Anika terpaksa membersihkan rumah seorang diri dan masak banyak makanan karena Yunita sama sekali tidak bisa melakukan itu, Yunita hanya berdiam diri dari tadi menatap Anika yang tengah sibuk dibantu Davin.
Melihat Davin dan Anika menyelesaikan pekerjaan rumah bersama membuat Yunita merasa terabaikan karena dia seorang diri menatap kedekatan mereka berdua.
"Biarku bantu." Davin buru-buru mengambil alih pekerjaan Anika, dia menuang banyak makanan yang telah Anika masa ke dalam wadah.
Semua pekerjaan telah Anika dan Davin selesaikan berdua saja, tidak ada campur tangan sedikitpun dari Yunita. Tepat kedatangan Ratna sudah menekan bel pertanda dia sudah berada di depan pintu.
Davin berjalan berniat membukakan pintu untuk ibunya, sedangkan Anika dan Yunita memanggil masing-masing anaknya di dalam kamar.
Yunita sudah lebih dulu duduk di meja makan dan Davin datang bersama ibunya juga ikut duduk di meja makan, terakhir Anika datang bersama Yudha.
Suasana di meja makan ini sangat tidak mengenakkan karena begitu canggung, apalagi Davin yang merasa mendapat tekanan dari tiga wanita di meja makan ini.
"Apa begitu sikapmu menyambut mertua? Kamu datang terakhir?" sindir Ratna pada Anika yang datang terakhir.
Baru saja dia mendudukkan dirinya di kursi, tapi ibu mertuanya sudah menyambutnya dengan begitu ke sini, Anika juga membalas tatapan ibu mertuanya tidak kalah sinis.
"Apa ...?"
"Bu, tadi Anika sedang memanggil Yudha," bela Davin untuk istrinya.
Ratna berdecih kesal, sedangkan Anika mengepal tangannya di kedua sisi di bawah meja, dia benar-benar kesal ibu mertuanya sama sekali tidak menghargai usahanya dalam menyambutnya.
Padahal Anika sudah bersusah payah membersihkan rumah dan memasak banyak makanan di saat dirinya sedang hamil, walaupun hal itu sedikit dibantu Davin.
Yunita dengan inisiatif menuangkan makanan ke piring ibu mertuanya, dia berusaha untuk terlihat menjadi menantu yang baik bagi Ratna dan Ratna yang mendapat perlakuan Yunita seperti itu tersenyum simpul.
"Terima kasih, Nak," ucap Ratna pada Yunita.
Setelah menuang makanan ke piring Ratna, Yunita duduk kembali di posisinya, sedangkan Anika menganggap perlakuan Yunita sebagai bentuk cari perhatiannya terhadap ibu mertua mereka.
Anika mendengar ibu mertuanya menghela napas berat, kemudian tatapannya beralih pada Anika yang tengah sibuk menuangkan makanan untuk Yudha dan Davin.
"Harusnya kamu belajar banyak pada Yunita, An."
Gerakan tangan Anika terhenti mendengar Ibu mertuanya bicara seperti itu padanya, kemudian tatapannya nyalang menatap Ratna di sana yang terduduk tenang sehabis mengatakan itu tanpa dosa.
"Belajar tentang apa?" tanya Anika masa akan menyindir kalau Yunita tidak bisa apa-apa.
"Tentu saja semuanya, dia lebih unggul semuanya darimu, kamu harus mencontohnya," ujar Ratna tanpa perasaan.
"Ibu!" tegur Davin.
Davin sudah pasti tahu kalau akan ada perdebatan di meja makan karena ibunya datang, tapi Davin tidak menyangka kalau ibunya akan menyerang istrinya dengan cara seperti itu.
"Yunita lebih dewasa dan pandai mengatur kelakuannya, dia lebih lembut, juga penurut. Apalagi dia bisa membagi waktunya antara urusan rumah dan urusan pekerjaan, sedangkan kamu tidak seperti itu."
Ratna tidak mengindahkan teguran dari Davin dan terus melanjutkan apa yang ingin dia sampaikan terhadap Anika, tentu saja Anika tidak bisa menerimanya jika dibandingkan dengan Yunita.
"Terlebih lagi Yunita tahu etika ketika mertuanya datang, dia tahu cara menyambut, melayani dan memperlakukan mertua dengan baik, tidak sepertimu," lanjut Ratna.
Anika makin geram dengan perlakuan ibu mertuanya yang dinilai pilih kasih, tentu saja dia kesal karena sudah kelelahan menyiapkan semua ini untuk kedatangan ibu mertuanya, tapi yang dipuji malah Yunita yang tidak melakukan apa pun dan memojokkan dirinya.
"Apa aku tidak salah mendengar Ibu mengatakan itu?" tanya Anika dengan kekehan.
