Anika menutup panggilan teleponnya, kemudian menghapus riwayat panggilan dari Bara yang menanyakan kabarnya. Pria yang dulu pernah melamarnya dengan begitu romantis, tapi dia menolaknya hanya karena ingin menerima lamaran dari Davin yang dia cintai.
Perasaan yang benar-benar bimbang ketika mendengar suara Bara dari seberang telepon tadi, sampai sekarang pun Bara masih sangat baik terhadapnya, padahal perkataan Anika yang menolak Bara cukup menyakitkan bagi orang normal dengan mengatakan kalau ada pria lain yang akan melamarnya nanti.
"Sampai sejauh ini pun kamu masih sangat baik, aku harap kamu menemukan jodoh yang sangat baik juga dan bukannya aku, yang telah menolakmu dengan jahat. Aku sama sekali tidak ingin mengambil kesempatan untuk menggunakanmu dan membalas rasa sakit hatiku," gumam Anika.
Anika menaruh ponselnya di meja samping, kemudian mulai memejamkan matanya meresapi semua rasa sakit hatinya akibat perbuatan suaminya.
Rasa sakit hati yang tidak akan pernah terlupakan dan tidak akan pernah terhapus, jika pun sembuh nantinya akan meninggalkan bekas yang akan dia ingat seumur hidupnya.
Seulur sentuhan dari belakang menjalar ke depan merengkuh tubuhnya ke dalam pelukan, Anika langsung membuka matanya menoleh ke belakang, sudah ada suaminya dengan setelan kantor yang memeluknya.
"Maafkan aku," bisik Davin tepat di samping telinga Anika.
Anika berusaha melepaskan tangan Davin yang melingkar di pinggangnya, tapi Davin tidak menginginkan untuk melepas Anika.
"Lepas," ucap Anika pelan.
"Biarkan aku memelukmu, aku ingin memelukmu seharian, sudah lama kita tidak seperti ini," gumam Davin menyandarkan kepalanya di bahu Anika.
Anika diam, dia tidak mengindahkan atau merespon perkataan Davin, walau Davin memeluknya bagaimanapun itu tidak akan membuat hati Anika yang telah hancur menjadi utuh kembali, bahkan debaran yang dulu pernah dirasakan menggebu-gebu, sekarang sudah sangat berkurang.
"Aku mengambil cuti dadakan, aku ingin menghabiskan waktu seharian denganmu tanpa ada yang mengganggu," ucap Davin.
Davin mengira Anika akan tersenyum setelah mendengar perkataannya, tapi Anika hanya diam tidak menampilkan ekspresi apa pun, Davin jadi sangat takut kalau tiba-tiba Anika pergi meninggalkannya dengan pria lain untuk mencari kebahagiaan yang baru.
"Sayang, maafkan aku ...."
Tadinya dia pikir setelah mengambil cuti Anika akan kembali seperti dulu dengan sikap manjanya yang menyambutnya, tapi sekarang tidak lagi membuat dadanya berdenyut nyeri.
Dulu Anika selalu menghargai setiap usaha kecil dan sederhananya untuk menyenangkannya, sekarang Davin merasa tidak dihargai karena Anika sedikitpun tidak peduli dengan apa yang dia lakukan.
"Aku bersalah, maafkan aku." Sekali lagi Davin mengucap maaf pada Anika berharap istrinya bisa memaafkan kesalahannya.
"Aku tidak membutuhkan maafmu," balas Anika dengan nada datarnya.
Davin mencium bahu istrinya, dia tahu kesalahannya sangat fatal dan tidak mudah dimaafkan bahkan mungkin tidak bisa dimaafkan, tapi dia ingin Anika kembali seperti dulu lagi.
"Lalu aku harus apa agar kamu tidak mengabaikanku seperti ini?" tanya Davin.
"Tidak ada karena aku tidak akan kembali seperti dulu!" tandas Anika.
Hatinya sedikit bergetar mendengar pernyataan dari istrinya yang tidak ingin bersikap seperti dulu, sikap yang lemah lembut dan selalu mengerti dirinya dalam keadaan apa pun, selalu tersenyum dan mengatakan kalau semuanya baik-baik saja.
"Anika, aku minta maaf." Davin tidak ingin melepas pelukan dari istrinya.
Karena tujuan dia mengambil cuti adalah untuk mengambil hati Anika kembali, dia tidak mau istrinya terlalu sakit hati karena pernikahan dengan Yunita.
Dia berniat mengobrol seharian dan meluruskan semua masalah sampai istrinya benar-benar merasa lega dan membuang semua kebencian terhadapnya juga terhadap Yunita yang sekarang tinggal di rumah mereka.
"Aku sudah bilang, aku tidak membutuhkan maafmu! Jika pun kamu menceraikannya, aku tetap tidak akan kembali seperti dulu!" ucap Anika penuh penekanan.
"Maaf, tapi aku akan berusaha mendapatkan hatimu kembali agar bisa bersikap seperti dulu," balas Davin.
Anika terkekeh mendengar tekad Davin yang berusaha menyembuhkan hatinya, itu terdengar sangat lucu di telinga Anika sampai dia tidak bisa menahan tawanya.
"Berhenti bicara omong kosong, tadi kamu bilang aku mengabaikanmu? Sekarang kamu mengatakan ingin mendapatkan hatiku? Apa kamu sedang membuat lelucon sekarang?"
Anika berbalik menatap mata suaminya dengan nyalang, tatapan yang dulunya lembut juga teduh sekarang tidak lagi dirasakan oleh Davin.
"Apa maksudmu, Anika?" Davin memandangi wajah istrinya dengan raut yang tidak sama lagi seperti dulu ketika mereka sedang berbicara berhadapan.
