di tempat ini," ucap Anika.