Davin membuka pintunya perlahan menampakkan Yunita dan Hafiz yang sudah berada di depan pintu, Anika juga melihat mereka yang datang ke depan kamarnya, tapi dia bersikap tidak peduli dan terus mengoles luka dari pelipis Yudha.
"Aku ingin bicara dengan Anika," ucap Yunita.
Anika yang mendengarnya jadi semakin kesal karena kedatangan Yunita, dia menyelesaikan aktivitasnya dulu mengobati Yudha, kemudian dia beranjak dari duduknya melangkahkan kaki keluar untuk menemui Yunita.
Anika bisa melihat Yunita datang dengan Hafiz yang membawa keripik buah di tangannya, pandangannya bengis dan nyalang menatap ke arah mereka berdua.
"Aku minta maaf atas kelakuan Hafiz yang mendorong Yudha," ucap Anika sambil menunduk.
Anika tidak menjawabnya dulu dia seakan menusuk Yunita dengan tatapannya yang begitu tajam, tatapan tidak sukanya sangat terlihat jelas, apalagi Hafiz juga sudah berkaca-kaca karena tatapan Anika.
"Bukankah tadi kamu membelanya? Kenapa sekarang jadi meminta maaf begini?!" tekan Anika.
Yunita mendongakan kepalanya beralih menatap Davin seakan meminta pembelaan terhadapnya, tapi Davin juga menunduk tidak ingin menyulut amarah dari Anika yang sudah di ubun-ubun.
Davin melakukan itu karena dia tadi mengatakan akan menasehati Yunita dan Hafiz, tapi ternyata mereka datang lebih dulu seakan menyerahkan diri sebelum Davin mengatakan hal itu.
"Maafkan aku, sangat panik tadi dan aku juga merasakan tidak enak karena perkataanmu sebelumnya, tanpa sadar aku membela kelakuan putraku yang sebenarnya salah," jelas Yunita.
Tapi sayangnya bagi Anika itu adalah pembelaan terhadap sikapnya yang membela putranya tadi, bukan penjelasan terhadap dirinya yang menyesal akibat membela putranya.
Anika tidak berniat untuk memperpanjang masalahnya sama sekali, tapi dia masih sangat kesal karena perkataan Yunita tadi seakan membenarkan dirinya yang membela Hafiz, seakan semua kesalahan Hafiz dan Yunita berasal dari dirinya yang membuat Yunita kesal.
"Perkataanku sebelumnya tidak ada hubungannya dengan ini!" tandas Anika.
"Aku tahu, maafkan aku. Aku sudah menasehati Hafiz dan menyuruhnya mengembalikan apa yang dia rampas dari Yudha," balas Yunita.
Yunita mengambil keripik buah yang digenggam putranya, kemudian menyodorkan pada Anika memberikan apa yang seharusnya menjadi milik Anika.
"Ambilah, aku dan Yudha sudah tidak memerlukan itu lagi, masalahnya bukan makanan, tapi kelakuan putramu dan dirimu yang membelanya! Setelah ini perhatikan sikap anak-anakmu!" tandas Anika lagi.
Yunita merasa malu karena Anika tidak segera mengambil keripik buah yang telah dia sodorkan, matanya beralih lagi menatap Davin dan untuk kesekian kalinya Yunita menatap Davin penuh permohonan minta dibela.
"Aku sudah mengakui kesalahanku dan sudah meminta maaf, jadi di mana lagi salahku, jangan mencoba memperpanjang masalah disaat aku sudah merendahkan harga diriku untuk memohon maaf padamu, Anika."
Tatapan mata Yunita berubah menjadi tidak teduh lagi, sekarang dia menatap Anika dengan kesal. Tadinya Anika ingin membiarkan masalah ini, tapi dia menganggap kalau Yunita lah yang memperpanjang masalah.
"Apa kamu tidak dengar tadi aku mengatakan apa? Aku sudah tidak memperpanjang masalah lagi, kamulah yang bersikap seperti itu sekarang?! Kamu ingin memulai pertengkaran ini lagi?! Berharap Davin membelamu karena kamu sudah minta maaf!" tuduh Anika.
Yunita ingin sekali melempar keripik buah itu ke wajah Anika, tapi dia tengah ditatap Davin yang juga berada di sana, dia jadi tidak bisa berlaku semaunya.
"Aku tidak begitu! Aku hanya ingin minta maaf dan menyelesaikan masalah yang tadi," kilah Yunita.