Davin memejamkan matanya, dia tidak bisa membela siapa pun di sini, jika dia membela Anika, dia takut pada ibunya dan jika dia membela ibunya, dia takut pada Anika.
"Tentu saja, aku mengatakan ini sebagai ibu mertuamu dan aku ingin kau menjadi lebih baik lagi, kamu harus mencontoh Yunita," ucap Ratna menegaskan lagi.
"Apa yang bisa aku contoh darinya? Tentang bagaimana dia tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah dan memasak? Bahkan makanan yang berada di hadapan Ibu sekarang aku yang memasak semuanya, sedangkan dia hanya diam saja melihatku memasak, ketika Ibu datang barulah dia melayani Ibu bersikap seakan dia yang memasak semua ini, Ibu tidak mungkin tidak tahu selama Ibu tinggal bersama dia," sindir Anika.
Sindiran Anika tepat sasaran menembus ke hati mereka berdua, hanya dalam sekali serangan dia bisa melukai hati dua wanita di hadapannya, seperti yang ibu mertuanya lakukan padanya, Anika juga tidak peduli pada perasaannya.
"Kenapa kamu mengatakan itu? Jangan-jangan selama dia di sini kamu bersikap tidak sopan padanya?" tuduh Ratna.
"Memangnya aku harus bersikap bagaimana? Meratukannya di sini? Aku tidak peduli pada kehadirannya dan hanya menganggapnya angin saja, aku sama sekali tidak bersikap tidak sopan dan tidak bersikap sopan, aku hanya tidak menganggapnya saja," jelas Anika pada apa yang dia lakukan selama ini.
Perkataan dari Anika tentu saja menyulut amarah Ratna, karena Ratna yang menyuruh Davin untuk menikahi Yunita, tentu saja Ratna juga ingin Yunita diperlakukan dengan baik di rumah Davin.
"Lihat sikapmu itu! Makanya aku mengatakan kalau kamu harus mencontoh sikap Yunita, dia bisa berperan menjadi ibu yang baik dan istri yang baik juga, dia juga bekerja, itulah hal yang tidak kamu miliki." Lagi-lagi Ratna mencari cara untuk menjatuhkan Anika dan menaikkan menantu kesayangannya.
"Tidak ada yang perlu aku contoh darinya, dia bukan ibu yang baik karena dia membela anaknya yang bersalah, dia juga bukan istri yang baik karena dia tidak mengerjakan pekerjaan rumah sama sekali dan hanya mengatakan hal-hal lembut saja pada Davin, dia juga bukan pekerja yang baik, tidak mungkin Ibu tidak tahu soal itu," sindir Anika.
Anika juga tidak kehilangan cara untuk membalikan semua perkataan ibu mertuanya, dia tidak sudi ketika dirinya dipaksa mencontoh Yunita yang tidak bisa melakukan apa pun dengan benar.
Anika juga sangat membenci perlakuan ibu mertuanya terhadapnya, hanya dengan Yunita yang menuangkan makanan di piringnya, Ratna sampai buta kalau Anika yang menyiapkan semua ini.
"Apa maksudmu dengan mengatakan itu? Tentu saja dia bekerja dengan baik, tidak mungkin dia bekerja asal-asalan," bela Ratna pada Yunita.
Davin menarik napasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan, dia mencoba berpikir bagaimana caranya untuk menghentikan Anika dan ibunya.
"Sudahlah, lebih baik kita sekarang makan, bukankah sudah waktunya makan malam?" Davin mencoba mengalihkan situasi yang tegang dan mencoba menggantinya dengan suasana makan malam yang seharusnya.
Tapi sepertinya Anika masih belum puas dan belum mengatakan semuanya yang dia simpan di hatinya, rasa gondoknya terhadap Ratna dan juga Yunita masih tersimpan begitu rapat belum dia keluarkan sama sekali.
"Sudah jadi rahasia umum kalau Yunita tidak bisa apa-apa di kantor, Bu. Bahkan tugasnya hanya membuatkan kopi dan merapikan berkas, itu semua karena dia tidak bisa menangkap apa pun yang diajarkan Davin padanya, bahkan waktu meeting pertamanya pun dia mengacaukan semuanya dengan ternganga saja," jelas Anika dengan penuh penekanan.
Dia cukup puas membeberkan semuanya pada ibu mertuanya yang membanggakan Yunita, Anika bisa melihat ekspresi kelabakan dari Yunita karena semua perkataannya tepat sasaran.
"Jangan seenaknya mengatakan sesuatu, kamu tidak tahu apa-apa, Anika!" tegur Ratna.
Anika tersenyum puas bisa menyulut amarah ibu mertuanya, Anika juga tahu kalau dengan perkataannya saja tidak bisa membuka mata ibu mertuanya yang sudah buta karena amanah dari anak pertamanya.