Davin mencari sisa Anika yang dulu, tapi dia tidak melihat sedikitpun yang tersisa dari raut wajah Anika yang dulu, sekarang benar-benar tergantikan dengan Anika yang seperti orang asing baginya.
"Siapa yang mengabaikan siapa? Kamu yang mengabaikan aku dan Yudha dari dulu setelah kematian Hendra, kakakmu itu! Kamu yang mengabaikan kami! Apa kamu tidak sadar melakukan itu, hah?!" teriak Anika.
Anika tidak bisa menahan emosi amarahnya lagi, iya benar-benar meledak-ledak ketika Davin mengajaknya bicara dengan lembut. Anika sama sekali tidak ingin berterima kasih pada Davin yang telah cuti untuk bicara dengannya.
Dia sama sekali tidak memerlukan penjelasan dari Davin, baginya itu terdengar sama saja dan terdengar seperti kilahan pembelaan diri terhadap Davin sendiri, tidak ada seorangpun di sini dan hanya mereka berdua jadi Anika merasa leluasa untuk menumpahkan amarahnya.
"Aku tidak mengabaikan kalian—"
"Kamu mengabaikan kami berhentilah berkilah, aku sangat benci orang yang menjadi munafik untuk menutupi kesalahannya, kamu tidak akan mendapatkan maafku jika terus bersikap seperti itu!" tekan Anika.
"Kapan aku mengabaikan kalian?" tanya Davin merasa semua ucapan Anika tidak benar.
"Kapan ...? Sekarang katakan berapa usia kandunganku?" tanya Anika.
Davin diam sejenak, dia terlihat berpikir sebentar, dia mengingat kembali kapan terakhir kali dirinya menemani Anika untuk memeriksakan kandungannya ke dokter dan ternyata dia baru sadar kalau dia tidak pernah mengantar Anika untuk melakukannya.
"Tidak tahu, kan? Apa itu tidak termasuk mengabaikan? Lalu waktu ulang tahun Yudha yang seharusnya kau sudah pulang dari Bali karena menghadiri pesta klienmu bersama Yunita, tapi kamu malah pergi dua hari lebih lama dengan alasan anak-anak Yunita meminta untuk berkeliling Bali!"
Penjabaran dari istrinya membuat Davin tertegun, Anika bisa mengingat semua yang dia lakukan, sedangkan dirinya tidak ingat apa saja yang dia lakukan terhadap Anika jika tidak dijabarkan.
"Anika, maafkan aku untuk itu, aku benar-benar sibuk beberapa bulan yang lalu," kilah Davin.
"Sibuk bergumul di kantor dengan jalangmu itu!" tuduh Anika.
"Tidak, Anika. Kami tidak seperti itu, kau salah paham, kami menikah hanya karena kehendak Ibu bukan karena perasaan masing-masing dan dia bukan jalang." Davin mencoba memberi penjelasan dan pembelaan terhadap Yunita yang disalah artikan Anika.
"Teruslah berkilah, aku tidak akan mendengarkan penjelasanmu karena aku tidak membutuhkannya." Anika beranjak dari duduknya di tepi ranjang untuk jauh dari Davin.
"Anika aku sudah merelakan cuti agar bisa memperbaiki hubungan kita, tapi kenapa kau terus tidak mau mendengarkanku?" Davin menatap Anika dengan kecewa.
"Kalau begitu silakan kembali ke kantormu dan jangan pernah cuti untukku lagi!" sahut Anika.
"Anika, kenapa kau jadi seperti ini?"
Anika tidak menjawab, dia malah menarik laci mengambil sesuatu di dalamnya, kemudian melempar beberapa foto ke wajah Davin. Terlihat di sana banyak foto-foto Davin bersama Yunita ketika mereka belum menikah.
"Kamu bilang karena keinginan Ibu? Tapi kalian sudah berselingkuh jauh dari sebelum itu, waktu kamu di Bali, kau menggendongnya memasuki kamar hotel bersama dan kalian bahkan satu kamar!" teriak Anika.
"Kamu membuntutiku?" tanya Davin yang melihat semua foto-foto dirinya bersama Yunita.
"Aku tidak punya waktu untuk membuntutimu, seseorang yang mengenal kalian berdua memotret dan mengiriminya padaku," jawab Anika.
Davin ingin sekali menjelaskan apa yang terjadi, tapi dia tidak bisa karena sudah berjanji pada Yunita untuk tidak menceritakan pada siapa pun tentang kejadian itu.
"Itu tidak seperti yang kamu pikirkan, Anika. Aku dengannya tidak melakukan apa pun, berhenti menuduh dan menduga-duga apa yang ada di pikiranmu karena itu sama sekali tidak terjadi padaku dan pada Yunita," kilah Davin lagi.
"Semakin kamu berkilah maka semakin aku membencimu!"
Davin menatap wanita di depannya yang berstatus menjadi miliknya, tapi Davin sama sekali tidak merasa memiliki Anika sekarang, Davin malah merasa Anika semakin jauh dan semakin sulit baginya untuk menggapai istrinya.
"Baiklah, aku tidak akan berkilah agar kamu tidak membenciku, mulai sekarang aku akan memprioritaskanmu dan Yudha, akan aku buktikan tidak hanya dengan perkataanku saja, aku janji." Davin meraih tubuh istrinya lagi dari belakang ke pelukannya.
"Aku juga tidak membutuhkan janjimu, semua janji yang pernah kamu ucapkan dulu telah kamu langgar sendiri, jadi tidak ada alasan untukku percaya lagi padamu!" Aneka hampir saja menangis tapi dia tetap menguatkan hatinya agar tidak terlihat lemah di mata Davin.
"Baiklah jika itu maumu, aku tidak akan berjanji, tapi akan aku lakukan dengan nyata."