"Kamu tuli? Aku bilang ambil karena aku tidak memerlukannya lagi, jadi tidak perlu berlaku selayaknya korban karena kamu bukan korban di sini, yang jadi korban di sini adalah Yudha dan pelakunya adalah putramu! Sampai di situ seharusnya kamu mengerti jadi lebih baik kamu diam dan pergi dari hadapanku ...!" ucap Anika.
Hafiz mulai menangis karena bentakan Anika terhadap ibunya, Yunita memeluk putranya yang menangis menyembunyikan wajah Hafiz ke pinggangnya, lagi-lagi Yunita menatap ke arah Davin dengan wajah mengibanya.
Davin tidak tega melihat Hafiz yang menangis, dia memegang kedua bahu Anika mencoba menenangkan amarah istrinya, Davin merangkul Anika dari belakang untuk menariknya selangkah mundur.
"Sayang, sudahlah hentikan, Hafiz sudah menangis, biar aku yang menasehatinya nanti, aku akan menjalankan perkataanku tadi," bisik Davin.
Yunita yang juga mendengarkan bisikan Davin untuk Anika merasa sangat kecewa terhadap perlakuan Davin, padahal dia ke sini untuk mencoba meminta maaf dan menjelaskan semuanya, dia ke sini juga untuk berniat agar hubungannya dan Davin tidak menjauh.
"Urus gundikmu itu agar tidak menganggu hidupku dan Yudha, aku akan bersabar sampai sekarang dan batas kesabaranku mulai detik ini, selanjutnya aku tidak akan bersabar lagi!"
Anika menutup pintunya dengan begitu kuat membiarkan Davin dan Yunita berada di sana berdua, dia tidak peduli dan dia juga tidak merasa cemburu lagi jika meninggalkan Davin bersama Yunita.
"Aku benar-benar minta maaf, Vin. Tadi aku reflek membela putraku karena panik," ujar Yunita mencoba memulai pembicaraan pada Davin.
Davin langsung berjongkok menyamakan tingginya dengan Hafiz, kemudian Davin membalikan Hafiz agar menatap matanya, terlihat wajah yang basah karena air mata dana napas sendat-sendat.
"Hafiz ... jangan merebut barang yang bukan milikmu lagi, itu salah dan jangan melakukan kekerasan karena itu akan melukai orang lain," nasehat Davin.
"Iya, Ayah ...," balas hafiz di sela tangisnya.
Yunita menggenggam tangannya di kedua sisi melihat Davin yang menasehati putranya, rasanya tidak cukup hanya dengan maaf saja sampai Davin harus menasehati Hafiz lagi.
***
Bantingan pintu terdengar begitu kencang sampai Yudha ketakutan mendengarnya. Anika menyadari putra sambungnya yang ketakutan dengan amarahnya, buru-buru dia mengubah ekspresinya.
Anika menghampiri Yudha dan duduk di sampingnya, dia mengarahkan tangannya untuk mengelus pipi Yudha memberikan ketenangan di saat merasa ketakutan.
"Sudah tidak sakit lagi, Nak?" tanya Anika pada Yudha.
Yudha mengangguk pelan, sekarang pelipis Yudha sudah agak membiru akibat tadi, Anika terus membayangkan seberapa sakit yang diderita Yudha, seberapa sakit anak kecil yang harus menanggungnya.
"Hanya sakit sedikit, Bunda. Aku sedikit pusing saja," jawab Yudha.
"Kau tidur di sini malam ini bersama Bunda, biarkan Bunda yang merawatmu di sini," ucap Anika.
Anika sangat takut jika saja nanti ada yang masuk ke kamar putranya entah itu anak-anak Yunita atau bahkan Yunita sendiri, dia tidak mau putra sambungnya tambah terluka karena mereka.
Tiba-tiba Davin masuk ke kamar dengan wajah penuh rasa bersalah, entah pada Anika dan Yudha atau pada Yunita dan anak-anaknya.
"Aku akan mengantar Yudha ke kamarnya," ucap Davin sudah berniat meriah tubuh putranya.
"Tidak! Malam ini dia tidur bersamaku!" ketus Anika.
Davin menghentikan langkahnya mendengar istrinya mengatakan hal itu, dia tidak tahu apa maksud Anika melakukan itu, tapi rasanya dia sangat tidak ingin tidur di luar lagi.
"Tapi dia sudah besar dan aku harus tidur di mana nanti?" tanya Davin.
"Aku tidak peduli, yang jelas Yudha harus tidur di sini agar aku bisa dengan mudah menjaganya!" tandas Anika.