"Jangan salahkan aku, Bu. Salahkan saja orang-orang yang melihat Yunita melakukan itu atau jika perlu Ibu bisa minta Davin untuk memecat mereka semua." Sekarang Anika menyeret nama Davin dalam perdebatan mereka.
Davin diam saja tidak membenarkan atau menyalahkan perkataan Anika, karena yang Anika katakan itu benar, sampai sekarang Yunita belum bisa apa-apa padahal dia sudah berusaha keras mengajarkanmu, maka dari itu Davin memberikan pekerjaan yang mudah merapikan berkas, terkadang Yunita berinisiatif membuatkannya kopi dan sekarang menjadi kebiasaannya.
"Jangan bersikap seperti kamu tahu segalanya, Anika. Davin tidak pernah mengatakan apa pun mengenai hal itu pada Ibu, dirimu tidak bekerja sama sekali, jadi kamu tidak tahu apa-apa dengan dunia kerja!" Lagi-lagi Ratna terus saja membela Yunita.
"Davin tidak mengatakan itu karena dia tidak mau Ibu kecewa pada menantu kesayangan Ibu, takutnya Ibu sakit lagi karena mengetahui menantu Ibu tidak bisa apa-apa, sedangkan Ibu sudah membanggakannya ini dan itu," balas Anika.
Pertempuran ini dimenangkan oleh Anika, dia bisa melihat wajah mertuanya yang geram dan memerah karena menahan amarah yang sudah berada di ubun-ubun.
"Sudah aku bilang kamu tidak bekerja, Anika. Jadi kamu tidak tahu apa-apa dan sebaiknya kamu diam saja!" ucap Ratna sedikit berteriak.
"Jadi Ibu meremehkanku karena aku tidak bekerja? Baiklah, besok aku akan mencari pekerjaan dan bilang pada menantu Ibu, dia harus mengerjakan pekerjaan rumah dan jangan bersikap selayaknya orang tidak tahu diri yang hanya tahu makan dan tidur saja di sini," sindir Anika beralih menatap Yunita yang dari tadi menunduk.
Davin membulatkan matanya mendengar perkataan dari istrinya barusan, Davin sangat tahu sikap Anika yang tidak akan main-main dengan ucapannya.
"Tidak, An. Jangan anggap perkataan Ibu serius, bekerja apanya? Pekerjaanmu di sini sudah sangat melelahkan dan banyak, kamu juga sedang hamil, aku tidak mengizinkanmu, siapa yang akan mengurus anak-anak nanti jika kamu bekerja?" sanggah Davin pada ucapan istrinya.
"Ayolah, Vin. Kamu menganggapku sebagai pengasuh anak-anak Yunita? Sedangkan wanita itu hanya pergi ke kantor untuk merapikan berkas dan membuatkanmu kopi, aku tidak mau! Jika aku lelah, maka orang yang tinggal di rumah ini harus juga merasa lelah!" tandas Anika untuk kesekian kali.
Anika langsung menaruh peralatan makannya dan tidak jadi melanjutkan makan, dia beranjak dari duduknya meninggalkan mereka semua menuju arah kamar. Davin juga ikut beranjak dari duduknya ingin mengejar Anika, tapi dirinya ditahan oleh Ratna.
"Biarkan saja dia, Vin. Biar dia malu dengan perkataannya sendiri, memangnya ada perusahaan yang mau menerima orang hamil bekerja, apalagi sepanjang hidupnya dia tidak pernah bekerja," ujar Ratna.
"Bu, Anika menyiapkan semua ini untuk kedatangan Ibu, tapi Ibu malah mengatakan sesuatu yang menyakiti hatinya dan membandingkannya dengan Yunita. Anika sudah seharian belum istirahat karena membersihkan rumah juga mau masak semua makanan ini, dia sendirian yang melakukannya, Bu!"
Perkataan dari Davin membuat Yunita merenggut seakan membenarkan perkataan Anika barusan, kalau memang dirinya tidak membantu Anika sama sekali dan hanya dia menatap saja.
"Memangnya kenapa? Yang Ibu katakan benar, Vin!" kilah Ratna.
"Yang Ibu katakan sama sekali tidak benar, Bu. Anika tidak perlu mencontoh siapa pun, dia sudah menjadi pribadi yang baik bahkan sangat sempurna. Dia menjadi ibu untuk anakku dengan baik, padahal Yudha bukan darah dagingnya sendiri. Dia juga menjadi istri yang baik selama ini dan berusaha selalu mengerti diriku, serta dia sudah menjadi menantu yang baik, tapi Ibu lah yang selalu mendorongnya jauh dan selalu memandangnya dengan negatif."
Davin beralih menatap Yunita yang menunduk diam saja, kemudian dia langsung mengejar istrinya ke kamar berusaha membujuk Anika.
"Davin sampai seperti itu membela Anika, padahal dia sudah menjelekkanku di hadapan Ibu," batin Yunita.