Davin menghela nafasnya lelahnya, kemudian dia keluar menuju ke suatu ruangan tempat di mana dia menyimpan barang-barang. Daniel mengambil segulung tikar yang berada di atas dan membawanya keluar ruangan.
"Vin ... Anika mengusirmu lagi?" tanya Yunita yang tiba-tiba datang.
Davin menundukkan pandangannya kemudian menggeleng, dia berusaha mengurangi kontak mata dengan Yunita karena tidak mau ada salah paham di antaranya dan Anika.
"Tidak, dia hanya ingin tidur bersama Yudha saja," jawab Davin.
"Kamu ingin tidur di sini dengan menggelar tikar? Lebih baik tidur bersamaku saja, tempat tidurku lumayan luas," tawa Yunita.
Davin geleng lagi. "Tidak, aku akan tetap tidur bersama Anika," tolaknya.
"Dengan tidur di bawah?" tanya Yunita ragu.
Dia merasa bersalah karena kelakuan Hafiz, Davin sampai tidur di lantai, Yunita berpikir kalau Anika masih marah ke hafiz dan melampiaskannya ke Davin.
"Iya, tidak masalah." Davin terus menundukkan pandangannya, tidak memandang ke wajah Yunita sedikit pun.
Tapi Davin merasakan bahunya seakan disentuh, dia melihat ke arah bahunya dan benar saja tangan Yunita sudah berada di bahunya.
"Tidur di kamarku saja, nanti kamu sakit jika tidur di lantai," tawar Yunita lagi.
Davin melangkah mundur agar dia terlepas dari sentuhan Yunita. Kemudian mata Davin menangkap Anika di ambang pintu yang sedang melihatnya bersama Yunita, dia jadi takut jika Anika salah paham lagi terhadapnya, Davin melihat Anika dengan wajah datar yang masuk lagi ke dalam kamar dan menutup pintu.
"Tidak, maaf, aku ingin tidur bersama Anika dan akan selamanya kamar yang Anika tempati adalah kamar tempatku tidur!" tegas Davin.
Davin buru-buru masuk ke dalam kamar yang ada Anika dan Yudha sudah merebahkan diri di ranjang, Davin menggelar tikar di samping kasur dan mengambil bantal, mulai merebahkan dirinya.
"Kenapa tidak tidur di kamar istrimu?" sindir Anika.
"Kamu istriku," balas Davin.
Davin tidak ingin ada perdebatan lagi di antara mereka, dia hanya ingin mencoba yang terbaik dengan menengahi mereka semua dan mencoba untuk tidak memihak siapa pun, dia juga sudah melakukan apa yang dia katakan dengan menasehati Hafiz, sesuai perkataannya pada Anika.
"Padahal wanita itu sudah menawarkan diri dengan begitu mesranya," sindir Anika lagi.
Davin menghela napas beratnya, dia tahu tidak akan mudah dengan Anika yang terus merasa tersakiti dengan keberadaan Yunita, tapi dia sendiri tidak bisa membuat Yunita tinggal di rumah yang berbeda karena semua perintah ibunya.
"Sayang ... aku sudah bilang kalau tidak ada rasa apa pun padanya walaupun aku menikahinya, itu semua semata hanya untuk menuruti permintaan Ibu, tidak lebih dari itu, perasaanku hanya bertaut padamu," jelas Davin.
Davin memejamkan matanya berusaha menyelami perasaan orang di sekitarnya, perasaan istrinya, perasaan Yunita dan perasaan ibunya. Sekarang adalah hasil dari perasaan mereka semua dan Davin penuh penekanan dari ketiga pihak.
"Aku tahu, aku akan menyakitimu sepanjang hidupku jika menikahi Yunita, tapi aku berharap kamu bisa terus berada di sampingku karena aku akan terus menjaga perasaanku untukmu selamanya, kamu satu-satunya wanita yang kucintai, tidak ada orang lain selain dirimu," lanjut Davin.
Anika diam, baginya dia sudah berusaha mencoba untuk mengerti,tapi ibu mertuanya lah yang tidak mengerti, dia sudah mengerti waktu dan perhatian Davin harus terbagi dengan Yunita dan anak-anaknya, tapi seakan itu belum cukup bagi ibu mertuanya sampai harus memaksa suaminya menikahi Yunita.
"Aku tidak peduli, aku hanya bertahan untuk Yudha dan anakku, tidak ada hal lain yang membuatku bertahan!" ketus Anika.
"Tidak masalah, terima kasih telah bertahan sejauh ini."